Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Kasus Perdagangan Orang di Jabar Masih Tinggi

Naviandri
15/2/2023 17:15
Kasus Perdagangan Orang di Jabar Masih Tinggi
Ilustrasi pedagangan manusia(dok.mi)

PEMERINTAH Provinsi Jawa Barat (Jabar) sampai saat ini belum terbebas dari kasus perdagangan orang. Catatan kasus yang tergolong kejahatan luar biasa itu, masih tinggi terjadi di beberapa daerah di Jabar.

Data di laman Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni-PPA), Kementerian Perlindungan Anak dan Perempuan, kasus perdagangan orang, terutama anak dan perempuan di Jabar masih terbilang mengkhawatirkan. Dalam 3 tahun terakhir, jumlahnya masih
berada di angka puluhan bahkan pernah mencapai seratusan.

Contohnya pada 2022, dari total 2.001 kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan, 73 kasus di antaranya dinyatakan sebagai kasus trafficking atau perdagangan orang. Kasus ini tak hanya dialami oleh perempuan saja, namun anak di bawah umur juga terkena imbasnya.

Kemudian pada 2021, dari total 1.766 kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan, 120 di antaranya merupakan kasus perdagangan orang. Pada 2020, dari total 1.186 kasus kekerasan, 48 kasus di antaranya dinyatakan sebagai kasus trafficking.

Kepala UPTD PPA Jabar Anjar Yusdinar, membenarkan soal data ini. Kasus ini biasanya terjadi dengan modus mengiming-iming anak dan perempuan yang ingin bekerja, namun kenyatannya tidak mendapat pekerjaan maupun upah yang dijanjikan di awal.

"Kasus ini terjadi karena ada yang merekrut, ada yang mengumpulkan dan mengirimkan perempuan maupun anak yang mau bekerja itu. Dan biasanya, setelah di tempatnya itu dia tidak mendapat pekerjaan sesuai dengan yang dijanjikan. Misalkan dijanjikan bekerja di rumah makan, tahunya di kafe remang-remang," ujar Anjar Yusdinar, di Bandung, Kamis (15/2) .

Selain itu, Anjar tak menampik kasus ini biasanya timbul karena faktor korbannya yang sedang terdesak kebutuhan ekonomi. Sehingga, mereka yang jadi korban itu tidak memperdulikan profil orang ataupun penyalur yang mengajaknya bekerja, meski pada ujungnya korban tersebut tidak mendapat pekerjaan yang diharapkan.

"Sebetulnya banyak faktor yang berpengaruh. Tapi karena tergerak dari kebutuhan ekonomi, dia mencari pekerjaan apa saja deh yang penting bekerja. Jadi mereka maunya instan, tidak kroscek dulu, atau misalkan enggak pernah ikut kayak pelatihan sama sertifikasi agar orang itu bisa
dipekerjakan seusai dengan keahlian dia," ungkapnya.

Terlepas dari semua itu, Anjar meminta semua pihak kini mulai teliti lagi jika mendapat tawaran kerja dari siapapun. Jangan sampai niat untuk mencari penghasilan malah berakhir sebagai korban perdagangan orang. Pemahaman, edukasi, kewaspadaannya harus ditingkatkan lagi.

"Jangan gampang percaya dengan iming-iming pekerjaan dengan gaji berapa sekian, terus tidak perlu kompetensi apa-apa, tidak ada syarat, terus tergiur. Tapi ujungnya malah jadi korban. Jadi kita harus menelusuri dulu intinya sebelum menerima pekerjaan tersebut," pesannya. (OL-13)

Baca Juga: Anggota Polda NTT Luka-Luka Saat Tangkap Pelaku Penganiayaan

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Muhamad Fauzi
Berita Lainnya