Headline
Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.
Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.
MANTAN guru honorer mata pelajaran Fisika di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Cikelet, Kabupaten Garut, Jawa Barat, berinisial MA nekat membakar bangunan sekolahnya sendiri. Aksi pembakaran tersebut dilakukan karena sakit hati akibat upah mengajar sejak 1996 hingga 1998 belum dibayar sampai sekarang.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Garut Ajun Komisaris Dede Sopandi mengatakan, pembakaran sekolah yang dilakukan oleh MA terjadi pada Jumat (14/1) sekitar pukul 11.00 WIB siang. Setelah menerima laporan ada kejadian kebakaran sekolah di SMPN 1 Cikelet, anggotanya langsung melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP). Kepolisian di lokasi meminta keterangan warga dan saksi termasuk mengamankan CCTV.
"Hasil pemeriksaan dan penyelidikan yang telah dilakukan mengarah kepada salah seorang terduga hingga anggota langsung menangkap mantan tenaga guru honorer berinisial MA. Selama pemeriksaan tersebut, bersangkutan mengakui perbuatannya itu telah membakar sekolah karena sakit hati upah mengajar sejak 1996 belum dibayar," katanya, Rabu (26/1/2022).
Ia mengatakan, MA mengaku upah mengajar itu sebesar Rp6 juta. Namun, dirinya selama itu langsung dikeluarkan oleh sekolah karena sering kali menginterupsi kebijakan sekolah. "Sebelum melakukan aksi pembakaran SMPN 1, MA sempat mengklarifikasi persoalannya kepada pihak sekolah, karena uang tersebut akan digunakannya untuk biaya menikah tapi tidak terealisasi hingga kemudian memiliki ide membakar bangunan sekolahnya dengan cara membeli bahan bakar minyak dan membakar bangunan memakai media kertas di bawah pintu kayu. Bangunan yang terbakar merembet ke ruang perpustakaan dan laboratorium," ujarnya.
Baca juga: Pelaksanaan Vaksin Anak di Labuanbajo Bikin Pelaku UKM Bergairah
Menurutnya, aksi nekat itu membuat sekolah mengalami kerusakan terutama sejumlah komputer, buku, dan dokumen arsip hangus terbakar. Setelah kebakaran itu, pelaku langsung melarikan diri tetapi perbuatannya terekam kamera CCTV yang dimiliki rumah warga di samping sekolah dan dengan mudah langsung ditangkap.
"Perbuatan yang dilakukan oleh mantan guru honorer tersebut dikenakan Pasal 187 ayat 1 huruf e tentang perusakan bangunan dengan ancaman 12 tahun penjara. Tersangka juga telah dijebloskan ke dalam penjara Mapolres Garut untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya," paparnya. (OL-14)
Membangun rutinitas yang konsisten mulai dari bangun tidur hingga kemandirian anak untuk mengurus dirinya sendiri sudah harus menjadi perhatian orangtua sebelum anak masuk sekolah.
Aspek perkembangan kognitif serta perkembangan motorik kasar dan halus menjadi penilaian yang bisa diperhatikan untuk anak siap sekolah.
Dedi mengajak masyarakat Jawa Barat bersama-sama mengembangkan pendidikan menuju pendidikan yang memiliki karakter.
Pelaksanaan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) saat ini masih memiliki masalah dari sisi daya tampung.
Ribuan calon siswa SMA/SMK yang tereliminasi tahap pendaftaran dimulai Sabtu (14/6) in karena tidak melakukan verifikasi akun hingga hingga batas akhir yang ditentukan pada Jumat (13/6).
Collaborative for Academic Social Emotional Learning (CASEL) mulai mendapat perhatian serius di Indonesia.
Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jasra Putra mengunjungi korban perundungan kepada Peserta Didik Berkebutuhan Khusus di salah satu SMP Negeri Cimanggis Kota Depok.
Terdapat 51 lulusan SMP Negeri 19 Kota Depok yang diakomodasi sebagai peserta didik di 8 SMAN Depok.
Nilai rapor dimanipulasi pihak sekolah agar masuk ke delapan sekolah menengah atas (SMA) negeri di Depok
Seorang operator Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMPN 19 Kota Depok, yang berinisial GR, saat ini sedang diperiksa oleh Kejaksaan Negeri Kota Depok.
Saat ini, Kejaksaan Negeri Kota Depok tengah berkoordinasi dengan Kemendikbud Ristek soal skandal manipulasi nilai rapor di SMPN Kota Depok.
Penyebabnya kemungkinan karena jumlah lulusan dan jarak sekolah yang jauh dari masyarakat, terutama sekolah satu atap
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved