Headline

Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.

Fokus

Sejumlah negara berhasil capai kesepakatan baru

Walhi Kembali Serukan Penolakan Tambang Batu Bara

Denny Susanto
29/5/2019 09:54
Walhi Kembali Serukan Penolakan Tambang Batu Bara
Walhi Kalsel kembali menyerukan penolakan terhadap tambang batu bara dan industri ekstraktif dalam peringatan Hari Anti Tambang(Antara )

ORGANISASI lingkungan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Selatan, kembali menyerukan penolakan terhadap tambang batubara dan industri ekstraktif dalam peringatan Hari Anti Tambang. Direktur Eksekutif Walhi Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono mengungkapkan Walhi bersama organisasi lingkungan lainnya di Kalsel terus menerus menyerukan, agar pemerintah pusat dan daerah segera membentuk Komisi Khusus Kejahatan Tambang.

Selain itu membentuk pengadilan lingkungan dan audit lingkungan, serta mencabut izin tambang nakal dan izin tambang belum beroperasi. Termasuk mengembalikannya menjadi Wilayah Kelola Rakyat.

"Kita juga menyerukan agar pemerintah menjamin keselamatan rakyat dan lingkungan, terutama dalam penyusunan RPJM dan RKP. Juga menyetop izin baru industri ekstraktif dan segera menyiapkan program-program untuk energi terbarukan yang ramah lingkungan," ungkapnya, Rabu (29/5).

Hari Anti Tambang ditetapkan pada 29 Mei 2006 oleh para aktivis lingkungan yang dipicu kasus lumpur Lapindo. Sampai sekarang tidak ada perubahan yang signifikan langkah negara dalam penanganan kejahatan tambang. Bahkan negara masih lalai untuk menjamin keselamatan rakyat dan lingkungan dan terindikasi negara masih terjebak dalam balutan kekuatan korporasi dan pengusaha tambang.

Sebagai contoh Pemilu 2019 tidak lepas dari cengkraman para pengusaha tambang, termasuk di Kalsel. Baik Pilpres maupun Pileg masih diisi oleh para pengusaha tambang, baik secara langsung ikut dalam kontestasi Pemilu maupun bermain di belakang layar.

baca juga: 27 Perusahaan di Jabar belum Bayar THR

Menurut catatan Walhi, Kalsel dalam kondisi darurat ruang dan darurat bencana ekologis. Dari total wilayah seluas 3,7 juta ha, 50 % wilayah  dibebani izin tambang (33 %) dan sawit (17 %).

"Kondisi ini harus menjadi perhatian semua pihak khususnya pemerintah pusat dan daerah. Harus ada langkah tegas dan jelas oleh negara dalam mengurai permasalahan kejahatan tambang serta menjamin keselamatan rakyat dan lingkungan," tutur Khaidir Rahman, Wakil Ketua Pena Hijau Indonesia dalam kesempatan sama. (OL-3)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya