Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
KETIKA menjadi orangtua pada 2018, kelompok ibu di media sosial menjadi populer. Para orangtua saling terhubung untuk menceritakan masalah dalam kehidupan mereka, seperti gangguan tidur, masalah citra tubuh, tantangan dalam hal pemberian makan, dan masih banyak lagi.
Kelompok-kelompok seperti ini tidaklah sempurna, tetapi mereka merasa aman dan pada akhirnya membantu para ibu seperti saya untuk tidak merasa sendirian.
Sejak saat itu, jumlah konten tentang pengasuhan anak di media sosial telah tumbuh secara eksponensial. Beberapa menyediakan konten yang positif, sementara yang lain menumbuhkan opini yang menegangkan dan memecah belah. Banyak kelompok ibu di media sosial telah mulai mencerminkan hal yang terakhir.
Baca juga : Terobosan Baru Instagram, Meningkatkan Privasi dan Kontrol Orangtua Pada Akun Remaja
Itulah yang disadari Abby (@abbymillenialmom), saat ia mulai mengunggah konten tentang keibuan di media sosial setelah kelahiran putrinya.
"Kami baru saja pindah dan merasa agak kesepian. Saya harus meninggalkan pekerjaan saya karena biaya pengasuhan anak terlalu mahal, dan saya memilih untuk tinggal di rumah. Saat saya menjalani peran sebagai ibu, saya mulai mengunggah di TikTok," ungkapnya.
Setelah bergabung dengan kelompok ibu-ibu, Abby menyadari pengalaman itu bukan tentang menumbuhkan komunitas dan hubungan lewat pengalaman bersama, tetapi lebih kepada memberikan penilaian yang keras.
Baca juga : Orangtua Diminta Beri Panduan Bermedia Sosial untuk Anak
“Saya ingat ketika saya pertama kali hamil anak perempuan tahun 2020, saya bergabung dengan sebuah kelompok kehamilan, itu adalah salah satu kelompok tentang tanggal jatuh tempo, dan saya melihat banyak hal aneh di sana,” pungkas Abby.
Beberapa hal yang disaksikan Abby di grup tersebut menginspirasinya untuk membuat video parodi tentang mereka. Dalam salah satu video parodi, Abby membacakan postingan dari seorang ibu yang memperkenalkan dirinya kepada komunitas digital dengan membagikan foto sedang memegang es kopi.
"Maaf, tapi saya tidak bisa menghabiskan US$7 untuk satu kopi. Uang tambahan yang saya miliki selalu diberikan kepada anak-anak saya," salah satu komentar dalam postingan itu.
Baca juga : Strategi Memastikan Keamanan Anak dalam Penggunaan Media Sosial
Abby melanjutkan, ia memerankan rekan-rekan yang memberikan pendapat mereka tentang segala hal, mulai dari penempatan kursi mobil, kebersihan mobil, hingga kandungan kalori dalam es kopi.
"Banyak hal yang saya buat bersifat satir, berlebihan, tetapi saya mencampurnya dengan sedikit kebenaran," tutur Abby tentang pendekatannya dalam membuat video ini.
Dalam video parodi grup ibu-ibu Facebook lainnya, Abby berpura-pura menjadi seorang ibu yang berbagi ide camilan balita dengan anggota grup lainnya.
“Mama, saya mengatakan ini sebagai sesama mama. Saya perlu memberi tahu Anda bahwa sebenarnya ada pewarna merah 40 dalam camilan buah dan mungkin akan menularkan ADHD pada anak Anda,” komentar salah satu anggota kelompok.
"Terima kasih telah mempermalukan kami para orang tua yang tidak punya waktu untuk membuat camilan yang penuh perhatian ini untuk anak-anak kami. Terima kasih telah mengingatkan kami bahwa Anda merasa lebih baik dari kami semua. Bagaimana kalau Anda berhenti menggunakan internet, berhenti membuang-buang waktu, dan menjalani hidup dengan lebih baik?" komentar yang lain.
Video-video lucu ini mengandung keseimbangan yang hebat antara berlebihan dan jujur, mengolok-olok hal konyol yang dikatakan orang kepada orangtua secara daring. Namun, tidak semuanya lucu. Video-video seperti ini menunjukkan betapa sedikitnya ruang aman yang dimiliki orangtua, terutama ibu.
Mengasuh anak itu sulit dan bisa terasa sangat mengisolasi. Ketika salah satu orang tua bergabung dengan kelompok ini, mereka tidak mengharapkan rasa malu yang sebesar ini, mereka mengharapkan tempat yang bebas penghakiman untuk berbicara dengan orangtua lain tentang pengalaman yang mengubah hidup dalam membesarkan manusia.
Terlepas dari apa yang ia lihat secara daring, Abby tetap percaya komunitas digital yang positif dan suportif bagi para orangtua ada di luar sana, terutama kelompok ibu-ibu di Facebook.
“Orang-orang dapat mengajukan pertanyaan apa pun, tidak ada penghakiman. Satu-satunya saat saya melihat banyak hal negatif adalah dalam kelompok-kelompok besar ini.”
Menurut Abby, di grup Facebook lokal atau kota kecil, kemungkinan Anda bertemu langsung dengan orangtua lain dari grup yang sama di suatu waktu. Di sisi lain, banyak ruang daring menawarkan orang-orang kedok anonimitas, yang membuat beberapa orang merasa berdaya untuk mengatakan beberapa hal yang sangat menyakitkan dan menggelikan.
“Orang-orang akan berada di balik layar dan bersikap jahat. Tidak akan ada yang mendatangi saya dan berkata 'Menurutku kamu ibu yang buruk' di depan saya. Namun, jika Anda berada di balik layar, Anda tidak melihat rasa sakit dan keterkejutan di wajah saya. Itu tidak terlalu personal," lanjut Abby.
Meski video-video ini jelas-jelas parodi, berhasil menyoroti perlunya mengurangi penghakiman dan meningkatkan empati di ruang aman daring bagi orangtua. (Parents/Z-3)
Kegiatan ini menghadirkan talkshow yang mengupas perspektif medis serta psikologis tentang vitiligo, sekaligus memberikan ruang aman bagi para penyintas untuk saling berbagi cerita.
Dari ketinggian 1.277 mdpl, peserta menikmati cita rasa kopi lokal sembari menyelami upaya pemberdayaan masyarakat yang tumbuh di kaki Gunung Rinjani.
Stuntinghub merupakan platform digital untuk membantu dalam melakukan pencatatan, pemantauan, dan pelaporan pertumbuhan anak secara berkala.
Malam penutupan menampilkan dua film IMAX yang diproduksi di Indonesia: UNDER THE SEA karya Howard Hall (AS, Kanada) dan BORN TO BE WILD karya David Lickley (AS)
Di Bali, dengan kolaborasi antara Padma Resort Ubud dan Padma Resort Legian, acara ini mendedikasikan seluruh penghasilan lebih dari Rp100 juta dan memberikan manfaat bagi 102 siswa SDN 2 Puhu.
Selain atmosfernya yang menarik, Social Garden juga terkenal dengan koktail yang disajikan dengan keahlian.
Peringatan Hari Anak Nasional merupakan bentuk nyata dari penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak anak sebagai generasi penerus bangsa yang memiliki peran strategis.
Pengawasan orangtua kepada anak saat mengakses gadget dibutuhkan agar anak bisa memahami batasan akses ke jenis-jenis konten yang sesuai untuk usia mereka.
Stimulasi sensorik sendiri melibatkan penggunaan panca indra anak mulai dari penglihatan hingga sentuhan sehingga anak bisa memahami dan berinteraksi dengan lingkungannya.
Anak yang terpapar lagu-lagu dari lingkungannya perlu bimbingan orangtua untuk mengarahkan referensi musik yang lebih sesuai kepada anak dan menikmatinya bersama.
Kesulitan meregulasi emosi dan impulsivitas bisa menjadi salah satu faktor seorang anak dalam kenakalan yang akhirnya berujung pada tindak kriminal.
Tinggi badan anak dari keluarga perokok lebih pendek 0,34 cm dibanding anak dari keluarga tidak merokok.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved