Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
JAKSA Agung RI ST Burhanuddin menekankan bahwa Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) harus menjadi instrumen hukum yang progresif dan menjunjung tinggi perlindungan hak asasi manusia (HAM).
“KUHAP yang sekarang, yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981, sudah tidak lagi relevan untuk menjawab perkembangan sosial, kemajuan teknologi, serta semakin kompleksnya modus kejahatan,” kata Burhanuddin yang hadir secara daring saat menjadi pembicara kunci dalam seminar nasional bertajuk “RUU KUHAP: Solusi atau Masalah Baru dalam Penegakan Hukum di Indonesia” yang digelar di Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Purwokerto, Banyumas, Senin (16/6).
Ia mengutip pandangan almarhum Satjipto Rahardjo, tokoh hukum progresif Indonesia, yang menyatakan bahwa Hukum itu untuk manusia, bukan manusia untuk hukum. Burhanuddin menilai, pembaruan KUHAP perlu segera dilakukan agar sistem peradilan pidana nasional menjadi lebih modern, menyeluruh, dan berorientasi pada perlindungan hak-hak warga.
Ia menegaskan pentingnya prinsip partisipasi publik dalam proses legislasi RUU KUHAP, yang mencakup hak masyarakat untuk memberikan masukan, memperoleh penjelasan, serta mendapat tanggapan atas pendapat yang disampaikan.
Pembaruan KUHAP juga harus memastikan tegaknya prinsip-prinsip peradilan yang adil, antara lain penghormatan terhadap hak-hak tersangka, pengawasan terhadap tindakan aparat penegak hukum, pemberian akses terhadap bantuan hukum, serta independensi peradilan dan efektivitas mekanisme pemulihan hukum.
“KUHAP saat ini masih bersifat represif dan belum sepenuhnya mengakomodasi perlindungan HAM, khususnya dalam memperlakukan tersangka atau terdakwa,” ujarnya.
KEADILAN RESTORATIF
Burhanuddin juga menyoroti pentingnya pendekatan keadilan restoratif (restorative justice) sebagai alternatif atas paradigma hukum pidana yang selama ini cenderung punitif. Menurutnya, pendekatan ini sudah masuk dalam KUHP 2023 dan mulai dipraktikkan aparat penegak hukum, namun masih belum memiliki dasar hukum yang kuat.
Ia menambahkan, perlu ada penguatan dalam hal mekanisme pemeriksaan, pengawasan internal aparat penegak hukum, serta pengaturan yang menyeimbangkan kekuasaan dalam proses penegakan hukum.
“RUU KUHAP ke depan harus memberikan kejelasan peran bagi aparat hukum, namun tetap menjamin perlindungan hak asasi semua pihak yang terlibat dalam proses peradilan,” katanya menutup.
LANGKAH STRATEGIS
Senada dengan itu, Anggota Komisi III DPR RI, Rikwanto, menyampaikan bahwa revisi KUHAP merupakan langkah strategis untuk memperbarui sistem peradilan pidana agar lebih sesuai dengan prinsip keadilan, HAM, dan dinamika hukum modern.
“RUU KUHAP dirancang sebagai kebijakan hukum yang menjamin kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan,” ujar Rikwanto yang datang di Kampus Unsoed.
Ia menjelaskan, tujuan utama penyusunan RUU ini mencakup perlindungan hak-hak tersangka, penegasan kewajiban aparat hukum untuk menaati prosedur yang adil, serta peningkatan efisiensi dan efektivitas sistem peradilan pidana secara keseluruhan.
Menurutnya, prinsip-prinsip yang menjadi landasan RUU KUHAP meliputi asas praduga tak bersalah, due process of law, kepastian hukum, serta proporsionalitas dalam penjatuhan sanksi pidana.
Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya pengaturan yang ketat terhadap penggunaan alat bukti elektronik dan penyadapan, serta perlindungan yang memadai bagi saksi dan korban.
RUU ini juga membuka ruang bagi penyederhanaan proses hukum dan pengembangan alternatif penyelesaian perkara, salah satunya melalui pendekatan keadilan restoratif.
“Keadilan restoratif sangat relevan untuk menangani perkara ringan secara lebih efisien, tanpa harus selalu melalui proses pengadilan,” tegasnya. (E-2)
RUU KUHAP menghapus kebijakan penyidik pembantu. Revisi beleid itu juga wajib mengatur soal tenggat waktu penyidikan, untuk memastikan adanya kepastian hukum kepada pihak berperkara.
Di sisi lain, DPR bisa bekerja dengan cepat ketika menyangkut kepentingan partai dan oligarki, seperti RUU BUMN dan RUU Minerba.
WAKIL Ketua DPR RI Adies Kadir mengatakan RUU Perampasan Aset dan Revisi UU Polri akan dibahas setelah RUU KUHAP rampung atau disahkan.
Komnas HAM juga mendorong agar pembahasan RUU KUHAP mengedepankan tiga prinsip kunci partisipasi publik, yakni memenuhi hak untuk didengar, dipertimbangkan, dan mendapatkan penjelasan.
KUHAP adalah landasan bagi RUU Perampasan Aset.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved