Siswa Angkatan Pertama Kurikulum Merdeka Tak Banyak yang Diterima Lewat Jalur SNBP 2024

Despian Nurhidayat
18/4/2024 13:22
Siswa Angkatan Pertama Kurikulum Merdeka Tak Banyak yang Diterima Lewat Jalur SNBP 2024
Banyak siswa SMA angakatan pertama Kurikulum Merdeka yang tidak diterima PTN melalui jalur SNBP(Amir MR / MI)

PERHIMPUNAN Pendidikan dan Guru (P2G) menghimpun data berdasarkan angket yang disebarkan kepada sekolah-sekolah Penggerak (jenjang SMA) secara nasional yang mengikuti Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP).

Sebagai informasi, jumlah SMA Sekolah Penggerak Angkatan I yang sudah menerapkan Kurikulum Merdeka sejak 2021 adalah sebanyak 381 SMA secara nasional. Jadi angket tersebut diisi oleh sampel 10% dari total populasi.

Sebanyak 38 Sekolah Penggerak mengisi angket sebagai evaluasi pelaksanaan SNBP 2024. Didapatkan fakta bahwa terjadinya penurunan jumlah penerimaan siswa jalur SNBP 2024. Ada penurunan drastis khususnya terhadap Sekolah-sekolah Penggerak Angkatan I (jenjang SMA) yang sudah menerapkan Kurikulum Merdeka sejak 2021.

Baca juga : Kurikulum Merdeka Belajar Perlu Evaluasi Sebelum Jadi Kurikulum Nasional

Menurut Kepada Bidang Advokasi Guru P2G, Iman Zanatul Haeri, SNBP 2024 dirasa tidak berkeadilan bagi pengguna Kurikulum Merdeka untuk Sekolah Penggerak Angkatan I.

"Sekolah-sekolah Penggerak merasa mendapat diskriminasi, karena lulusan mereka tidak diperlakukan setara dengan sekolah-sekolah yang menggunakan kurikulum 2013," ungkapnya, Kamis (18/4).

Iman menambahkan, bahkan dalam pengumuman kelulusan SNBP pada 26 Maret 2024, ada perguruan tinggi yang tidak meloloskan siswa yang mendaftar menggunakan rapor Kurikulum Merdeka. Dalam rangka mengevaluasi pelaksanaan SNBP 2024, P2G memberi 5 catatan kritis:

Baca juga : Kurikulum Merdeka, Berharap Pendidikan Lebih Demokratis

Pertama, terjadi penurunan yang signifikan di SNBP terhadap siswa lulusan sekolah-sekolah yang menggunakan Kurikulum Merdeka atau Sekolah Penggerak Angkatan Pertama, dibandingkan dengan sekolah yang masih menggunakan Kurikulum 2013.

"Berdasarkan hasil data angket yang dijaring P2G secara online terhadap SMA yang sudah menerapkan Kurikulum Merdeka sejak 2021, ada 38 sekolah mengalami penurunan drastis dalam penerimaan PTN jalur SNBP," kata Iman.

Misal, SMAN 1 Cikampek, Karawang yang lulus SNBP 2023 sekitar 21 siswa dengan rincian, lulus ke UNPAD (5), UI (3), ITB (3), ITS (3), UNAIR (2), UNIBRAW (3), UNDIP (2). Namun terjadi penurunan drastis dalam SNBP 2024, hanya 3 siswa yang lulus masuk PTN dengan rincian lulus ke UNPAD (1) dan ITB (2).

Baca juga : Kurikulum Merdeka Perlu Dievaluasi Secara Total dan Menyeluruh

Kemudian, SMAN 1 Wonosari, Gunung Kidul. Pada SNBP 2023 berhasil meluluskan sekitar 46 siswa. Namun terjadi penurunan drastis pada SNBP 2024, hanya 16 siswa yang lulus masuk PTN.

Begitu pula SMAN 21 Jakarta, pada SNBP 2023 berhasil meluluskan sebanyak 50 siswa. Namun terjadi penurunan pada SNBP 2024, hanya 22 siswa yang lulus masuk PTN.

SMAN 1 Pandeglang lulus SNBP 2023 sebanyak 45 siswa. Namun terjadi penurunan pada SNBP 2024, hanya 21 siswa yang lulus masuk PTN.

Baca juga : Rapor Pendidikan 2024 Dilengkapi dengan Jenjang PAUD

SMAN 1 Kota Sukabumi lulus SNBP 2023 sebanyak 39 siswa. Namun terjadi penurunan pada SNBP 2024, hanya 18 siswa yang lulus masuk PTN.

Jadi 38 Sekolah Penggerak mengalami tren penurunan yang sama.

Kedua, P2G menyayangkan tidak adanya koordinasi, sinkronisasi, dan harmonisasi antara kebijakan implementasi Kurikulum Merdeka di SMA Sekolah Penggerak Angkatan I yang dikeluarkan oleh Kemdikbudristek dengan sistem SNBP yang diselenggarakan Balai Pengelolaan Pengujian Pendidikan (BP3) dengan Perguruan Tinggi Negeri (PTN).

Padahal BP3 dan PTN sama-sama berada di bawah Kemdikbudristek. Akibatnya siswa yang merupakan produk pertama lulusan Kurikulum Merdeka menjadi korban atau dirugikan oleh sistem ini.

Ketiga, ini jelas bertentangan dengan prinsip yang digembar-gemborkan dalam implementasi Kurikulum Merdeka, yaitu berpihak pada anak. Justru sistem ini merugikan hak-hak anak diterima di PTN melalui jalur SNBP dan termasuk di sekolah kedinasan.

"Sebagai contoh, sekolah kedinasan seperti Akademi Kepolisian (AKPOL), dan Akademi Militer (AKMIL TNI) masih mencantumkan penjurusan IPA dan IPS untuk pendaftarannya. Sedangkan kurikulum Merdeka sudah tidak mengenal penjurusan IPA dan IPS di SMA. Jelas ini merugikan anak," tambah Iman.

Keempat, kondisi seperti ini membuat orang tua, siswa, guru, dan kepala sekolah di SMA Sekolah Penggerak kecewa dan khawatir, karena anak-anak mereka tidak diterima SNBP.

Kemudian para orang tua dan siswa cemas jika pola yang sama akan terulang lagi, merugikan hak-hak anak dalam seleksi SNBP dan sekolah kedinasan tahun 2025 mendatang. Tentunya akan berdampak juga terhadap citra dari Kurikulum Merdeka itu sendiri.

Kelima, Kemdikbudristek pada September 2022 merilis Merdeka Belajar Episode 22 tentang 'Transformasi Seleksi Perguruan Tinggi'.

Seharusnya sejak itu sudah dibuat skema penyesuaian oleh PTN untuk menerima lulusan Kurikulum Merdeka Angkatan I yang lulus tahun 2024.

Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan P2G, Feriyansyah menyatakan bahwa berdasarkan temuan-temuan tersebut, P2G memberi lima rekomendasi yang harus segera dilaksanakan.

Pertama, P2G mendesak agar Kemdikbudristek membuat pernyataan resmi sebagai respon kekisruhan SNBP 2024, untuk menenangkan hati para orang tua dan siswa.

"Sampai saat ini, belum ada pernyataan resmi dari Kemdikbudristek mengenai persoalan SNBP atau seleksi masuk PTN yang mempertimbangkan rapor siswa," ungkap Feriyansyah.

Kedua, P2G sangat berharap PTN yang lain mengikuti langkah nyata yang diputuskan oleh ITB, UNS, UPN, UNY dan UNDIP yang melakukan perbaikan data dengan menambah dan jumlah siswa yang diterima melalui jalur SNBP dari SMA Sekolah Penggerak Angkatan I pada awal April 2024.

Ketiga, mendesak Kemdikbudristek segera melakukan koordinasi, sinkronisasi, dan harmonisasi dengan stakeholder utama kebijakan SNBP, yaitu BP3 dan PTN, juga termasuk pihak sekolah-sekolah kedinasan.

Keempat, Kemdikbudristek harus mensosialisasikan implementasi Kurikulum Merdeka ke PTN dan sekolah kedinasan sampai pada level teknis. Tidak hanya formalitas di level pejabat kampus.

"Jadi skema aturan teknis SNBP dan sekolah kedinasan harus adaptif dengan kebijakan Kurikulum Merdeka, jangan sebaliknya," tambah Feriyansyah.

Kelima, harus ada perbaikan kebijakan SNBP dan sekolah kedinasan yang semestinya adaptif dengan Kurikulum Merdeka. Jika tidak, ini akan menjadi bola salju.

"Kami khawatir kejadian ini membuat para orang tua kehilangan kepercayaan (distrust) terhadap Kurikulum Merdeka dan Kemdikbudristek," pungkasnya. (Des)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Reynaldi
Berita Lainnya