Headline

Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.

Fokus

Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.

Akitivtas Tambang Ancam Ekosistem Kerapu Raja Ampat

Basuki Eka Purnama
02/7/2025 07:23
Akitivtas Tambang Ancam Ekosistem Kerapu Raja Ampat
Ilustrasi--ikan kerapu(underwaterjournal)

RAJA Ampat bukan hanya surga wisata bahari. Ia juga menyimpan potensi luar biasa sebagai pusat produksi ikan kerapu nasional dan internasional. 

Guru Besar Ilmu Ekologi Pesisir dan Laut IPB University Prof Dietriech Geoffrey Bengen menyampaikan bahwa posisi Raja Ampat dalam peta produksi kerapu sangat strategis karena kekayaan biodiversitas laut yang dimilikinya.

"Raja Ampat dijuluki sebagai jantung segitiga karang dunia. Ini realitas yang menjadikan wilayah ini ideal untuk perikanan tangkap maupun budi daya kerapu," ucapnya.

Prof Dietriech menambahkan bahwa pemerintah daerah dan berbagai pemangku kepentingan telah menunjukkan komitmen melalui pengembangan budi daya dan pembibitan ikan kerapu untuk memperkuat ketahanan pangan nasional.

MI/HO--Guru Besar Ilmu Ekologi Pesisir dan Laut IPB University Prof Dietriech Geoffrey Bengen

Sejak 2005, Raja Ampat telah terlibat aktif dalam perdagangan ikan kerapu hidup. Produksi utamanya masih berasal dari tangkapan alam yang dikirim ke kota-kota besar seperti Makassar dan Kendari, sebelum akhirnya diekspor ke Hong Kong dan Tiongkok. 

Pemerintah terus menggalakkan penyebaran benih dan teknologi budi daya untuk mendorong produktivitas dan nilai tambah secara berkelanjutan.

Namun, di tengah geliat ekonomi biru ini, muncul ancaman serius dari aktivitas pertambangan di wilayah pesisir. 

Prof Dietriech memperingatkan bahwa kegiatan pertambangan dapat membawa dampak langsung maupun tidak langsung yang sangat merusak habitat perairan, terutama daerah pengembangbiakan dan budi daya ikan kerapu.

"Dampak langsungnya terlihat dari sedimentasi dan kekeruhan air yang tinggi akibat erosi tanah tambang. Sedimen ini bisa menutup terumbu karang dan padang lamun, yang merupakan habitat penting bagi ikan kerapu untuk memijah dan berlindung," jelasnya.

Selain itu, lanjut Prof Dietriech, limbah tambang yang mengandung logam berat seperti nikel, merkuri, dan arsen dapat menjadi racun bagi biota laut. Telur dan larva kerapu sangat rentan terhadap paparan logam berat ini, yang menyebabkan gangguan reproduksi dan pertumbuhan. 

Lebih berbahaya lagi, logam berat tersebut dapat terakumulasi dalam tubuh organisme laut dan meningkat konsentrasinya dalam rantai makanan, termasuk ke manusia.

"Dampak fisik lainnya seperti perubahan morfologi dasar laut akibat pengerukan, serta fragmentasi habitat, juga mengganggu pola migrasi ikan dan memperburuk keberlanjutan perikanan," tuturnya.

Prof Dietriech menjelaskan, kualitas air yang memburuk akibat limbah tambang dan perubahan parameter lingkungan seperti suhu dan salinitas, secara tidak langsung ikut memengaruhi kelangsungan hidup ikan kerapu. Hilangnya terumbu karang dan lamun akan mengganggu rantai makanan alami, mengancam pertumbuhan benih dan kerapu muda.

"Dalam budi daya, kualitas air yang menurun menyebabkan stres pada ikan, meningkatkan risiko penyakit, hingga kematian massal. Ini jelas merugikan secara ekonomi dan mengancam ketahanan pangan masyarakat pesisir," ungkapnya.

Gangguan dari lalu lintas laut kapal tambang juga disebut menjadi masalah. Kapal-kapal besar dapat merusak alat tangkap nelayan, memicu kebisingan yang mengganggu migrasi ikan, serta meningkatkan risiko pencemaran akibat tumpahan minyak. Konflik ruang antara aktivitas industri dan perikanan tradisional pun tak terhindarkan.

Prof Dietriech menjelaskan bahwa perlindungan ekosistem laut seperti di Raja Ampat adalah investasi jangka panjang bagi keberlanjutan ekonomi dan sosial masyarakat. 

"Raja Ampat bukan hanya destinasi wisata dan pusat produksi kerapu dunia, tapi juga simbol penting dari upaya kita menjaga keseimbangan antara konservasi dan pemanfaatan sumber daya alam," imbuhnya. (Z-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik