Headline

Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

100 Hari Pemerintahan Prabowo-Gibran: Astacita Baru Makan Bergizi Gratis yang Terlaksana 

Agus Utantoro
08/2/2025 20:15
100 Hari Pemerintahan Prabowo-Gibran: Astacita Baru Makan Bergizi Gratis yang Terlaksana 
Dari kiri: Hendry, Mada, Yudis(MI/Ardi Teristi)

SERATUS hari pertama pemerintahan Prabowo-Gibran dalam pengambilan kebijakan di bidang hukum, ekonomi dan politik pemerintahan menjadi sorotan publik. Bahkan tidak jarang menuai kritikan terkait kebijakan blunder yang dilakukan oleh para menteri di tengah upaya pemerintah melakukan penghematan anggaran dan menurunnya kemampuan daya beli masyarakat.

Kinerja pemerintahan dinilai belum berjalan efektif dan berbagai program yang dijalankan masih minim kejelasan soal perencanaan dan tingkat implementasi di lapangan.

Dosen Departemen Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM, Dr. Mada Sukmajati memberi penilauan. "Dari delapan janji itu, baru satu yang terealisasi. Makan Bergizi Gratis. Itu pun belum sepenuhnya. Sedangkan tujuh lainnya belum ada kejelasannya, termasuk dasar-dasar konkretnya belum ada," katanya.

Ia kemudian menyorot beberapa program seperti makan siang bergizi gratis, pemeriksaan kesehatan gratis, dan pembangunan sekolah unggul masih minim kejelasan dalam perencanaan dan eksekusi. “Kalau kita bicara program dengan hasil terbaik dan cepat, seharusnya dalam 100 hari ini desainnya sudah jelas. Tapi kenyataannya implementasi masih parsial dan bahkan dalam beberapa aspek kita tidak tahu bagaimana mekanismenya,” ujar Mada.  

Mada juga mempertanyakan tingkat kepuasan publik yang tinggi terhadap pemerintahan Prabowo-Gibran meskipun realisasi kebijakan masih terbatas. “Approval rating 80℅ ini jadi tanda tanya besar. Apakah karena masyarakat masih optimistis terhadap pemerintah, ataukah survei dilakukan dalam konteks tertentu yang mendukung hasil tersebut?” urainya.  

Sementara terkait penghapusan utang UMKM, petani, dan nelayan, juga tidak luput dikuliti oleh Ekonom UGM, Dr. Yudistira Permana. Dia menganggap kebijakan ini lebih sebagai langkah desperatif ketimbang solusi jangka panjang untuk meningkatkan perekonomian. “Apakah ini langkah untuk merangsang pertumbuhan ekonomi, atau justru tanda bahwa pemerintah sudah kehabisan opsi?” katanya.

Karena, ujarnya, salah satu opsi penghapusan utang di bank atau write off tidak menjadikan bank itu sehat.

Yudistira turut menanggapi soal kebijakan pemangkasan anggaran di berbagai sektor sebagai dampak dari defisit fiskal yang semakin membesar serta kebijakan yang kurang memperhitungkan keberlanjutan ekonomi dalam jangka panjang. 

Selain itu, target pertumbuhan ekonomi hingga 8% juga dinilainya terlalu ambisius mengingat kondisi ekonomi global yang masih mengalami perlambatan. Bahkan, dalam beberapa bulan terakhir, pertumbuhan ekonomi Indonesia justru menghadapi tekanan deflasi “Capaian 8% dalam lima tahun ke depan saya rasa tidak realistis tanpa strategi konkret dan kebijakan ekonomi yang lebih terstruktur,” ujarnya.

Di bidang supremasi hukum, penguatan demokrasi dan ketatanegaraan, Dosen Fakultas Hukum Dr. Hendry Noor Julian, S.H., M.Kn menyoroti melemahnya sistem check and balance dalam pemerintahan saat ini. Ia mengutip teori Donald Black dalam The Behavior of Law yang menyebutkan bahwa kedekatan politik bisa membuat hukum kehilangan daya berlakunya. Hal itu merujuk pada dominasi koalisi di parlemen yang berpotensi mengurangi efektivitas pengawasan terhadap kebijakan pemerintah.  “Alih-alih menjadi mekanisme kontrol, hubungan eksekutif dan legislatif saat ini cenderung bersifat partnership,” jelas Hendry dalam Diskusi Pojok Bulaksumur yang bertajuk 'Dari Janji ke Aksi: 100 Hari Pemerintahan Prabowo-Gibran' yang berlangsung di selasar tengah Gedung Pusat UGM, Jumat (7/2).

Di awal pemerintahan, kata Hendry, ide Prabowo yang akan memaafkan koruptor menuai banyak kritikan dan kecaman. Sebab menurut perspektif hukum, status seseorang sebagai koruptor harus didasarkan pada putusan hukum yang berkekuatan tetap. Jika benar ada mekanisme yang memungkinkan koruptor bebas setelah mengembalikan uang negara, hal ini akan menimbulkan banyak persoalan, terutama dalam hal penegakan hukum dan keadilan.

“Kalau melihat pranata dan aparat yang ada sekarang, saya bahkan kurang yakin di atas 20℅ kebijakan ini bisa berhasil,” ujar Hendry.  

 

Cari Keseimbangan
Pada kesempatan itu, Mada Sukmajati menyebutkan politik pemerintahan Prabowo-Gibran dinilai masih mencari keseimbangan dalam dinamika kekuasaan dan kepentingan oligarki. Konstelasi hubungan antara penguasa dan pengusaha tengah mengalami rekonfigurasi dengan jejaring ekonomi-politik masa lalu dan baru saling bernegosiasi untuk menentukan dominasi dalam kebijakan pemerintahan saat ini.

Mada juga menanggapi terkait kebijakan Presiden Prabowo yang mengandalkan jejaring militer dalam mendukung program pemerintah. Ia menilai bahwa pilihan ini masuk akal karena jejaring politik dan birokrasi yang terbatas membuat tentara menjadi alat utama dalam mendistribusikan program-program prioritas, seperti makan siang gratis. “Meski demikian, langkah ini juga berpotensi menimbulkan tantangan dalam aspek hukum dan demokrasi,“ imbuhnya.

Tradisi evaluasi 100 hari pemerintahan ini dipandang para pakar sebagai momen penting untuk menilai langkah awal kebijakan pemerintah. Meski bukan penentu akhir keberhasilan pemerintahan, 100 hari pertama seringkali menunjukkan arah kebijakan serta komitmen pemimpin dalam merealisasikan janji kampanye. Oleh karena itu, masyarakat dan media diharapkan terus mengawal program-program utama agar dapat memberikan dampak nyata bagi kesejahteraan rakyat.

 

Sebelumnya, Juru Bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan atau Presidential Communication Office (PCO), Philips Jusario Vermonte, menilai tingginya tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja 100 hari pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menjadi peringatan agar tetap menjaga kepercayaan publik.

"Presiden Prabowo kan sudah menyatakan juga beberapa kali bahwa itu angka yang tinggi itu juga menyiratkan harapan yang tinggi. Sehingga ada peringatan juga bahwa kita harus menjaga kepercayaan masyarakat," ujar Philips di Jakarta, Jumat (31/1).

,Philips mengatakan salah satu upaya yang bisa dilakukan pemerintah untuk menjaga kepercayaan masyarakat tersebut adalah dengan bekerja sebaik-baiknya. Dia menyampaikan bahwa tingginya angka kepuasan masyarakat, di mana berdasarkan hasil survei Indikator Politik Indonesia mencapai angka 79%, menunjukkan dukungan dan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan yang baru berjalan tiga bulan.

Menurutnya, hasil itu konsisten dengan survei yang dilakukan oleh berbagai lembaga lain, yang menunjukkan bahwa masyarakat saat ini cenderung mendukung pemerintahan Presiden Prabowo. Dia menilai angka kepuasan tersebut menjadi modal yang baik bagi pemerintahan dalam menjalankan tugasnya ke depan. "Jadi kira-kira mood masyarakat sekarang adalah mendukung pemerintahan yang baru berjalan ini dan itu modal yang baik," kata Philips. (Ant/S-1)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Denny parsaulian
Berita Lainnya