Polda Jateng mengungkap sejumlah fakta baru terkait korban pembunuhan berantai dukun pengganda uang di Banjarnegara. Salah satunya adalah pesan terakhir Paryanto, korban asal Sukabumi kepada sang anak.
Kapolda Jawa Tengah, Irjen Pol Ahmad Luthfi mengatakan Pariyanto, korban pembunuhan berantai dukun pengganda uang di Banjarnegara, Slamet Tohari, sempat mengirim pesan melalui aplikasi Whatsapp kepada anaknya sebelum dibunuh. Dalam pesan itu, Pariyanto meminta untuk dijemput keluarganya di rumah Tohari, jika ia kedapatan tidak kembali ke rumah.
"Awal mulanya pengungkapan kasus ini adalah laporan saudara Gridas, anak dari korban pertama, Pariyanto. Lapor bahwa ayahnya hilang, kemudian lapor di Banjarnegara ditindaklanjuti oleh pemeriksaan jajaran Reskrim Banjarnegara bahwa benar saudara Tohari yang merupakan dukun ini mengakui bahwa saat itu dia membunuh saudara Pariyanto," kata Irjen Pol Ahmad Luthfi, Rabu, (5/4).
Baca juga: Korban Dukun Pengganda Uang Bertambah Jadi 12 Orang
"Jadi di Handphone saudara Pariyanto ini ditemukan WA sebelum dibunuh yang bunyinya ini dirumahnya Pak Slamet Tohari. Katanya kalau ada apa-apa, hari minggu Ayah tidak kembali tolong cari saya dengan aparat di rumah Pak Slamet Tohari. Inilah pintu masuk untuk membongkar pembunuhan yang dilakukan saudara Tohari," tambah Ahmad Luthfi.
Pesan itu pula, yang kata Kapolda menjadi gerbang utama awal penyelidikan pembunuhan berantai yang dilakukan. Usai mendapat bukti tersebut Polisi pun menginterograsi Tohari yang awalnya mengaku melakukan pembunuhan sebanyak 5 kali. Kemudian, pada hari Senin, (3/4) polisi melakukan interogasi Slamet Tohari. Saat itu ia mengaku telah membunuh 5 orang, yang TKP-nya sama, di Jalan Setapak Dusun Gulem, Banjarnegara.
Baca juga: Warga Ramai Datangi Rumah Dukun Pengganda Uang
"Ngaku 5, setelah dibongkar kita temukan 9 mayat. Terakhir kita bongkar lagi ada 2 jadi 12," tutur Ahmad Luthfi.
Namun, ketika dilakukan penelusuran di TKP yang berada di desa Balun, Kecamatan Wanayasa, Banjarnegara ternyata ditemukan 10 jasad korban, dan kemudian bertama 2 korban hingga totalnya menjadi 12 korban.
Dari hasil penelitian TIM DVI Polda Jateng juga diketahui bahwa rentang usia korban mulai dari 25 hingga 50 tahun. Adapun penyebab kematiannya ialah mati lemas karena racun tanpa kekerasan, dengan perkiraan waktu kematian enam hingga 24 bulan. Diketahui, belasan korban tersebut berasal dari berbagai daerah, seperti Gunung Kidul, Jakarta, Sukabumi, hingga Palembang.
(Z-9)