Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
BERHASIL mengembangkan agroforestri di wilayahnya, para pemuda Dukuh Gumuk, Desa Mriyan, Kecamatan Tamansari, Boyolali, Jawa Tengah, yang merupakan lokasi recharge area daerah penangkapan air awal pabrik AQUA Klaten tidak lagi tergiur untuk mencari pekerjaan ke kota-kota besar di luar daerahnya. Mereka sekarang lebih memilih untuk tinggal di kampungnya sendiri dengan memberdayakan tanaman hortikultura yang bisa dijadikan penghasilan.
Ketua Kelompok Karya Muda Komunitas Petani Konservasi Dukuh Gumuk, Desa Mriyan, Kecamatan Tamansari, Boyolali, Joko Susanto mengatakan keberhasilan pengembangan agroforestri di desanya ini setelah mendapat pendampingan dari Lembaga Pengembangan Teknologi Pedesaan (LPTP) Karanganyar dan pabrik AQUA Klaten.
“Ada beberapa kegiatan kami yang mendapat pendampingan saat itu, salah satunya adalah konservasi anggrek Merapi, budidaya kopi dan tanaman asli Merapi seperti pohon Dadap Duri, salah satu favorit makanan untuk satwa lutung Jawa atau lutung Merapi yang banyak menampung air,” ujarnya.
Baca juga: Banyuwangi Daftarkan Paten Indikasi Geografis Kopi Robusta
Awalnya, Joko menginisiasi berdirinya Kelompok Karya Muda Dukuh Gumuk, Desa Mriyan, yang terdiri dari 11 pemuda desa pada tahun 2016 untuk melakukan konservasi anggrek spesies khususnya di kawasan Taman Nasional Gunung Merapi yang hampir punah.
“Kami kasihan waktu itu melihat anggrek Merapi itu sudah hampir punah,” ungkapnya.
Baca juga: Festival Kopi Manggarai Ditargetkan Masuk Kharisma Event Nusantara 2024
Namun, dengan adanya pendampingan dari LPTP dan AQUA Klaten, ia mengungkapkan saat ini sudah ada puluhan pohon anggrek Merapi yang dikembangkan oleh kelompok warga Mriyan, Boyolali. Anggrek tersebut terdiri dari 23 varian, salah satunya Vanda tricolor. Joko mengatakan jumlah varian anggrek Merapi seharusnya ada lebih dari 130 jenis.
Saat ini, dia dan kawan-kawannya sedang merawat puluhan pohon anggrek di dalam sebuah green house berukuran 4 meter x 6 meter. Mereka merawat anggrek di tempat tersebut selama 1,5 hingga 2 tahun sebelum dilepasliarkan ke area Gunung Merapi. Masyarakat juga bisa membeli anggrek-anggrek tersebut dari warga, tapi untuk dikembalikan ke Taman Nasional Gunung Merapi dan tidak bisa dibawa pulang. Tak hanya dirawat di green house, di lokasi konservasi tersebut juga ada laboratorium kultur jaringan untuk memperbanyak anggrek.
“Sebelas orang dari kami itu enggak ada yang punya latar belakang pendidikan pertanian. Namun, dengan pendampingan yang diberikan LPTP dan AQUA Klaten, kami bisa melakukannya,” tukasnya.
Pendampingan yang dilakukan LPTP dan AQUA Klaten tidak sampai disitu saja. Pada tahun 2017, warga di Desa Mriyan ini juga dibimbing untuk mengembangkan budidaya tanaman kopi di lereng-lereng Merapi di luar kawasan Taman Nasional Gunung Merapi. Selain untuk konservasi air dan mencegah longsornya tanah, menurutnya, dari tanaman kopi ini bijinya bisa diolah sendiri dengan memberdayakan pemuda-pemuda yang tinggal di Desa Mriyan. “Karenanya, alhamdulillah pemuda disini itu nggak ada yang merantau, nggak ada yang ke luar desa. Tetap masih konsisten dengan pekerjaannya sebagai tani, sebagai anak desa,” ucapnya.
Saat ini, para pemuda desa Mriyan ini bahkan sudah mendirikan Kedai Kopi Gumuk di desanya. Selain menyuguhkan kopi bertajuk "Gumuk Coffee" yang menjadi salah satu kuliner kopi yang wajib dicoba. Di kedai sederhana ini, kopinya dibuat dengan sentuhan soft fruity dan asam namun tidak menyengat serta tersaji dengan kacang dan pisang kepok rebus. Seruputnya menjadi lebih indah dengan hamparan langit yang seakan menyatu dengan desa. Gastronomi kuliner kearifan lokal yang sederhana namun membahagiakan.
Parli, salah satu barista dalam kedai Kopi Gumuk mengatakan dulu sebelum didampingi LPTP dan AQUA Klaten, kopi di desa Mriyan ini hanya dikonsumsi di rumah-rumah saja dan belum dikenal orang.
“Tapi, dengan adanya pendampingan dari AQUA Klaten, kopi kita sekarang bisa dikenal di daerah-daerah lain. Apalagi kalau setiap Sabtu dan Minggu itu biasanya para gowes pada mampir minum kopi di Kedai Kopi Gumuk ini. Kami juga diberi pelatihan untuk bisa menjadi barista yang baik. Dari pelatihan itu, kami sudah bisa roasting kopi sekarang,” katanya.
Hingga kini, kopi dari desa Mriyan ini sudah banyak dipesan dari daerah-daerah lainnya seperti Jakarta, Bandung, Jogja, dan Klaten.
“Memang untuk saat ini, penghasilan dari kopi ini belum sebesar yang didapat masyarakat dari tembakau dan mawar. Tapi, kedepannya penghasilan dari kopi ini mungkin bisa sama. Yang penting, kita konsisten karena memang masih dalam tahap belajar bagaimana nanti bisa mengembangkan yang lebih baik lagi,” ujarnya. (RO/Z-7)
Ada empat spesies tumbuhan yang dipilih, yaitu Phalaenopsis equestris (sejenis anggrek asli Taiwan), tanaman tradisional Chenopodium formosanum Koidz, paprika, dan bunga matahari.
Salah satu penyerbuk, tobacco hawkmoth (Manduca sexta), dapat dengan cepat mengetahui bahwa bau yang diubah polusi berasal dari bunga tembakau melati (Nicotianaalata) yang disukai serangga.
Rehat dulu dari aktivitas pekerjaan kantor dan domestik pada periode #dirumahsaja, lakukan aktivitas yang bisa meredakan ketegangan namun tetap produktif.
Rencana pengadaan tanaman itu terungkap di laman Sirup.lkpp.go.id, yaitu Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP) yang dikelola Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang
“DKP3 punya pola yang bagus dalam menjaga ketahanan pangan di Tangsel. Tinggal bagaimana sosialisasi pemahaman bagaimana ketahanan pangan bisa tumbuh dari lingkungan kecil di rumah.
RELAWAN Mak Ganjar membagikan 1.000 pot pohon cabai di Pedongkelan Belakang, Cengkareng, Jakarta Barat. Dalam kegiatan ini warga juga diberikan pelatihan cara menanam cabai.
Survei dari platform layanan akomodasi RedDoorz menunjukkan bahwa berlibur ke luar kota lebih diminati dibandingkan dengan staycation,
"Awan panas guguran tercatat di seismogram dengan amplitudo 33 dan durasi 155 detik," kata dia.
Ketiga Cagar Biosfer tersebut adalah Cagar Biosfer Bunaken Tangkoko Minahasa, Cagar Biosfer Karimunjawa Jepara Muria dan Cagar Biosfer Merapi Merbabu Menoreh.
Kemunculan awan tersebut tidak terkait dengan pertanda akan terjadinya bencana. Namun, awan ini berbahaya bagi aktivitas penerbangan karena bisa mengakibatkan turbulensi.
Dengan kenaikan status ke Siaga, pengungsian terbatas bagi kelompok rentan kami lakukan, sesuai rekomendasi yang berada dalam radius bahaya 5 kilometer dari puncak gunung.
Lokasi pengungsian rawan menjadi kluster covid-19.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved