Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
PARA perajin di sentra pembuatan tempe di Desa Pliken, Kecamatan Kembaran, Banyumas, Jawa Tengah (Jateng), menjerit. Pasalnya, sekarang harga kedelai mengalami lonjakan.
Sebelumnya, harga tempe di Banyumas hanya Rp13 ribu hingga Rp13.500 per kilogram (kg). Harga tersebut mengalami lonjakan dalam sebulan terakhir dari sebelumnya Rp11.000 per kg.
Salah seorang perajin tempe di Desa Pliken, Agus, mengatakan bahwa harga kedelai sebulan lalu kisaran Rp12.500 per kg telah naik dari sebelumnya Rp11 ribu per kg. "Namun dalam beberapa waktu terakhir, harga kedelai melonjak menjadi Rp13 ribu. Bahkan, ada yang mencapai Rp13.500 per kg," jelasnya pada Kamis (9/11).
Baca juga: Petani Nikmati Untung saat Harga Cabai Naik
Menurutnya, para perajin masih mempertahankan harga tempe supaya tidak ditinggalkan pelanggannya. "Kami belum akan menaikkan harga tempe di pasaran, karena takut akan ditinggalkan pembeli. Soalnya sekarang apa-apa mahal. Misalnya harga beras, cabai, dan sekarang malah kedelai," ungkapnya.
Upaya agar tetap bisa eksis, perajin tempe melakukan siasat dengan cara memperkecil ukuran tempe. "Kalau menaikkan harga, akan berisiko. Sebab, pasti akan banyak orang yang tidak mau membeli tempe. Maka upayanya ialah mempekecil ukuran tempe," katanya.
Baca juga: Bawaslu Banyumas Bentuk Relawan Patroli Siber, Hadapi Pemilu 2024
Dengan memperkecil ukuran tempe, perajin masih tetap bisa mempertahankan harga. Para pembeli juga tidak protes, karena harganya tidak naik.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Banyumas Titik Puji Astuti mengatakan bahwa dalam sebulan terakhir, harga kedelai impor memang mengalami lonjakan. Awalnya harga di pasaran hanya Rp11 ribu per kg, tetapi sepekan kemudian naik menjadi Rp12.500 per kg. "Sejak akhir Oktober, sampai sekarang Rp13 ribu," kata Titik. (Z-2)
Kenaikan harga kedelai dikhawatirkan bisa mencapai Rp15 ribu per kilogram
KELANGKAAN kedelai menjadi ironi yang masih saja terjadi di Indonesia.
Setelah tiga hari tahu tempe tidak ditemui di Jakarta, mulai hari ini, Selasa (5/1) tahu tempe sudah ada di pasar tradisional meski harganya naik 20 persen.
Paguyuban dan koperasi menjadi wadah bagi pengrajin tempe tahu dan tauge agar setiap permasalahan bisa dibantu penyelesaiannya oleh pemerintah daerah setempat
Produsen tahu tempe menilai tata kelola harga kedelai seharusnya berada di bawah pemerintah. Sehingga, tidak menimbulkan lonjakan harga dan kelangkaan stok.
Sempat mengalami kelangkaan dikarenakan harga kedelai naik secara signifikan, produsen tempe dan tahu kembali mulai beraktivitas.
Para perajin hanya pasrah, karena usaha tempe sudah menjadi mata pencaharian mereka.
Bukapangan menggandeng Indonesian Tempe Movement melakukan kegiatan menempe bersama 50 masyarakat di sekitaran TPA Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat pada Sabtu (10/12).
Menparekraf juga mengajukan kuliner nusantara tersebut sebagai warisan budaya dunia kepada UNESCO. Promosi tempe diharapkan seperti rendang yang sudah mendunia.
Menurut laporan Licorice, 42,6% orang Indonesia menjadikan mencamil sebagai aktivitas mereka sehari-hari.
Mengutip sejumlah literasi sejarah, tempe dapat ditemukan dalam serat Sri Tanjung dari abad XII-XIII yang menuliskan kacang kedelai sebagai bahan dasar utama pembuatan tempe.
Ada tempe kacang kedelai, tempe bongkrek, tempe gembus, tempe koro pedang, tempe kacang hijau, tempe kacang merah, tempe menjes, dan tempe lamtoro.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved