Headline
Disiplin tidak dibangun dengan intimidasi.
KETAHANAN pangan nyatanya tidak lagi bertumpu pada ketersediaan bahan pangan. Fondasi untuk menuju kemandirian pangan juga bergantung pada kepedulian generasi muda soal pangan, termasuk membentuk mereka sebagai agen pencipta solusi.
Sebab itu, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) melalui Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) berusaha memperkuat literasi generasi muda soal pangan.
Dalam kunjungan kerja ke Balai Besar Pengembangan Penjaminan Mutu Pendidikan Vokasi (BBPPMPV) Pertanian, Cianjur, Kepala Badan Bahasa Hafidz Muksin, menekankan bahwa literasi bukan semata kemampuan membaca dan menulis, melainkan juga kecakapan hidup yang memungkinkan peserta didik berpikir kritis, bernalar, dan berinovasi. Hal itu, terutama dalam membangun ekosistem pangan yang berdaulat dan berkelanjutan.
“Kita tak bisa bicara soal ketahanan pangan tanpa menyentuh aspek literasi. Literasi membuka mata. Dari tidak tahu menjadi tahu. Dari acuh menjadi peduli. Dari pembaca menjadi pelaku,” ujar Hafidz dalam dialog bersama para kepala SMK se-Banten dalam rangkaian Pelatihan Pembelajaran Mendalam, Senin (11/8).
Hafidz menegaskan bahwa penciptaan SDM unggul menuju Indonesia Emas 2045 harus dimulai dari penguatan literasi sejak usia dini. “Skor literasi kita masih harus diperkuat lagi. Ini bukan sekadar angka. Ini adalah alarm. Tanpa literasi, tak ada ruang bagi kreativitas dan daya cipta. Sementara masa depan akan ditentukan oleh mereka yang mampu membaca dunia, menalar perubahan, dan menuliskannya kembali dalam bentuk solusi,” tegasnya.
Buku untuk PAUD hingga Sekolah Menengah
Sebagai langkah nyata, Badan Bahasa akan menyusun buku-buku tematik literasi pangan dari PAUD hingga jenjang menengah yang tak hanya informatif, tapi juga membangkitkan imajinasi dan rasa ingin tahu anak-anak terhadap dunia pertanian, perikanan, dan industri pangan.
“Kami ingin anak-anak memandang dunia pangan bukan sebagai beban, tapi sebagai harapan. Buku-buku ini akan menjadi pintu: membuka wawasan bahwa pertanian itu modern, penting, dan menjanjikan. Inilah kontribusi Badan Bahasa terhadap Asta Cita Presiden, khususnya dalam membangun SDM unggul dan mempercepat hilirisasi industri pangan,” tambah Hafidz.
Ketika literasi bertemu kurikulum adaptif dan praktik industri yang konkret, maka ketahanan pangan Indonesia tak sekadar impian. Ia menjadi jalan yang ditapaki bersama oleh guru, siswa, dan seluruh ekosistem pendidikan menuju Indonesia Emas 2045 yang berdaulat atas pengetahuannya, atas pangannya, atas masa depannya.
Lebih dalam, Hafidz juga menekankan pentingnya UKBI (Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia) sebagai alat ukur kecakapan literasi. “Bahasa adalah alat komunikasi dan penanda kecakapan literasi. Ukurlah kemahiran berbahasa Bapak/Ibu dengan alat uji kebahasaan kita yakni UKBI, jadikan itu cermin untuk mengetahui dan melihat kemahiran berbahasa,” ungkapnya.
Selaras dengan program besar Presiden Prabowo Subianto dalam membangun kedaulatan pangan nasional, dalam kesempatan yang berbeda, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti, menyoroti penguatan literasi untuk ketahanan pangan sangat relevan dengan karakter Indonesia sebagai negara agraris. Oleh karena itu, Kemendikdasmen terus berkomitmen untuk menciptakan SDM Unggul yang memiliki kompetensi profesional di bidang pertanian, pengolahan hasil pangan, serta berkomitmen untuk memajukan bangsa.
Proses Industri Pangan oleh Siswa SMK
Dalam kesempatan yang sama, Hafidz juga meninjau langsung sarana produksi pangan, pengolahan kopi, hingga budidaya ikan air tawar. Ia menyaksikan langsung bagaimana peserta didik SMK terlibat aktif dalam proses industri pangan melalui pendekatan pembelajaran berbasis industri. “Ketika literasi bertemu praktik, maka pembelajaran menjadi nyata. Kurikulum, literasi, dan praktik industri harus saling terkait dari bibit, proses, hingga pemasaran. Semua bisa menjadi narasi pembelajaran yang hidup,” ucapnya saat berdialog dengan praktisi industri pangan.
Vivi, siswi magang asal Sumatera Barat, mengaku pengalamannya di laboratorium pengolahan kopi membuka mata akan potensi besar dunia pangan. “Saya suka bisnis, dari kecil suka bantu orang tua berdagang. Belajar mengolah kopi membuka banyak peluang, bisa buka cafe khusus kopi nantinya. Saya berharap generasi muda tidak memandang pertanian sebelah mata,” tuturnya saat ditemui ketika mengolah kopi.
Senada, Rifki siswa lainnya, menyampaikan pesan sederhana namun bermakna. Ia mengatakan, “Kalau tidak ada petani, kita tidak makan. Jadi jangan malu. Petani itu penting.” Sementara itu, Sri Sulastri, Kepala SMK Negeri 2 Tangerang, menambahkan bahwa peningkatan literasi telah mengubah cara pandang siswa terhadap jurusan pertanian. “Dulu dianggap tak menarik. Sekarang anak-anak mulai sadar bahwa pangan itu masa depan. Literasi adalah jembatan yang mengubah cara pandang mereka,” ujarnya.
Pelatihan Pembelajaran Mendalam bagi kepala SMK wilayah Banten menjadi salah satu wujud nyata komitmen Kemendikdasmen dalam membangun sinergi antara pendidikan vokasi dan literasi kontekstual. Fokus pelatihan tidak hanya pada metode pembelajaran, tetapi juga pada penciptaan iklim sekolah yang kolaboratif, reflektif, dan terhubung langsung dengan kebutuhan dunia usaha dan dunia industri (DUDI). (M-1)
Melalui acara ini, Kemendikdasmen tekankan kolaborasi menjadi kunci dalam mencegah kepunahan bahasa daerah.
Program residensi sastrawan diharapkan dapat meningkatkan jumlah pembaca karya sastra Indonesia di luar negeri.
Trigatra Bangun Bahasa dirumuskan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) tidak lama setelah penetapan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009
Internasionalisasi bahasa Indonesia merupakan salah satu program prioritas Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) yang sejalan dengan amanah UU Nomor 24 Tahun 2009
Filosofi ini mengandung makna bahwa adat atau aturan kehidupan sehari-hari harus sejalan dengan ajaran agama Islam, dan ajaran Islam berlandaskan pada Al-Quran (kitabullah).
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved