Headline

Tingkat kemiskinan versi Bank Dunia semakin menjauh dari penghitungan pemerintah.

Fokus

Perluasan areal preservasi diikuti dengan keharusan bagi setiap pemegang hak untuk melepaskan hak atas tanah mereka.

Tumbuhan dan Pohon Jadi Petunjuk Alam untuk Memprediksi Letusan Gunung Berapi

Febriansah
09/1/2025 13:00
Tumbuhan dan Pohon Jadi Petunjuk Alam untuk Memprediksi Letusan Gunung Berapi
Penelitian terbaru menunjukkan tanaman dan pohon memiliki kemampuan untuk merespons perubahan lingkungan yang terjadi sebelum letusan gunung berapi. (freepik)

ERUPSI gunung berapi adalah fenomena alam yang sulit diprediksi secara tepat. Namun, para peneliti menemukan tanaman dan pohon memiliki kemampuan merespons perubahan lingkungan yang mendahului letusan gunung berapi.

Aktivitas vulkanik yang lebih banyak di bawah permukaan, mirip dengan tanaman dan sistem akarnya. 

Alat pemantauan konvensional biasanya berfokus pada pengukuran aktivitas seismik dan pengambilan sampel gas. Tetapi metode ini mungkin tidak mendeteksi tanda-tanda peringatan kecil yang tersembunyi di daerah yang terjal.

Dilansir dari Earth, Kamis (9/1), Para ilmuwan mencari metode lain untuk mengidentifikasi tanda-tanda gangguan sebelum letusan. Terutama pada gunung berapi yang terletak jauh dari pemukiman. Kini, mereka mulai memanfaatkan kehidupan tanaman sebagai petunjuk untuk mendeteksi indikasi gunung berapi akan meletus dalam waktu dekat.

Salah satu proyek dipimpin Robert Bogue dari Universitas McGill di Montreal, Kanada, yang bersama timnya mengamati pola kesehatan vegetasi di sekitar area hidrotermal di Kaldera Yellowstone.

Temuannya menunjukkan bagaimana tanaman merespons perubahan pada tanah di bawahnya. Kondisi itu bisa menjadi indikasi adanya pergerakan magma dan peningkatan risiko aktivitas vulkanik atau letusan yang akan datang.

Tumbuhan dan Pohon

Tumbuhan mengubah cara tumbuhnya ketika lingkungan di sekitarnya berubah. Perubahan ini mencakup penyesuaian dalam proses fotosintesis dan pola struktur daun.

Fluktuasi kadar karbon dioksida, sulfur, dan suhu tanah dapat mempengaruhi pertumbuhan pepohonan. Faktor-faktor ini sering terlihat di daerah vulkanik.

Para ilmuwan berpendapat tanda-tanda ini mungkin mulai muncul dalam jaringan tanaman beberapa bulan atau tahun sebelum peristiwa besar terjadi.

Di lapangan, perubahan kecil pada vegetasi seringkali sulit dilihat hanya dengan mata telanjang. Hutan sangat luas, dan kondisi cuaca bisa memengaruhi pertumbuhan tanaman dengan cara yang tidak ada hubungannya dengan aktivitas gunung berapi.

Oleh karena itu, pencitraan satelit semakin banyak digunakan. Citra satelit mampu memindai area yang luas dan mendeteksi tanda-tanda stres atau perubahan kehijauan yang mungkin tidak terlihat di permukaan tanah.

Para ilmuwan meyakini manfaat awal mungkin berasal dari tambahan nutrisi yang mencapai tanah. Pada awal 2000-an, citra satelit mulai menunjukkan perubahan, seperti penurunan kesehatan pohon dan banyaknya pohon pinus lodgepole yang mati di sekitar pusat aktivitas vulkanik.

Data inframerah mengungkapkan suhu tanah di beberapa area situs melebihi 122°F, dan gas beracun serta cairan asam merusak jaringan tanaman.

Seiring waktu, zona stres meluas, dan area pohon mati yang gundul semakin jelas terlihat. Perubahan yang berkelanjutan ini menegaskan proses internal sedang memanaskan tanah dan mengubah kondisi kimia yang diperlukan bagi tanaman.

Petunjuk dari tanaman bahwa gunung berapi sedang terbangun

Tim peneliti mengaitkan temuan ini dengan pergerakan cairan hidrotermal yang naik ke permukaan. Di beberapa lokasi, penumpukan mineral mungkin menyumbat jalur lama, memaksa terbentuknya saluran baru.

Data seismik mendukung penafsiran ini, di mana getaran kecil bisa mengindikasikan bahwa magma atau cairan panas mencari jalur keluar yang berbeda.

Secara keseluruhan, peristiwa ini menunjukkan aktivitas yang mungkin dimulai jauh sebelum survei lapangan mencatatnya.

Pengamatan juga menunjukkan perluasan ini telah mencapai batasnya. Beberapa pemeriksaan lapangan terbaru menemukan tanda-tanda pertumbuhan bibit baru di area yang sebelumnya tandus.

Penemuan ini menggambarkan bagaimana hutan dapat berperan sebagai "mata" untuk mengungkap dunia yang tersembunyi. Para peneliti sering mengandalkan kamera termal dan detektor gas untuk menilai potensi bahaya gunung berapi, namun instrumen-instrumen tersebut memiliki batasan.

Di beberapa lokasi, tidak ada cara mudah untuk memasang atau merawat alat-alat tersebut. Kondisi cuaca yang buruk, kanopi yang rapat, dan medan yang terjal dapat menghalangi upaya pengumpulan data yang dapat diandalkan.

Setiap gunung berapi memiliki keunikan tersendiri. Beberapa dikelilingi oleh hutan yang lebat, sementara yang lainnya berada di daerah gurun atau dataran tinggi.

Jika kondisi mendukung cukup banyak pertumbuhan tanaman, para ilmuwan dapat menggunakan indeks vegetasi untuk mencari perubahan yang mungkin menunjukkan adanya pembentukan magma.

Namun, di daerah lain, pendekatan ini mungkin kurang efektif atau terganggu oleh faktor-faktor seperti kekeringan, kebakaran hutan, atau spesies tanaman yang merespons dengan cara yang tidak terduga.

Harapannya adalah untuk menggabungkan pengamatan tanaman ini dengan sinyal-sinyal lain, seperti gempa kecil, pembengkakan tanah, dan perubahan komposisi gas, untuk membentuk gambaran yang lebih jelas tentang kondisi di bawah permukaan.

Para ilmuwan terus mengembangkan pendekatan ini, dan dengan semakin banyak data yang terkumpul, mereka dapat menemukan cara untuk memfokuskan sumber daya pada gunung berapi yang berisiko tinggi. (Earth/Z-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani
Berita Lainnya