Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
SAAT anak mengalami kejang-kejang, sebaiknya orangtua tidak terburu-buru menyimpulkan bahwa anak terkena epilepsi. Dokter spesialis anak Irawan Mangunatmadja mengatakan ada perbedaan antara kejang yang menandakan epilepsi dan kejang bukan epilepsi.
Epilepsi merupakan gangguan sistem saraf pusat akibat pola aktivitas listrik yang berlebihan di otak. Epilepsi lebih dikenal masyarakat dengan sebutan penyakit ayan. Epilepsi pada anak bisa karena kerusakan otak akibat sang ibu yang terinfeksi, kekurangan oksigen atau mengalami gizi buruk.
Kata Irawan, kejang yang disebabkan epilepsi ditandai dengan gerakan seluruh tubuh, gerakan bola mata dan wajah ke satu sisi. Selain itu, ia juga mengatakan kejang pada epilepsi terjadi berulang.
Baca juga : Ini yang Harus Dilakukan Jika Anak Mengalami Obesitas
“Kita bisa membedakan gerakan kejang-kejang, yaitu dari gerak bola matanya. Kalau ada gerakan seluruh tubuh dan gerakan bola mata ke satu sisi, mungkin saja itu terkena epilepsi,� kata Dokter Spesialis Anak, Irawan Mangunatmadja, dalam Instagram Live RSCM Kencana, Jumat (25/3).
Ia menjelaskan, kejang epilepsi terjadi berulang selama beberapa detik sampai menit. Kejang yang dialami anak juga harus dipastikan dengan ciri-ciri yang sama. Jika kejang berlangsung lama, lebih dari hitungan menit bisa dipastikan bukan epilepsi.
Irawan menuturkan ada ciri yang khas dari anak yang terkena epilepsi. Orangtua bisa memperhatikan saat anak sedang bermain. Apabila anak yang sedang asyik bermain lalu tiba-tiba termenung, berhenti sejenak kurang lebih selama 20 detik dengan bola mata yang disebutkan tadi, dan itu terjadi berulang, Irawan menyarankan untuk segera konsultasikan ke dokter untuk memastikan apakah anak terkena epilepsi.
Baca juga : Mengenal Penyakit Parkinson: Harapan dan Tatalaksana di Masa Depan
Anak dengan gangguan perkembangan otak akan lebih rentan. Harapan kesembuhannya hanya 20% jika dibandingkan dengan anak yang terkena epilepsi tanpa gangguan perkembangan otak.
"Jadi, kalau perkembangan anak itu normal, harusnya dia bisa tumbuh sempurna. Sekitar 70-80% dia bisa tumbuh sempurna dan sembuh. Namun, kalau dia ada gangguan, ya itu yang 20% itu. Anak harus memerlukan pengobatan yang jangka waktunya lebih panjang dan menggunakan beberapa jenis obat," jelas Irawan.
Ia juga menjelaskan, mitos terkait penanganan epilepsi seperti memasukkan kopi ke mulut anak, masukkan sendok, mengguncang tubuh anak, tidak ada rujukan dari medis. (H-2)
AIPKI bersama para pimpinan fakultas kedokteran dari seluruh Indonesia sepakat mendukung penuh harapan Presiden untuk menambah tenaga dokter dan tenaga Kesehatan.
ARTIS Korea Selatan, Kang Seo Ha, meninggal dunia di usia 31 tahun karena berjuang melawan kanker lambung yang diketahui sudah stadium 4.
Pendidikan kedokteran bukan hanya tentang meraih gelar akademik, tetapi juga membentuk jati diri sebagai pelayan kesehatan yang berintegritas.
Adapun gejala yang patut diwaspadai meliputi sesak napas, nyeri dada di bagian tengah yang menjalar, serta jantung berdebar secara tidak normal.
Pada EMT ke-2 BSMI untuk Gaza ini, BSMI mengirim pakar stem cell dan penyembuhan luka Prof Dr dr Basuki Supartono SpOT FICS MARS.
Sidang digelar di Ruang Kartika dilakukan secara tertutup sebagai perkara tindak pidana kekerasan seksual.
Seorang ayah melakukan kekerasan kepada anak usai viral kedapatan tengah melakukan perilaku yang tidak sepatutnya dilakukan.
Peringatan Hari Anak Nasional merupakan bentuk nyata dari penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak anak sebagai generasi penerus bangsa yang memiliki peran strategis.
Pengawasan orangtua kepada anak saat mengakses gadget dibutuhkan agar anak bisa memahami batasan akses ke jenis-jenis konten yang sesuai untuk usia mereka.
Stimulasi sensorik sendiri melibatkan penggunaan panca indra anak mulai dari penglihatan hingga sentuhan sehingga anak bisa memahami dan berinteraksi dengan lingkungannya.
Ternyata kebiasaan mengakses gadget ini malah membuat pola makan anak menjadi tidak teratur, anak cenderung tidak menyadari rasa lapar.
Anak yang terpapar lagu-lagu dari lingkungannya perlu bimbingan orangtua untuk mengarahkan referensi musik yang lebih sesuai kepada anak dan menikmatinya bersama.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved