KUASA Hukum AG yakni Mangatta menyayangkan sikap Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) atas penolakan memberikan perlindungan terhadap kliennya.
"Kami tidak diberikan alasan apa penolakannya, kalau dibilang bukan saksi atau korban, Terdakwa pun didampingi sama mereka di kasus lain," kata Mangatta saat dihubungi di Jakarta, Selasa (14/3).
Mangatta menjelaskan bahwa pihaknya mengajukan perlindungan tersebut sejak kliennya masih berstatus saksi dalam kasus penganiayaan David Ozora.
"Permohonan kami sudah ajukan sejak Anak AG masih berstatus saksi," tutur Mangatta.
Baca juga :LPSK Tolak Permohonan Perlindungan yang Diajukan AG
Lebih lanjut, Mangatta menjelaskan bahwa LPSK tidak perlu memberikan rekomendasi kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA).
"Kalau LPSK beri rekomendasi ke Kemen PPPA kami rasa tidak perlu. Karena KemenPPPA sudah lebih dahulu hadir dan mendampingi Anak AG sebelumnya," ucap Mangatta.
Baca juga : KemenPPPA Terima Rekomendasi LPSK Untuk Dampingi AG dalam Kasus Penganiayaan Mario David
Diketahui, LPSK telah memutuskan menolak permohonan perlindungan yang dilayangkan oleh perempuan berinisial AG. Penolakan tersebut diputuskan dalam Sidang Mahkamah Pimpinan LPSK, Senin (13/3).
Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo menyatakan penolakan didasari lantaran tidak memenuhi syarat perlindungan yang diatur dalam Pasal 28 (1) huruf a dan huruf d.
"Pasal tersebut mengatur tentang syarat formil perlindungan terhadap saksi dan/atau korban," kata Hasto dalam keterangan tertulisnya, Selasa (14/3).
Hasto juga menjelaskan, Pasal 28 (1) huruf a mengatur tentang sifat pentingnya keterangan saksi dan/atau korban, serta huruf d, terkait rekam jejak tindak pidana yang pernah dilakukan oleh saksi dan/atau korban.
Hasto menyatakan, status hukum dari AG tidak memenuhi syarat subyek perlindungan oleh LPSK.
"Status hukum pemohon (AG) sebagai anak yang berkonflik dengan hukum, tidak termasuk ke dalam subyek perlindungan LPSK yang diatur dalam Pasal 5 (3) UU Nomor 31 Tahun 2014," ujar Hasto.
Sebelumnya, polisi menambah sangkaan pasal terhadap para pelaku penganiayaan terhadap David. Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi menyebut berdasarkan hasil digital forensik dari chat WhatsApp, video yang direkam pelaku, dan juga rekaman CCTV di lokasi penganiayaan, ditemukan fakta-fakta baru yang membuat polisi menambah konstruksi pasal untuk menjerat pelaku.
Polisi pun menetapkan tiga pelaku dalam kasus penganiayaan tersebut berjumlah tiga orang. Pertama, Mario Dandy Satrio (20) sebagai pelaku penganiayaan utama, Shane Lukas (19) yang sebelumnya disebut merekam penganiayaan dan memprovokasi Mario, dan AG (15) yang merupakan pacar Mario.
"Dengan melihat alat bukti yang ada, hasil digital forensik, bukti chat WA, video, rekaman CCTV, dan keterangan 10 saksi yang saling bersesuaian, kami menemukan peranan dari masing-masing tersangka. Maka kami menambah konstruksi pasal,” ujar Hengki, Kamis (2/3).
Saat ini, Mario dijerat Pasal 355 KUHP ayat 1, subsider Pasal 354 ayat 1 KUHP, subsider 353 ayat 2 KUHP, subsider 351 ayat 2 KUHP. Selain itu, penyidik juga menjerat Mario dengan Pasal 76c juncto 80 Undang-Undang Perlindungan Anak dengan ancaman maksimal 12 tahun penjara. (Z-8)