Headline

Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.

Fokus

Tidak mengutuk serangan Israel dan AS dikritik

Integrasi Ekolabel dan Ekowisata Madu Hitam Wujud Adaptasi

Andre Notohamijoyo Pemerhati Pariwisata dan Lingkungan Hidup, Doktor Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia
08/10/2020 03:05
Integrasi Ekolabel dan Ekowisata Madu Hitam Wujud Adaptasi
(Dok. Pribadi)

PEREKONOMIAN dunia mengalami guncangan luar biasa saat pandemi virus covid-19 sekarang ini termasuk Indonesia. Sektor pariwisata menjadi salah satu yang mengalami guncangan terberat.

Berbagai daerah tujuan wisata menghadapi tekanan ekonomi yang serius seperti penutupan tempat wisata, penginapan, sepinya restoran dan toko oleh-oleh, hingga penghentian operasi layanan transportasi.

Di saat pandemi melanda, masyarakat kembali tertarik dengan pengobatan tradisional, untuk memperkuat daya tahan tubuh seperti madu, jamu, dan rempah-rempah. Khusus untuk madu, komoditas itu terus meningkat permintaannya.

Madu di Indonesia sangat beragam. Keragaman madu itu dipengaruhi perbedaan asal daerah. Tantangan dalam produksi madu hutan ialah kelestarian hutan. Upaya pelestarian sering kali mendapatkan ancaman sangat serius seperti penebangan liar, perluasan lahan perkebunan, dll. Kelestarian sering kali dikesampingkan akibat kegiatan ekonomi.

Pemerintah mencoba mengantisipasi kondisi itu melalui penerapan skema ekolabel ramah lingkungan. Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) aktif mendorong pembangunan berkelanjutan melalui penerapan skema ekolabel ramah lingkungan sebagaimana amanat UU No 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. UU itu ditindaklanjuti dengan penerbitan Peraturan Menteri LH No 02/2014 tentang Skema Ekolabel Ramah Lingkungan.

Berdasarkan Permen LH itu, pencantuman logo yang diatur ada dua jenis yaitu logo Ekolabel Indonesia untuk tanda sertifikasi produk berdasarkan standar ekolabel multikriteria (daur hidup produk dari tahap bahan baku hingga tahap habis masa pakai). Lalu, logo Ekolabel Swadeklarasi untuk tanda verifikasi terhadap klaim swadeklarasi pada beberapa parameter lingkungan suatu produk yang dideklarasikan produsen.

Penilaian kesesuaian untuk madu hutan dilakukan melalui skema Ekolabel Swadeklarasi dengan klaim aspek lingkungan Panen Lestari. Klaim itu, diverifikasi pihak ketiga yaitu Lembaga Verifi kasi Ekolabel (LVE) Perkumpulan Jaringan Madu Hutan Indonesia (JMHI).

JMHI mengembangkan praktik panen dan pascapanen madu hutan secara higienis dan lestari. Di sisi lain KLHK mengawal skema ekolabel itu, dengan instrumen standardisasi SNI 8664:2018 Madu. Skema ekolabel dan SNI madu hutan itu, diharapkan dapat mendorong peningkatan kualitas dan kapasitas produksi madu hutan.

Sayangnya, produksi madu hutan yang mendapatkan skema ekolabel dan SNI itu belum berbanding lurus dengan akses pasar. Masyarakat masih mengutamakan merek dan kemasan produk madu yang ada di pasar. Sehingga, madu hutan masih kesulitan bersaing.

Hal yang juga menjadi tantangan ialah kesejahteraan masyarakat yang tinggal di lokasi sekitar hutan tempat madu diproduksi. Kesejahteraan masyarakat harus sejalan dengan pelestarian kawasan hutan. Di sinilah pembangunan berkelanjutan harus dapat menjawabnya. Salah satu solusinya ialah mengintegrasikan ekolabel madu hutan dengan ekowisata.

Ekowisata merupakan konsep pariwisata yang bersandar pada kelestarian SDA. Ekowisata menawarkan paket wisata yang bertumpu pada keindahan alam dan keseimbangan antara aspek sosial, ekonomi, dan ekologi. Di berbagai negara ekowisata diintegrasikan dengan penerapan skema ekolabel.

Integrasi antara ekowisata dengan ekolabel dapat mendongkak pemasukan lokal dan berperan dalam mendo rong perkembangan ekonomi di wilayah wisata alam itu secara signifi kan dan berkelanjutan. Ekowisata juga merupakan jawaban dari masalah merosotnya wisatawan di saat Pandemi covid-19 seperti saat ini. Berwisata di tempat terbuka merupakan pilihan yang bagus dalam menghindari kontrak manusia secara dekat. Tentunya wilayah tujuan wisata itu harus tetap menerapkan protokol kesehatan secara ketat.

Pemerintah dapat memfasilitasi wilayah budi daya madu hutan dengan berbagai fasilitas yang dapat dimanfaatkan masyarakat di sekitar hutan. Fasilitas seperti infrastruktur dasar, rumah singgah, kantin, dan ruang pamer dapat diberikan kepada masyarakat sekitar hutan. Program Bantuan Pemerintah (Banper) untuk infrastruktur dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dapat menjadi solusi.

Masyarakat sekitar hutan harus didorong membentuk organisasi khusus yang mengelola fasilitas dari pemerintah. Masyarakat dapat membentuk Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Pengelolaan itu, dapat mendorong peningkatan peran dan penghasilan bagi penduduk/komunitas desa di sekitar wilayah hutan.

Penelitian dari Haesup Han et. al (2019) menunjukkan, pariwisata berbasis komunitas merupakan sarana yang efi sien untuk meningkatkan keberlanjutan sosial, melestarikan tradisi lokal, SDA dan mengurangi kemiskinan. Penelitian itu membuktikan, kearifan lokal dapat menjadi nilai yang baik untuk meningkatkan kinerja pariwisata dan memberikan pengalaman baru bagi wisatawan.

Beberapa lokasi madu hutan seperti Taman Nasional Betung Kerihun dan Danau Sentaru, Kalbar atau Desa Pempatan, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem, Bali, dapat menjadi pilot project untuk integrasi ekolabel dan ekowisata, kearifan budaya lokal, dan kesiapan dari masyarakat menerima tamu luar merupakan modal yang bagus bagi pengembangan ekowisata.

Masyarakat juga dapat memanfaatkan dana desa dari Kementerian Desa, Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (KDDTT) untuk mengoptimalkan integrasi ekolabel dan ekowisata. Beberapa kisah sukses dana desa dapat diduplikasi seperti Desa Umbul Ponggok, Klaten, Jateng, yang sukses membangun kolam alam menjadi wisata unggulan terintegrasi dengan sentra kuliner, toko kerajinan, guest house, hingga tempat seminar.

Di sinilah perlunya sinergitas antara berbagai pemangku kepentingan, baik di pusat maupun daerah untuk membangun kembali sektor pariwisata di saat adaptasi kebiasaan baru seperti saat ini melalui integrasi ekolabel dan ekowisata.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya