Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Jalan Minimalis Kampus Merdeka

St Tri Guntur Narwaya Direktur Mindset Institute dan Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana Yogyakarta
19/2/2022 05:05
Jalan Minimalis Kampus Merdeka
Ilusrasi mI(MI/Duta)

KAMPUS merdeka termasuk salah satu episode rancangan kebijakan Merdeka Belajar yang semula disusun untuk mendorong kualitas ekosistem kampus. Inisiasi program tersebut berorientasi membangun sistem pembelajaran yang mampu meningkatkan proses pendidikan yang lebih otonom dan fleksibel serta dimaksudkan untuk menciptakan ekosistem kampus yang inovatif, tidak mengekang, dan sesuai dengan kebutuhan anak didik.

Program itu dimaksudkan sebagai upaya memberi kebebasan dan otonomi kampus, terutama merdeka dari birokratisasi. Dengan demikian, pengajar dibebaskan dari birokrasi yang berbelit dan mahasiswa diberikan kebebasan untuk memilih bidang pengalaman pengetahuan yang mereka minati dan sukai. Sebagai inisiasi, program tersebut sejak semula dianggap sebagai terobosan yang menjanjikan. Namun, secara perspektif sistem, tentu beberapa catatan masih perlu diberikan.

Pada realisasinya, gagasan itu terlihat menemui beberapa problem kunci, baik dalam visi konseptual maupun pelembagaan. Hakikat konsep merdeka belajar tidak dengan sendirinya mudah diterjemahkan. Bahkan, tidak sedikit pihak telah menerjemahkan basis konsep ini dengan belum cukup memadai. Maksud dasar makna kampus merdeka masih belum tereksplorasi lebih mendalam, terutama dalam penjabaran penerapannya. Problem-problem substantif ini yang pada akhirnya menjadi titik permasalahan yang sering belum terpecahkan dengan baik.

 

 

Bukan sebatas label

Tidak sedikit pengelola kampus masih memahami gagasan tersebut semata sebagai 'program' pemerintah yang bersifat top down dan belum sebagai nilai fundamental yang diterima dengan penuh kesadaran. Karena diterima semata sebagai 'program', apa yang ditangkap lebih banyak pada instrumentalisasi gagasan. Sejauh sudah berkesesuaian dengan aturan dan arahan kebijakan, implementasinya seolah sudah dianggap benar. Kampus akan lebih menyibukkan dengan problem-problem prosedural, administratif, dan sekaligus birokrasi. Artinya, ide pemangkasan birokratisasi belum sepenuhnya terlaksana.

Jalan minimalis lalu sering diambil karena ada banyak kondisi ketidaksiapan dari kampus untuk sepenuhnya melaksanakan skema kebijakan ini. Institusi kampus terlihat belum benar-benar siap untuk membentuk transformasi ini. Problem-problem birokratisasi, administrasi, dan tuntutan-tuntutan prosedural masih menjadi kendala klasik dan belum terpecahkan dengan baik. Beban atas berbagai tuntutan prasyarat yang semakin ketat membuat kampus menjadi institusi yang lebih terbebani secara administratif daripada berkosentrasi pada perkara-perkara substantif yang semestinya dikerjakan.

Pelaksanaan Kampus Merdeka dalam beberapa aspek masih berkutat pada persoalan rekognisi dan label. Dalam prosesnya, program ini masih sulit terwujud secara penuh karena basis otonomi kampus masih terbebani item-item prasyarat prosedural yang masih menumpuk. Janji pemangkasan birokrasi justru melahirkan proseduralisme dan birokrasi baru. Salah satu contohnya ialah program magang merdeka belajar yang masih terbebani prasyarat-prasyarat prosedural yang tidak memberi kemerdekaan penuh bagi mahasiswa. Penentuan institusi-institusi mitra kampus yang menyediakan magang belajar juga masih terbatas sehingga tidak keseluruhan mahasiswa bisa tertampung mengikuti skema ini.

Pada awal rancangan, program itu memang belum menyentuh visi kritik mendasarnya terhadap basis ketergantungan ekonomi politik. Sementara itu, wajah orientasi pendidikan sejatinya masih tergantung pada pola instrumentalisasi pasar yang lebih memusatkan pada nalar pragmatis ekonomis. Gagasan Kampus Merdeka terbukti belum sepenuhnya dimandatkan menjadi antitesis terhadap ekosistem pola ketergantungan ini. Program Kampus Merdeka harus diakui masih banyak mengafirmasi watak ketergantungan tersebut. Konsep kampus merdeka tidak mengambil posisi alternatif atas kehendak industrialisasi pasar.

Transformasi Kampus Merdeka lebih terkesan sebagai bentuk penyesuaian terhadap kebutuhan yang dikehendaki mekanisme pasar. Pasar tentu merupakan unsur penting, tetapi bukan salah satu yang utama selalu dirujuk. Ketergantungan atas dominasi pasar ini terlihat tidak ada bedanya seperti gagasan link and match yang pernah menjadi kebijakan utama pendidikan Orde Baru. Poinnya, output pendidikan lalu harus diselaraskan dengan apa yang menjadi kebutuhan pasar.

 

 

Memperkuat kedaulatan dan kemandirian

Mustahil bisa menciptakan ekosistem kampus yang sepenuhnya merdeka jika faktor kemandirian dan kedaulatan kampus justru terabaikan. Kampus semestinya memiliki kemampuan penuh untuk berdikari. Kemandirian tentu saja harus bisa mengambil jarak dengan nalar intervensi ketergantungan ini. Kedaulatan mengandaikan satu kemampuan otonomi kelembagaan yang kuat. Masih ada problem klasik serius menyangkut tantangan atas arus liberalisasi pasar pendidikan yang begitu besar memengaruhi watak orientasi pendidikan.

Lingkaran problem ini tentu tidak bisa dipecahkan seketika. Bentuk-bentuk kebijakan pendidikan hanyalah cermin turunan dari struktur besar paradigma yang dipilih dalam dunia pendidikan. Akar problemnya tentu ada di sana. Ditambah lagi, wajah paradigma pendidikan selalu akan ditentukan bagaimana dasar arah kebijakan ekonomi politik nasional.

Sekali lagi, ini juga menyangkut basis ideologi arah kebangsaan secara lebih luas. Saat struktur kebijakan ekonomi politik belum bergeser dari dominasi orientasi ekonomi pasar, turunan wajah orientasi pendidikan hanya akan terlihat senapas. Makna merdeka yang disematkan dalam gagasan pendidikan sudah sangat bergeser dari hakikat emansipasi pendidikan yang semestinya. Jika demikian adanya, makna kampus merdeka sering kali mudah terjatuh pada narasi jargon ataupun label semata.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya