Headline

Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.

Fokus

Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.

Sisunandar, Profesor Kelapa Kopyor Indonesia

Lilik Darmawan
30/3/2021 06:58
 Sisunandar, Profesor Kelapa Kopyor Indonesia
Profesor Sisunandar di Kebun Kelapa Kopyor, Dukuhwaluh, Banyumas,  Jawa Tengah(MI/Lilik Darmawan )

TURUN dari sepeda motor bebek warna kuning yang disebut Si Pitung  keluaran 1980-an, lelaki setengah baya itu melangkah menuju ke kebun milik Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) di Dukuhwaluh, Banyumas,  Jawa Tengah (Jateng). Meski siang bolong, sinar matahari tidak terlalu terasa menyengat di kebun setempat.

Daun pohon kelapa yang tingginya hanya sekitar 2 meter mampu menahan sengatan mentari. Pria yang juga dosen jurusan Biologi UMP tersebut berkeliling kebun untuk memastikan pohon kelapa terawat dengan baik. Begitulah kegiatan Profesor Sisunandar sehari-hari selain mengajar.

"Kalau di kebun ini, saya betah. Biasa sebelum kuliah atau setelah rampung perkuliahan, saya ke sini. Kebun ini telah mengajarkan banyak hal, utamanya kelapa kopyor yang kini bisa panen 20 hari sekali," kata Sisunandar kepada mediaindonesia.com, Senin (29/3).

Ia dijuluki sebagai profesor kelapa kopyor karena mengembangkan pohon kelapa yang seluruh buahnya kopyor. Dalam kondisi normal, tidak ada seluruh buah kelapa kopyor semua. Paling-paling, dalam satu pohon hanya ada satu atau dua yang kopyor. Dia menggunakan bioteknologi melalui kultur jaringan untuk menciptakan seluruh buah dalam satu pohon kelapa kopyor semua. 

"Pengembangan kelapa kopyor dimulai dalam laboratorium, setelah sebelumnya mengambil kentos. Membutuhkan waktu selama satu tahun di laboratorium. Dari sana dipindah ke greenhouse selama setahun untuk dapat dilepas menjadi bibit. Prosesnya cukup panjang dan lama," jelas doktor lulusan University of Queensland, Australia itu.

Pengembangan kelapa kopyor dilakukan secara intensif sepulang dari Australia tahun 2008. Sisunandar mengkultur embrio dengan mini growth chamber. Teknik itulah yang berhasil untuk menginduksi akar dan mengadaptasikan benih kelapa kopyor hasil kultur jaringan secara langsung. Tingkat keberhasilannya mencapai 90% dengan metode ex vitro rooting. 

"Metode tersebut dapat mengadaptasi benih yang berasal dari empat kultur kelapa secara langsung dengan keberhasilan tinggi. Baik benih tanpa akar maupun bibit yang telah memiliki akar mampu berhasil diaklimatisasikan. Tahun 2012 menjadi penentu keberhasilkan kultur jaringan kelapa kopyor," lanjutnya. 

Di kebun Science Techno Park milik  UMP tersebut, ia menanam pohon kelapa pada areal 6 ribu meter persegi. Pohon kelapa yang ditanam berasal dari keturunan pohon kelapa asal Banyumas, Pati, Lampung dan Madura. Ada beragam jenis kelapa kopyor dari masing-masing daerah. Dari Banyumas ada empat jenis kelapa kopyor yaitu Green Dwarf, Pink Hust Dwarf, Tall dan Yellow Dwarf. Sedangkan dari Pati ada Kopyor Pati Yellow Dwarf, Kopyor Pati Green Dwarf, Kopyor Pati Brown Dwarf dan Kopypor Pati Orange Dwarf.

Dikembangkan di seluruh Indonesia

Jika dihitung sejak awal membuat bibit kelapa kopyor dengan kultur jaringan, sampai sekarang Sisunandar telah mempu memproduksi sekitar 3 ribu bibit yang dikirimkan merata ke seluruh Indonesia. Kini harga bibit kelapa kopyor Rp1,250 juta. Ada sebagian orang menganggap harganya terlalu mahal. Namun, kalau dihitung-hitung, sebetulnya tidak. Sebab, hanya dengan lima kali panen saja sudah mampu menutup biaya modal. 

"Orang yang pertama kali membeli bibit saya dari Bengkulu dan saat sekarang sudah panen. Sebab, dari bibit hingga panen, hanya membutuhkan waktu sekitar 4 tahun. Ketika sudah mulai panen, maka produksinya cukup banyak. Satu batang tandan pohon kelapa dapat menghasilkan 10-20 butir kelapa, semuanya kopyor. Padahal, harga kelapa kopyor sekarang mencapai Rp35 ribu- Rp40 ribu per butir. Panenan juga cukup cepat, 20 hari sekali. Padahal, pohon kelapa ini mampu hidup antara 60-70 tahun. Bisa dibayangkan keuntungan yang akan diperoleh. Sehingga saya kira wajar 
kalau harga satu bibit mencapai Rp1,250 juta," ungkapnya.

Dia menyebutkan sebelum ada pandemi, sejumlah pemerintah daerah telah tertarik untuk mengembangkan di wilayah masing-masing guna meningkatkan kesejahteraan warga. Tetapi, karena ada pandemi dan membutuhkan refocusing anggaran maka jadi tertunda. 

"Saya sudah menghitung, kalau ada bantuan bibit kelapa kopyor untuk keluarga pra sejahtera, jelas sangat membantu. Misalnya saja, ada bantuan 5 bibit, maka setiap bulannya setelah masa panen pendapatannya mencapai Rp2 juta per bulan. Dengan tambahan itu, maka keluarga pra sejahtera akan terbantu bahkan meraih kesejahteraan," kata dia.

Sisunandar mengatakan berbeda dengan para petani, dirinya fokus pada pengembangan bibit melalui kultur jaringan. Sehingga, setiap panen, dirinya tidak menjual buah kelapanya secara utuh. 

"Saya tidak menjual kelapa utuh, karena harus mencari kentos-nya. Daging buah kelapa dipisahkan untuk dikemas 250 gram dan masuk freezer. Satu kemasan harganya Rp35 ribu atau Rp120 ribu per kg. Saya menjualnya ke restoran-restoran di Jakarta," ungkapnya.

Ia memang tidak hanya mengembangkan bibit dan mandek di situ saja, melainkan juga terus melakukan riset agar kelapa kopyor dapat berbuah sepanjang tahun. 

"Budidaya kelapa kopyor ini ternyata tidak semulus yang dibayangkan, karena ada kalanya buahnya menjadi gabuk atau istilahnya di Banyumas itu ngalakani. Jadi, buah kelapanya tidak berbentuk bulat tetapi lonjong dan di dalamnya tidak tumbuh buah. Awalnya saya mengira itu akibat kekurangan air, namun belakangan diketahui kalau pohon kelapa kurang nutrisi," katanya.

Setelah melakukan ujicoba, ternyata benar bahwa kuncinya ada di pemupukan. Hal itu diketahui baru tahun 2020 lalu. Kemudian dirinya melakukan pemupukan. 

"Saya memupuk pohon kelapa dengan pupuk non subsidi dengan jenis NPK dan KCl. Masing-masing diberikan 0,5 kg per pohon setiap dua minggu. Sehingga per bulan hanya membutuhkan 8 kg tiap pohonnya. Dengan harga pupuk non subsidi senilai Rp9 ribu per kg, maka untuk KCL butuh Rp72 ribu dan NPK Rp72 ribu. Katakanlah dibulatkan Rp160 ribu untuk satu pohon per bulan saja, itu cukup dipenuhi dengan menjual 5-6 butir buah kelapa. Padahal satu tandan kelapa dapat menghasilkan 20-30 butir per 20 hari. Jelas masih sangat menguntungkan," lanjutnya dia.

baca juga: Seribu Nelayan Pangandaran Dilatih Jadi Sahabat Tagana

Menurutnya, permintaan masyarakat terhadap bibit kelapa kopyor hasil inovasi Sisunandar tetap tinggi. Tapi tidak semua permintaan dapat dicukupi, karena setiap bulan baru menghasilkan 40-50 bibit. 

"Untuk tahun depan sudah mulai meningkat, kisaran 100-150 bibit per bulan. Nah, kalau pada 2023 bisa sampai 200-300 per bulan," tambahnya.

Kelapa kopyor tidak dapat dijadikan bibit secara alamiah, ilmu kultur jaringan menjadi jawaban. Sisunandar membuktikan bahwa ilmu kultur jaringan dapat dikembangkan untuk meraih kesejahteraan. Apalagi kebutuhan kelapa kopyor masih sangat terbuka lebar, bahkan ke depan tak hanya untuk dikonsumi, karena sudah ada pengembangan sebagai bahan kosmetik. (OL-3)


 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya