Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
PSIKOLOG anak dan keluarga dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Sani Budiantini Hermawan mengingatkan bahwa kemampuan anak dalam mengendarai sepeda, khususnya sepeda listrik, dan kesiapan mentalnya menjadi hal utama yang tidak bisa dianggap remeh.
Terlebih, penggunaan sepeda listrik oleh anak-anak sebagai alat transportasi untuk pergi dan pulang sekolah kini semakin marak.
Namun, di balik kemudahan dan efisiensi yang ditawarkan, terdapat hal yang perlu dipertimbangkan, terutama terkait kesiapan mental anak.
Baca juga : Amankan Membiarkan Anak Bermain Sepeda Listrik?
"Kita harus pantau keterampilan mereka supaya mahir dalam menggunakan rem, mengarahkan setang, dan kemudian spontanitas, ketika ada sesuatu yang terjadi di jalanan juga dia bisa mengantisipasi dengan baik. Sehingga, tidak bisa instan," kata Sani, dikutip Selasa (17/9).
Selain kemampuan anak, kondisi jalan juga harus diperhitungkan. Menurutnya, tidak semua jalur yang dilalui oleh anak-anak menuju sekolah
aman untuk sepeda listrik, sehingga orangtua perlu melakukan survei terhadap rute yang dilalui anak sehari-hari.
Faktor jarak juga menjadi bahan pertimbangan, apabila jarak dari rumah ke sekolah terlalu jauh, anak bisa merasa lelah di tengah perjalanan, dan ini dapat meningkatkan risiko kecelakaan karena kelelahan memengaruhi kemampuan mereka untuk tetap fokus dan responsif terhadap lingkungan sekitar.
Baca juga : Sepeda Listrik Dipertanyakan Keamanannya, Ini yang Perlu Diketahui Orangtua
Salah satu hal yang sering kali diabaikan adalah kesiapan mental anak. Karena, menurut Sani, usia tidak selalu menjadi indikator bahwa anak sudah matang secara mental untuk menghadapi risiko berkendara di jalan raya.
"Tentunya apakah anak taat dalam bersepeda, mengingat sepeda itu sudah di dalam jalanan umum yang tadi ada faktor bahaya, risiko, kepadatan, dan kemudian pengendara transportasi lain itu juga perlu diperhitungkan jangan sampai anak juga belum mahir, belum paham aturan, akhirnya membahayakan diri atau orang lain," ungkapnya
Sani juga mengingatkan orangtua harus bertanya kepada anak apakah mereka merasa nyaman menggunakan sepeda listrik sebagai alat transportasi ke sekolah.
Baca juga : Ini yang Terjadi pada Anak Ketika Orangtua Terlalu Sering Menggunakan Ponsel
Meski begitu, ia pun meminta agar orangtua tetap waspada terhadap stres yang mungkin dialami anak selama di jalan, karena stres bisa timbul jika anak sering terlambat dan akhirnya berkendara sembrono, atau karena mereka belum sepenuhnya mahir dan tidak paham aturan.
Hal tersebut, dapat berdampak negatif, termasuk kecelakaan atau gangguan pada kinerja anak di sekolah.
Oleh karena itu, selain keterampilan dan kesiapan mental, kenyamanan anak juga menjadi faktor penting yang harus dipertimbangkan sebelum memutuskan penggunaan sepeda listrik untuk perjalanan ke sekolah. (Ant/Z-1)
Studi menunjukkan semakin banyak waktu yang dihabiskan remaja di media sosial, semakin besar kemungkinan mereka mengalami perundungan terkait berat badan.
Hasil survei baru menunjukkan banyak orangtua merasa stres saat menghadapi waktu makan anak-anak mereka.
Survei Ohio State University Wexner Medical Center menemukan sekitar 66% dari 1.005 orangtua merasa tuntutan menjadi orangtua membuat mereka merasa kesepian.
Untuk mencegah perilaku tantrum pada anak, perlu diterapkan komunikasi yang baik sejak dini dan orangtua harus menjadi contoh yang baik pada anak.
Yuks mengenal lebih dekat apa itu helicopter parenting dan dampaknya.
alah satu alasan anak mengalami tantrum yakni kesulitan mengekspresikan keinginannya
Sebelum membiarkan anak bermain sepeda listrik, berikut beberapa tips keamanan yang sebaiknya awasi oleh orangtua.
Skuter listrik siap meramaikan Jakarta dan sekitarnya, tapi pengemudi ojol merasa terancam kehilangan pendapatan.
Keluarga dan teman-teman korban tabrak lari menuntut keadilan terhadap kasus tabrak lari menyebabkan dua orang pengendara Grab Wheels tewas. Polisi hanya mewajibkan penabrak wajib lapor.
Peraturan itu ditetapkan Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, pada 16 Juni 2020 dan diundangkan pada 22 Juni 2020.
Adapun syarat penggunanya dibatasi dengan usia. Dengan minimal usia 12 tahun. Selain itu, tidak diperbolehkan mengangkut orang lainnya.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved