Headline
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
KEMARAU panjang di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, berdampak terhadap krisis air bersih di 73 kampung, 35 desa, dan 17 kecamatan. Sebanyak 7.774 kepala keluarga atau 22.388 jiwa terdampak kekeringan.
"Jumlah KK atau jiwa yang paling banyak terdampak kekeringan berada di Kampung Warung Ceuri, Desa Pondokkaso Landeuh, Kecamatan Parungkuda. Berdasarkan pendataan, jumlahnya mencapai 760 KK atau 2.408 jiwa," kata Koordinator Pusat Pengendali dan Operasi BPBD Kabupaten Sukabumi, Daeng Sutisna kepada Media Indonesia, Senin (12/8).
Data wilayah terdampak bencana sifatnya masih sementara. Artinya, kata Daeng bisa jadi jumlah wilayah dan warga terdampak kekeringan di Kabupaten Sukabumi bertambah.
"Kami terus memantau dan mendata di lapangan," tuturnya.
Pemkab Sukabumi telah menangani dampak kekeringan tersebut dengan menyalurkan berbagai bantuan. Tak hanya penyaluran air bersih yang notabene diberikan kepada wilayah dilanda krisis, bantuan juga disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat setempat.
"Makanya, asesmen di lapangan dilakukan untuk mengetahui kebutuhan apa saja yang dibutuhkan masyarakat akibat dampak kekeringan," jelas dia.
Tujuh belas wilayah terdampak kekeringan itu terdiri dari Kecamatan Cicurug, Kecamatan Cidadap, Kecamatan Gegerbitung, Kecamatan Tegalbuleud, Kecamatan Waluran, Kecamatan Cikembar, Kecamatan Gunungguruh, Kecamatan Kabandungan, Kecamatan Jampangtengah, Kecamatan Parungkuda, Kecamatan Ciracap, Kecamatan Surade, Kecamatan Cisolok, Kecamatan Palabuhanratu, Kecamatan Cisaat, Kecamatan Cikakak, dan Kecamatan Ciemas. Dua pekan lalu, jumlah yang terdampak berada di 11 desa dan 7 kecamatan.
Sementara itu, krisis air yang melanda Kampung Jujuluk Pasir Randu RT 02/08, Desa Pasirbaru, Kecamatan Cisolok, sejak dua bulan terakhir, mengakibatkan warga setempat terpaksa jarang mandi. Bak penampungan yang biasa dimanfaatkan warga setempat mengering lantaran makin menyusutnya debit air pada sumber mata air.
"Kalau mau mandi harus ke aliran Sungai Cibareno. Jaraknya dari kampung kami sekitar 1 kilometer," kata Encep, 42, warga setempat, Senin (12/8).
Jaraknya yang cukup jauh membuat warga berpikir dua kali kalau setiap hari harus bolak-balik ke aliran Sungai Cibareno. Karena itu, mereka pun memilih jarang mandi.
"Paling mandinya dua hari sekali. Ada juga warga yang numpang mandi ke rumah saudaranya," jelas dia.
Encep mengaku, situasi di kampungnya cukup tak karuan akibat kekurangan air. Bak penampungan yang dipasok dari sumber mata air satu-satunya di wilayah itu sudah tak bisa diandalkan karena debitnya terus menyusut.
"Sumber mata airnya kering. Jadi, sudah tak bisa lagi mengaliri ke bak penampungan. Jarak dari permukiman ke bak penampungan sekitar 800 meter," sebut dia.
baca juga: Terpantau 1.124 Hotspot di Kalimantan Barat
Sisa-sisa air di sumber mata air hanya cukup untuk kebutuhan memasak, mencuci piring, dan berwudhu. Kalau untuk aktivitas yang memerlukan banyak air, seperti mandi sudah tak bisa dilakukan.
"Saat normal, bak bisa menampung hampir 7 ribu liter air dari sumber mata air. Sekarang mah boro-boro karena sumber mata airnya juga sudah kering," tandasnya. (OL-3)
"Kami juga sudah mempersiapkan anggaran untuk operasional truk tangki penyuplai air bersih yang jumlahnya ada lima unit dengan kapasitas 5.000 liter dan 4.000 liter,"
AKIBAT tidak turun hujan dan krisis air saluran irigasi, kekeringan lahan sawah di Kabupaten Pidie, Aceh, semakin parah.
Di Desa Ceurih Kupula, Desa Pulo Tunong, Desa Mesjid Reubee dan Desa Geudong, puluhan ha lahan sawah mengering. Lalu tanah bagian lantai rumpun padi pecah-pecah.
SEBANYAK 10,25 hektare lahan pertanian di Tanah Datar terdampak kekeringan, dan 5,25 hektare di antaranya sudah dinyatakan puso atau gagal panen.
SIUMA menggunakan sensor kelembaban tanah berbasis IoT yang terkoneksi langsung ke grup WhatsApp petani, sehingga memungkinkan pengambilan keputusan irigasi secara real time.
PERUBAHAN pola cuaca semakin nyata di Indonesia. Peneliti BRIN Erma Yulihastin, mengungkapkan bahwa musim hujan saat ini tak lagi berjalan secara reguler.
BMKG memperingatkan bahwa cuaca ekstrem masih berpotensi terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia, meskipun musim kemarau secara klimatologis telah dimulai.
Di kawasan pegunungan dan dataran tinggi, bahkan pada malam hingga pagi hari suhu udara dapat mencapai di bawah 14 derajat celcius.
Ketidakteraturan atmosfer memicu kemunduran musim kemarau di sebagian besar wilayah Indonesia, memunculkan cuaca ekstrem yang terus berlanjut.
BMKG menegaskan fenomena cuaca dingin di Indonesia bukan disebabkan Aphelion, melainkan Monsun Dingin Australia dan musim kemarau.
Di musim kemarun ini, BPBD mengimbau masyarakat untuk tetap waspada dan tidak membuka kebun dengan cara membakar hutan dan lahan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved