Headline

Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.

Fokus

F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.

Kualitas Udara Ibu Kota Terburuk di Dunia

Insi Nantika Jelita
16/6/2020 06:55
Kualitas Udara Ibu Kota Terburuk di Dunia
Gedung bertingkat tersamar kabut polusi udara di Jakarta.(MI/ADI MAULANA IBRAHIM)

KUALITAS udara dari data AirVisual, kemarin, menunjukkan Jakarta berada di peringkat pertama terburuk sedunia. Sampai pukul 12.15 WIB, nilai air quality index (AQI) Jakarta ialah 166 dan kualitas udara Ibu Kota dinyatakan tidak sehat atau ‘unhealthy’.

Hal itu diasumsikan karena adanya pelonggaran aktivitas warga saat pembatasan sosial berskala besar (PSBB) masa transisi di Jakarta. Perkantoran, pusat perbelanjaan, dan pasar tradsional dibuka pascatutup selama dua bulan, kemarin.

Peringkat atau nilai AQI tersebut memang sewaktu-waktu bisa berubah tiap saat. Namun, data tersebut sangat berbeda saat libur Hari Raya, Minggu (24/5), yang menunjukkan kualitas udara semakin baik.

Saat itu Kepala Dinas Lingkungan Hidup Andono Warih menuturkan konsentrasi PM2,5 di semua lokasi pemantauan kualitas udara menunjukkan angka penurunan. *Secara keseluruhan rata-rata PM2,5, sebelum dan saat Idul Fitri memenuhi baku mutu PM2,5 (<65 ug/m3).

Direktur Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) Ahmad Syafrudin menuturkan adanya penurunan pencemaran udara yang terjadi bukan selama PSBB, melainkan pada pertengahan Maret lalu saat adanya imbauan soal social distancing.

“Pencemaran udara turun paling tinggi saat 10 hari pertama imbauan social distancing pada 16 sampai 25 Maret. Jumlah kendaraan motor turun hampir 95%.

Namun, minggu-minggu berikutnya, pada 5 April dan seterusnya, masyarakat sudah enggak patuh. Sudirman-Thamrin sudah ramai lagi,” jelas Syafrudin.

Syafrudin menjelaskan dari suveri Air Pollutants, penyumbang pencemaran udara terbanyak berasal dari sepeda motor. Dari 19.165 ton/hari pencemaran udara, sumber utama ialah sepeda motor 44,53%, lalu disusul bus 21,43%, truk 17,70%, mobil solar 1,96%, mobil bensin 14,15%, dan bajaj 0,23%.

Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) Indonesia menilai masa relaksasi menyebabkan kualitas udara menjadi lebih buruk. Berkurangnya kapasitas angkut transportasi publik tidak serta-merta menurunkan kepadatan penumpang di stasiun.

Senior Communications and Partnership Manager ITDP Indonesia Fani Rachmita menuturkan dengan terbatasnya kapasitas transportasi publik dan tidak adanya alternatif moda membuat warga cenderung beralih ke kendaraan pribadi.

“Hal ini kemudian yang mengembalikan Jakarta ke fase gridlock (macet total) serta memperburuk kualitas udara yang berpotensi memperparah penyebaran covid-19 di wilayah kota,” ungkap Fani.

Fani juga menyebut dengan tidak adanya opsi moda transportasi yang ramah lingkungan, banyak warga yang beralih ke kendaraan pribadi. (Ins/J-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya