Headline
Senjata ketiga pemerataan kesejahteraan diluncurkan.
Tarif impor 19% membuat harga barang Indonesia jadi lebih mahal di AS.
LUAS lahan pertanian di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, yang terdata sementara mengalami kekeringan selama kemarau tahun ini mencapai 3.737 hektare. Lokasinya tersebar di 30 dari 32 kecamatan di wilayah terluas kedua di Jawa Barat tersebut.
"Dari hasil laporan yang kami terima, lahan pertanian terdampak kemarau hingga 19 Juli 2019 seluas 3.737 hektare," kata Sekretaris Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Cianjur, Sugeng Supriyatno, kepada Media Indonesia, Selasa (23/7).
Rinciannya, seluas 1.272 hektare dikategorikan kekeringan skala ringan, seluas 969 hektare kekeringan sedang, seluas 889 hektare kekeringan berat, dan puso seluas 579 hektare. Di antara wilayah yang terdampak kekeringan, lahan pertanian di Kecamatan Naringgul relatif terluas mencapai 384 hektare.
"Data yang kami kumpulkan, di Kecamatan Naringgul luasan lahan kekeringan kategori ringan 115 hektare, kekeringan kategori sedang 70 hektare, kekeringan kategori berat 156 hektare, dan lahan pertanian yang puso 43 hektare," jelas Sugeng.
Hampir semua laham pertanian yang terdampak kekeringan mayoritas berada di wilayah selatan. Sebab, hampir semua lahan pertanian di wilayah selatan merupakan sawah tadah hujan yang mengandalkan pasokan air hujan.
"Iya, di sana itu memang kebanyakan sawah tadah hujan. Jadi, pasokan air untuk lahan pertanian hanya mengandalkan hujan," jelasnya.
Menurutnya, hasil analisa kajian prakiraan yang dilakukan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, hingga saat ini Kabupaten Cianjur belum dinyatakan mengalami kekeringan. Alasannya, di wilayah utara masih terdapat kantong-kantong air yang bisa menyuplai pasokan air untuk masyarakat maupun lahan pertanian.
"Kalau wilayah selatan, hasil prakiraan BMKG memang dinyatakan kekurangan air," ungkapnya.
Kondisi tersebut membuat Pemkab Cianjur belum menetapkan status siaga darurat kekeringan. Acuan BPBD menetapkan status siaga darurat bencana saat ada rekomendasi BMKG melalui BPBD Provinsi Jawa Barat.
"Belum, sampai sekarang kami belum menetapkan status siaga darurat kekeringan. Alur penetapan status siaga darurat bencana itu setelah ada rekomendasi dari BMKG ke BPBD Provinsi Jabar. Dari Jabar kemudian ada surat ke setiap BPBD kota dan kabupaten. Lalu kita tindak lanjuti ke bupati yang mengeluarkan surat keputusan penetapan," bebernya.
Pembahasan antisipasi penanganan bencana kekeringan sudah cukup sering dilaksanakan di tingkat Jawa Barat maupun di tingkat Kabupaten Cianjur. Belum lama ini rapat koordinasi tingkat Jawa Barat dilaksanakan di Kabupaten Kuningan yang diikuti seluruh BPBD se-Jawa Barat.
"Hasil rakor tingkat Jawa Barat di Kabupaten Kuningan, kami tindak lanjuti lagi dengan rapat bersama OPD di lingkungan Pemkab Cianjur seperti Perumdam, Dinas Perkimtan (Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan), Dinas PUPR, Dinas Pertanian, dan lainnya," ungkap Sugeng.
Inti rapat antar-OPD di lingkungan Pemkab Cianjur tersebut lebih kepada penegasan upaya-upaya antisipasi penanganan kekeringan serta penyaluran bantuan air bersih. Direncanakan, pekan ini akan dilaksanakan kembali rakor dengan materi pembahasan serupa.
"Jadi, selain mengantisipasi kekeringan lahan pertanian, juga krisis air bersih," ucapnya.
baca juga: Unisnu Jepara Dukung Kajian Ratu Kalinyamat
Di beberapa kecamatan, kata dia, BPBD membantu perlengkapan genset untuk menyedot air. Tak hanya untuk memenuhi kebutuhan air bersih, tapi juga lahan pertanian.
"Kami kirim bantuan genset itu karena di beberapa daerah masih terdapat sumber-sumber air yang bisa digunakan," pungkasnya. (OL-3)
"Kami juga sudah mempersiapkan anggaran untuk operasional truk tangki penyuplai air bersih yang jumlahnya ada lima unit dengan kapasitas 5.000 liter dan 4.000 liter,"
AKIBAT tidak turun hujan dan krisis air saluran irigasi, kekeringan lahan sawah di Kabupaten Pidie, Aceh, semakin parah.
Di Desa Ceurih Kupula, Desa Pulo Tunong, Desa Mesjid Reubee dan Desa Geudong, puluhan ha lahan sawah mengering. Lalu tanah bagian lantai rumpun padi pecah-pecah.
SEBANYAK 10,25 hektare lahan pertanian di Tanah Datar terdampak kekeringan, dan 5,25 hektare di antaranya sudah dinyatakan puso atau gagal panen.
SIUMA menggunakan sensor kelembaban tanah berbasis IoT yang terkoneksi langsung ke grup WhatsApp petani, sehingga memungkinkan pengambilan keputusan irigasi secara real time.
PERUBAHAN pola cuaca semakin nyata di Indonesia. Peneliti BRIN Erma Yulihastin, mengungkapkan bahwa musim hujan saat ini tak lagi berjalan secara reguler.
BMKG memperingatkan bahwa cuaca ekstrem masih berpotensi terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia, meskipun musim kemarau secara klimatologis telah dimulai.
Di kawasan pegunungan dan dataran tinggi, bahkan pada malam hingga pagi hari suhu udara dapat mencapai di bawah 14 derajat celcius.
Ketidakteraturan atmosfer memicu kemunduran musim kemarau di sebagian besar wilayah Indonesia, memunculkan cuaca ekstrem yang terus berlanjut.
BMKG menegaskan fenomena cuaca dingin di Indonesia bukan disebabkan Aphelion, melainkan Monsun Dingin Australia dan musim kemarau.
Di musim kemarun ini, BPBD mengimbau masyarakat untuk tetap waspada dan tidak membuka kebun dengan cara membakar hutan dan lahan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved