Headline

Presiden Prabowo resmikan 80.000 Koperasi Merah Putih di seluruh Indonesia.

Fokus

Terdapat sejumlah faktor sosiologis yang mendasari aksi tawur.  

Minuman Berpemanis Harus Dikenai Pajak Tinggi

Agus Utantoro
16/3/2021 06:33
Minuman Berpemanis Harus Dikenai Pajak Tinggi
Pengunjung melintas di depan lemari minuman berpemanis di sebuah hipermarket kawasan Lebak Bulus, Jakarta Selatan.(MI/Angga Yuniar)

INDONESIA menempati ranking ketujuh sebagai negara dengan pengidap diabetes terbanyak di dunia. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan juga melaporkan beban pengeluaran untuk penyakit tidak menular semakin besar.

Pada 2017, BPJS Kesehatan telah melindungi 10,8 Juta orang atau  5,7% peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dengan membayari layanan penyakit katastropik ini hingga Rp14,6 triliun atau 21,8% dari total anggaran pelayanan kesehatan. Dibandingkan 2016, penyakit diabetes telah menghabiskan dana Rp7,7 triliun.

Koordinator Peneliti PKMK (Pusat Kebijakan Manajemen Kesehatan) UGM Relmbuss Fanda dalam keterangan tertulis diterima mediaindonesi.com, Selasa (16/3) mengatakan harus ada intervensi untuk mengontrol kejadian diabetes tersebut seperti memberikan anjuran dalam batasan  konsumsi gula 54-gram sehari.

Menurutnya intervensi tersebut menandakan bahwa pemerintah Indonesia sudah sadar bahwa tingginya konsumsi minuman berpemanis memengaruhi kesehatan termasuk tingginya penyakit diabetes. Namun, intervensi terhadap tingginya penjualan minuman berpemanis di sektor industri masih belum dilakukan.

Salah satu opsi untuk menekan kenaikan jumlah penyandang diabetes, PKMK UGM menyodorkan pilihan menerapkan kebijakan fiskal untuk mendorong perubahan perilaku dalam mengonsumsi produk yang lebih sehat. 

"Sesuai rekomendasi dari WHO, pemerintah perlu menetapkan kebijakan fiskal untuk menjaga pola konsumsi minuman berpemanis di masyarakat," ujarnya.

Kebijakan fiskal tersebut jelasnya, dapat berupa penerapan pajak ataupun untuk minuman berpemanis pada takaran gula tertentu dan nilai pajak tersebut dapat bersifat progresif.

"Negara-negara di Asia Tenggara seperti Thailand, Filipina, Malaysia dan Singapura telah menerapkan pajak tersebut dengan berbagai variasi. Indonesia telah mencoba untuk menerapkan kebijakan ini namun gagal pada tahun 2011 dan 2014, karena tidak mendapatkan dukungan penuh dari semua kementerian," ungkapnya.

Pada 2021 ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kembali mengeluarkan wacana penerapan cukai pada minuman berpemanis di hadapan Komisi XI DPR RI. Kebijakan tersebut tepat dilakukan untuk mengurangi tingginya konsumsi minuman berpemanis masyarakat Indonesia yang telah mencapai 20,23 liter per orang dan menempati posisi ketiga di Asia Tenggara.

WHO melaporkan bahwa pengenaan pajak atas minuman berpemanis merupakan intervensi yang efektif untuk mengurangi konsumsi gula. Bukti menunjukkan bahwa pajak minuman berpemanis yang menaikkan harga sebesar 20% dapat menyebabkan penurunan konsumsi sekitar 20%, sehingga mencegah obesitas dan diabetes. Sebuah studi juga menunjukkan bahwa  penerapan kebijakan fiskal menghasilkan manfaat kesehatan yang substansial dan juga menghemat biaya perawatan kesehatan.

baca juga: Pajak Rokok Belum Optimal atasi Defisit JKN

Biaya perawatan kesehatan bahkan bisa lebih dihemat lebih dari 24 kali lipat dari biaya pelaksanaan pajak minuman manis. Relmbus Fanda menyebutkan salah satu negara yang sudah mengenakan pajak pada minuman berpemanis adalah Inggris. Kebijakan ini disambut baik oleh para perusahaan minuman berpemanis dan mereka berkompetisi untuk menawarkan produk minuman rendah gula.Perusahaan-perusahaan tersebut katanya, tetap menjaga pasar mereka dengan melakukan reformulasi produk minumannya. 

"Industri minuman ringan di Inggris telah memangkas tingkat gula yang ditambahkan ke produk mereka hingga setengahnya," ujarnya.

"Penerapan kebijakan memiliki tujuan utama untuk menghambat masyarakat untuk mengonsumsi minuman berpemanis secara berlebihan. Rencana iniseyogyanya didukung oleh berbagai pihak, khususnya dari masyarakat dan para pelaku industri," pungkas Relmbuss Fanda. (OL-3)
 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya