Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Tiga Tahun Berlalu, Buaya di Palu masih Berkalung Ban Motor

M. Taufan SP Bustan
04/8/2019 15:15
Tiga Tahun Berlalu, Buaya di Palu masih Berkalung Ban Motor
Seekor buaya liar yang terjerat ban bekas sepeda motor muncul di Muara Sungai Palu, Sulawesi Tengah, Minggu (4/8).(MI/Taufan SP Bustan )
TIGA tahun sudah berlalu, seekor buaya liar di Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng), masih saja terjerat ban sepeda motor bekas. Pelbagai upaya telah dilakukan tim penyelamat, namun belum membuahkan hasil.

Pada Minggu (4/8), buaya yang viral sejak 2016 tersebut muncul kembali di sekitar muara sungai Palu, Jalan Raja Moili, Kelurahan Besusu Barat, Kecamatan Palu Timur.

Meski tidak begitu menampakkan sosoknya secara utuh, namun buaya yang bisa hidup di air tawar dan air asin ini cukup menarik perhatian warga yang kebetulan ada di sekitar muara.

“Sudah mau ada sebulan buaya ini saya lihat sering muncul di muara,” aku salah satu warga Nur Aini ,41, saat ditemui Media Indonesia di muara sungai Palu.

Berdasarkan pantauan, buaya jenis muara atau berkatak dengan nama ilmiah crocodylus porosus ini semakin membesar dari sebelumnya. Selain panjang hampir empat meter, badan buaya ini juga lebar. Hal ini kemudian membuat ban yang melingkar di lehernya semakin menjepit.

“Kalau dulu masih bisa kelihatan lingkaran bannya, sekarang sudah terjepit sekali. Kalau dibiarkan terus seperti ini, takutnya buaya ini mati,” imbuh Aini.

Meski terlihat seperti menderita dengan ban yang melingkar di badannya, namun buaya ini tetap sabar dan sama sekali tidak mengganggu aktivitas warga di muara.

Sebaliknya, warga yang kebetulan melihat buaya ini naik berjemur ke daratan juga tidak mengganggu.

“Kalau buaya ini muncul kami beraktivitas seperti biasa. Jangan diganggu buaya itu biar kita juga tidak diganggu,” kata seorang nelayan Muhammad Amran.

Menurut Amran, warga yang datang melihat buaya ini pun sering diimbau agar tidak mengganggu buaya tersebut ketika naik berjemur.

“Kalau cuman mau lihat silahkan, tapi kalau mau diganggu jangan. Ini buaya juga tidak mengganggu. Malahan kami mau bantu untuk lepaskan ban di lehernya, cuman apa daya kami tidak bisa,” jelas Amran.

Oleh karena itu, Amran dan nelayan lainnya yang setiap harinya beraktivitas di sekitar muara berharap ada pihak yang bisa menyelamatkan buaya tersebut.

“Kalau ini buaya semakin besar pasti semakin membahayakan dirinya karena ban itu semakin mencekik lehernya. Makanya perlu ada relawan,” tandasnya.

Kepala Seksi Konservasi Wilayah I Pangi Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulteng, Haruna, menambahkan, upaya penyelamatan buaya berkalung ban di muara sungai Palu sebelumnya telah dilakukan.

Bahkan, segala cara mulai dari ritual adat pemanggilan buaya hingga mengundang pawang hewan buas Panji Sang Petualang sudah dilakukan.

“Tetapi masih belum berhasil. Makanya kami tengah mencari cara lain lagi,” ungkapnya.

Menurut Haruna di sungai Palu, tidak hanya terdapat buaya berkalung ban, namun juga terdapat puluhan buaya lainnya.

“Ada sekitar 21 ekor buaya dewasa. Jumlah itu didapatkan saat melakukan identifikasi di lapangan, itupun hanya yang berukuran besar," jelasnya.

Terkait banyaknya buaya itu, BKSDA sudah mengimbau agar masyarakat tidak banyak beraktivitas di seputar sungai yang merupakan habitat hewan buas tersebut.

“Kami sudah imbau, karena kami tidak mau ada warga yang beraktivitas di sungai Palu menjadi korban,” tutup Haruna. (OL-09)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri
Berita Lainnya