Headline

Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

KPK Terima Banyak Laporan Dugaan Korupsi Tambang di Raja Ampat

Akmal Fauzi
12/6/2025 17:39
KPK Terima Banyak Laporan Dugaan Korupsi Tambang di Raja Ampat
Ilustrasi: Aktivitas tambang di Raja Ampat(Dok.Antara)

KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan adanya berbagai permasalahan dalam sektor pertambangan di Indonesia, termasuk lemahnya pengawasan yang berdampak pada kerusakan lingkungan. Lembaga antirasuah ini juga menerima banyak laporan dugaan korupsi terkait aktivitas pertambangan, salah satunya di wilayah Raja Ampat.

Hal ini disampaikan oleh Kepala Satuan Tugas (Satgas) Koordinasi dan Supervisi Wilayah V KPK, Dian Patria, dalam sebuah diskusi daring yang membahas kondisi di Raja Ampat, Kamis (12/6). Dalam pemaparannya, Dian menyebut setidaknya ada 10 tantangan utama di sektor pertambangan, mulai dari resentralisasi kewenangan, ekspor ilegal, hingga ketidakpatuhan para pemegang izin usaha tambang.

"Lemahnya pengawasan, ini fakta jelas lah, sudah bertahun-tahun kok kayak kalau tidak dibikin ramai mungkin mata kita semua tidak terbuka," kata Dian dikutip Antara, Kamis (12/6).

Ia juga menyoroti dampak lingkungan yang tak bisa dihindari dari industri ekstraktif seperti pertambangan. KPK kerap menerima pengaduan terkait korupsi di sektor sumber daya alam yang berujung pada kerusakan lingkungan, termasuk di wilayah Indonesia Timur.

Dian mengungkapkan bahwa ia pernah menyoroti maraknya tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, dalam laporan beberapa tahun terakhir.

Selain itu, ia juga menyinggung berbagai isu lain yang mengiringi aktivitas tambang, seperti penggunaan tenaga kerja asing, munculnya kembali izin usaha pertambangan (IUP) yang sebelumnya telah dibatalkan, kontribusi yang minim terhadap ekonomi lokal, konflik sosial, dan aktivitas penambangan ilegal.

Terkait perizinan, Dian menyebut dari total sekitar 11 ribu IUP, sekitar 1.850 di antaranya tidak memiliki rencana penambangan dan produksi (Mine Planning and Production/MPP) yang memadai.

Ia tidak menampik bahwa negara mengalami kerugian besar akibat ekspor ilegal. Namun, menurutnya, kerusakan lingkungan yang terjadi juga membawa dampak kerugian yang tak kalah besar.

"Kita dapat berapa sih sebenarnya dibandingkan memulihkan karang, lingkungan yang rusak, itu mungkin tidak seberapa," jelasnya. (Ant/P-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akmal
Berita Lainnya