Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Konvensi dan Demokratisasi

IGK Manila Gubernur Akademi Bela Negara (ABN) dan anggota merangkap Sekretaris Majelis Tinggi Partai NasDem
08/3/2022 05:05
Konvensi dan Demokratisasi
(Dok. NasDem)

BATALNYA konvensi untuk menjaring calon presiden dan wakil presiden yang digagas Partai NasDem bisa dimaklumi. Pembatalan telah disampaikan Surya Paloh sebagai ketua umum secara terbuka dalam rangka menghindari kesimpangsiuran. Konon, partai-partai yang sudah diajak berkonvensi memilih untuk menjalankan agenda partai masing-masing. Beberapa partai memilih untuk mencalonkan ketua umum atau kader partai masing-masing.

Sebagai bagian dari Partai NasDem, saya melihat konvensi ialah langkah politik sekaligus langkah demokratisasi. Sebagai langkah politik, Partai NasDem hendak membangun kerja sama dengan partai-partai yang sehaluan sejak jauh-jauh hari. Dengan kesepahaman dan kesepakatan yang saling menguntungkan, pembangunan mesin politik dalam memenangkan calon yang diusung bisa berjalan lebih awal dan kuat.

Sebagai langkah demokratisasi, konvensi ialah cara untuk mencari calon terbaik di antara yang terbaik. Itu tidak hanya bagi calon dari dalam partai, tetapi juga terbuka bagi kalangan profesional dan sebagainya. Ketika didapatkan calon yang terbaik, yang diuntungkan pada hakikatnya bukan partai semata, melainkan juga rakyat sendiri sebagai tujuan pembinaan kehidupan berbangsa dan bernegara. Di samping itu, secara sistemis, konvensi akan menjadi salah satu terobosan bagi institusionalisasi atau pelembagaan politik.

Ketika kini semua partai yang pernah berpikir untuk berkonvesi memilih mundur, tentu saja itu juga tak bisa disalahkan. Dalam demokrasi, setiap partai juga bebas berkehendak, memilih dan menentukan nasib sendiri. Tidak ada larangan konstitusional untuk mencalonkan ketua umum sendiri atau kader partai sendiri.

Adanya beberapa calon presiden dan wakil presiden bisa jadi akan meramaikan demokrasi, memberikan pilihan yang lebih variatif bagi pemilik suara dan bisa jadi sebagai bagian dari demokratisasi. Bagi partai politik, popularitas mungkin akan meningkat ketika mengusung calon sendiri. Bahkan konon jika itu dilakukan, bisa meningkatkan elektabilitas partai atau calon legislatif yang diusung partai.

 

 

Partai NasDem

Bagaimana dengan Partai NasDem? Surya Paloh, sebagai ketua umum, sudah sedari awal menyatakan tak tertarik atau berminat mencalonkan diri, baik sebagai presiden maupun wakil presiden. Pada Pemilu Presiden (Pilpres) 2014, Partai NasDem secara cepat dan terbuka mencalonkan Jokowi dan Jusuf Kalla dan dalam Pilpres 2019 Partai NasDem mencalonkan Jokowi dan Ma’ruf Amin.

Partai NasDem tentu harus betul-betul berhitung bahwa presiden terpilih hanya satu dan wakil presiden terpilih juga hanya satu. Partai-partai pada akhirnya harus memilih di antara dua atau tiga pasangan calon terkuat. Jika salah usung atau salah posisi, partai yang masih baru ini bisa-bisa akan layu sebelum berkembang. Mungkin bisa besar sebagai oposisi, tapi tampaknya bukan itu jalan yang dipilih.

Kini, ketika arah angin politik masih sangat sulit diterka, Partai NasDem seperti mendapat ujian yang cukup sulit. Namun, hemat saya, dengan kesabaran dan kehati-hatian, ujian itu akan bisa diatasi sebab memaksakan diri mengusung calon sendiri sampai ke titik akhir bisa berakhir antiklimaks. Memang riuh rendah di awal dan di tengah, tetapi ketika sumber daya internal terkuras dan massa pemilih dibetot dua atau tiga calon utama, partai bisa jadi rugi sendiri.

Juga tak bisa dikatakan 'Belanda masih jauh'. Dua tahun bukan waktu yang panjang. Bisa jadi, ketika di antara ragam alternatif yang tersedia dalam beberapa bulan ini, atau bahkan di sepanjang 2022 ini tak ada yang berkenan di hati, prinsip better late than never mungkin harus dipakai. Namun, tentu saja tetap berpegang pada prinsip-prinsip yang menunjukkan harkat dan martabat partai, tak berubah haluan, apalagi dengan mengorbankan kehormatan diri.

 

 

Demokratisasi

'Sambil berdiang nasi masak'. Demikian kata pepatah kuno. 'Berdiang' berarti menghangatkan badan. Mungkin ketika cuaca dingin atau badan sedang tidak enak. Tujuan utama ialah memasak nasi. Namun, dengan adanya api, kita dengan sendirinya bisa menghangatkan badan sambil menunggu nasinya jadi. Singkat kata, kita harus bisa mengerjakan beberapa pekerjaan sekaligus di waktu bersamaan.

Namun, dari peribahasa ini kita juga bisa belajar tentang proses. Memasak nasi pakai kayu api tempo dulu ini tak bisa 'simsalabim' dan 'abrakadabra'. Sambil berdiang bukan berarti duduk diam tak melakukan apa-apa. Besar atau kecil api perlu dijaga, dengan memasukkan atau menggeser kayu api. Perlu waktu dan ketelatenan. Kalau tidak, nasinya tak jadi atau tak enak.

Keterpilihan, atau elektabilitas, pemimpin nasional yang tepat dan hebat ialah ibarat nasi yang bisa dimasak dengan baik dan enak. Konvensi atau cara-cara yang bersifat preliminary bisa jadi gagal. Namun, niat utama supaya terpilihnya pemimpin politik terbaik yang akan memastikan berjalannya roda pemerintahan harus tercapai.

Keterpilihan pemimpin politik secara demokratis sendiri tak mungkin datang dari langit. Momentum yang menjadi kulminasi proses demokratisasi lima tahunan, yang akan melahirkan pemimpin yang hebat, harus dimasak, diciptakan! Sementara itu, momentum politik yang demikian itu hanya akan masak jika partai-partai atau kekuatan masyarakat sipil yang masif turun tangan. Api yang menghidupkan demokrasi harus terus menyala. Kayu-kayu api harus terus dikelola.

Partai NasDem, misalnya, setelah gagal mengusung konvensi, ada baiknya fokus pada usaha-usaha demokratisasi. Rakyat harus dibuat melek politik. Di mana-mana, di seluruh wilayah Indonesia, atau di mana pun terdapat warga negara Indonesia, Partai NasDem bersosialisasi, hadir menyalakan api demokrasi. Tak ada salahnya dengan menggandeng kekuatan masyarakat sipil, atau lembaga swadaya masyarakat, baik yang concern dengan politik ataupun dengan aspek-aspek nonpolitik.

Di saat bersamaan, ini makna 'sambil berdiang' dalam peribahasa di atas, peluang bagi kemenangan dengan sendirinya sedikit banyak akan terbuka. Cita-cita terbesar ialah keberhasilan memfasilitasi kehadiran pemimpinan nasional yang hebat. Namun, sebagai efek samping yang manfaat, hati rakyat menjadi tersentuh, yang karena melihat kemurnian, tak akan beralih.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya