Teror LBH Yogyakarta Ancaman Pembelaan HAM

Cahya Mulyana
20/9/2021 20:41
Teror LBH Yogyakarta Ancaman Pembelaan HAM
Ilustrasi(ANTARA FOTO/Dhoni Setiawan)

KOMISI untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengecam keras terkait aksi teror yang dilakukan oleh orang tidak dikenal (OTK) terhadap kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta yang diduga menggunakan bom molotov pada Sabtu dini hari (18/9).

"Kami menduga aksi teror tersebut terjadi, tentu tidak dapat dilepaskan dari keterkaitan kerja-kerja advokasi atau bantuan hukum struktural yang dilakukan oleh LBH Yogyakarta untuk menolong kelompok masyarakat miskin, minoritas dan rentan," ujar Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti dalam keterangannya, Senin (20/9).

Ia mengatakan pembelaan tersebut memungkinkan kebencian dari pihak-pihak. Tindak lanjutnya mereka melakukan aksi teror untuk menakut-nakuti supaya menghentikan upaya advokasi.

Fatia mengatakan 7 September sebagai Hari Perlindungan Pembela HAM di Indonesia oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia RI (Komnas HAM) belum hilang diingatan. Namun negara masih abai untuk melakukan perlindungan terhadap pembela HAM.

Baca juga: Korban Kebiadaban KKB di Papua Bantah Dokter Restu Pegang Senjata

Penetapan Hari Perlindungan Pembela HAM di Indonesia seharusnya menjadi momentum untuk mengingat kerja-kerja nyata pembela HAM dalam pemajuan hak asasi manusia. "Kami berpendapat serangan terhadap kantor LBH Yogyakarta dapat juga dimaknai sebagai serangan terhadap pembela HAM dan hal ini merupakan persoalan yang serius," jelasnya.

Mengingat, kata dia, aksi teror sering dialami para pembela HAM secara langsung juga di ruang digital. Oleh karenanya, negara dituntut mengakomodir perlindungan pembela HAM melalui regulasi.

"Itu guna memberikan rasa aman dalam kerja dan/atau upaya pemajuan HAM yang selama ini dijalani. Ketiadaan regulasi khusus ini membuat kerja pembelaan hak asasi manusia erat dengan ancaman, intimidasi, teror, bahkan kriminalisasi," paparnya.

Berdasarkan Pasal 9 ayat (7) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum menyatakan pemberi bantuan hukum dalam hal ini LBH Yogyakarta, berhak untuk mendapatkan jaminan perlindungan hukum. Juga keamanan dan keselamatan selama menjalankan pemberian bantuan hukum dari segala bentuk ancaman, aksi teror, bahkan kriminalisasi.

Lebih lanjut, ia menilai metode teror yang dialami LBH Yogyakarta mirip dengan kasus yang dialami Murdani, Direktur Walhi Nusa Tenggara Barat, pada 28 Januari 2019 yang lalu. Saat itu rumah Murdani dibakar oleh orang tidak dikenal dan diketahui terdapat lima) titik api yang membakar rumah Murdani.

Diduga kuat peristiwa tersebut terjadi oleh karena aktivitas Murdani yang kritis terhadap pertambangan pasir ilegal di wilayah Lombok Tengah dalam beberapa tahun terakhir. Sayangnya hingga saat ini Polisi belum mampu mengungkap dan mendapatkan titik terang siapa pelaku pembakaran tersebut.

Fatia mendesak pemerintah memberikan perhatian dan mengakui kerja-kerja Pembela HAM melalui kebijakan khusus yang melibatkan partisipasi publik dalam pembentukan aturan yang memberikan perlindungan kepada Pembela HAM.

Kapolri memerintahkan Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta untuk mengusut secara tuntas aksi teror yang dialami LBH Yogyakarta. Itu dengan Kapolda DIY melakukan penyelidikan/penyidikan dengan mengedepankan akuntabilitas dan transparansi.

"Komnas HAM untuk responsif dan bertindak tegas dalam hal menyikapi kasus penyerangan LBH Yogyakarta, maupun kasus-kasus lainnya yang menimpa Pembela HAM. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memberikan jaminan perlindungan terhadap seluruh jajaran LBH Yogyakarta," pungkasnya.(OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain
Berita Lainnya