Headline
Pemerintah belum memastikan reshuffle Noel.
RIBUAN mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa dan Rakyat Sulawesi Tenggara (AMARA) menggelar mimbar demokrasi menolak politik dinasti dan pelanggaran HAM, di Universitas Sulawesi Tenggara (Unsultra), Kota Kendari, Selasa (5/12).
Baca juga: Berkaca kasus Ade Armando, Pentingnya Adab dalam Berpolitik
Para mahasiswa yang berasal dari Universitas Sulawesi Tenggara (Unsultra) Universitas Halu Oleo (UHO), Universitas Lakidende, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kendari, Universitas Mandala Waluya, dan STIMIK Bina Bangsa serta perwakilan masyarakat tersebut datang mengenakan topeng serta membawa tulisan Lawan Politik Dinasti, Tolak Pelanggar HAM’
Koordinator Mimbar Demokrasi Ardyanto menegaskan bahwa gerakan ini murni dari mahasiswa dan rakyat karena melihat kondisi negara dan bangsa yang tidak baik-baik saja sekarang ini.
Aksi ini, lanjut dia, juga merupakan upaya menyelamatkan demokrasi dari Oligarki dan Tirani serta meminta penegakkan keadilan hukum tanpa intervensi.
“Putusan MK terkait batas usia calon presiden dan calon wakil presiden kami nilai telah membuka ruang bagi politik dinasti. Drama itu mencapai puncaknya tatkala Gibran Rakabuming Raka, putra Presiden Joko Widodo menjadi cawapres,” ujarnya lewat keterangan tertulis yang diterima, Selasa (5/12)
Ardyanto menegaskan, Pilpres 2024 saat ini mempertontonkan secara gamblang persoalan politik dinasti. Padahal putusan MK tersebut dianggap cacat prosedural dan melanggar konstitusi demi kepentingan kelompok.
“Mahasiswa dan Rakyat harus berani melawan politik dinasti guna menyelamatkan bangsa ini dari resesi demokrasi,” tegasnya.
Melihat kondisi ini, AMARA mengeluarkan sejumlah pernyataan sikap demi menyelamatkan demokrasi Indonesia.
“Pertama, kami menolak politik dinasti. Kedua, tuntaskan seluruh pelanggaran HAM. Ketiga, selamatkan demokrasi dari oligarki dan tirani. Terakhir, tegakkan keadilan hukum tanpa intervensi,” demikian Ardyanto.
Seperti diketahui, Gelombang Mimbar Demokrasi menolak politik dinasti dan pelanggar HAM muncul belakangan di berbagai daerah sejak putusan MK tentang batas usia capres-cawapres di Pemilu 2024 yang akhirnya meloloskan putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres pendamping Prabowo Subianto.
Hal itu dianggap melanggengkan politik dinasti karena belakangan putusan tersebut berujung pencopotan Anwar Usman sebagai Ketua MK yang juga paman Gibran, karena diduga melakukan pelanggaran etik berat karena meloloskan putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Sebelum Kendari, tercatat ribuan mahasiswa dan rakyat di Jawa Timur, Yogyakarta, Sumatera Utara juga menyuarakan isu yang sama, yakni tolak politik dinasti dan pelanggar HAM. (P-3)
Program ini menghadirkan berbagai track tematik yang dapat dipilih sesuai minat dan rencana pengembangan diri mahasiswa.
DUNIA perkuliahan bukan hanya soal menuntut ilmu, tetapi juga perjalanan penting dalam menemukan jati diri. Mahasiswa diajak untuk mencari kebenaran di tempat yang tepat.
Stella mengutarakan masa kuliah merupakan waktu yang ideal untuk mengeksplorasi minat, mencoba hal-hal baru, dan tidak sekadar mengikuti arus.
Program beasiswa ini adalah bentuk penghormatan UBSI terhadap nilai-nilai spiritual yang menjadi fondasi karakter bangsa.
Antusias membaktikan diri terjun ke desa, mahasiswa berbagai perguruan tinggi patahkan citra negatif Gen Z. Seperti apa cerita kiprah mereka?
Itu merupakan wujud nyata kolaborasi atau kerjasama perguruan tinggi dan masyarakat untuk mengangkat potensi lokal.
Jalan keluarnya antara lain mengkodifikasi semua undang-undang terkait pemilu dan politik ke dalam satu payung hukum tunggal, mungkin melalui metode omnibus law.
Pakar Hukum Tata Negara (HTN) Feri Amsari menyoroti proses seleksi calon hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang akan menggantikan posisi hakim Arief Hidayat.
Koordinator Tim Kuasa Hukum Iwakum, Viktor Santoso Tandiasa, menilai Pasal 8 UU Pers tidak memberikan kepastian hukum bagi wartawan
Masa jabatan keuchik tetap sesuai Pasal 115 ayat (3) Undang-Undang nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, yakni dibatasi enam tahun.
Mahkamah Konstitusi membacakan putusan terhadap 15 perkara pengujian undang-undang.
Harimurti menambahkan ketidakpastian hukum ini dapat dilihat dari data empiris yang menunjukkan adanya variasi putusan pengadilan dalam memaknai Pasal 31 UU No 24 Tahun 2009.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved