Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
TEKNIK distraksi diklaim bisa digunakan seseorang untuk mengontrol emosinya agar tidak menimbulkan bahaya bagi dirinya maupun orang lain. Hal ini diungkapkan oleh psikiater dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) dr. Gina Anindyajati, SpKJ.
"Kita bisa menggunakan teknik distraksi untuk mengurangi intensitas emosi, kemudian baru memikirkan tindak lanjut yang sesuai dengan masalah yang dihadapi," kata Gina seperti dikutip dari Antara, Sabtu (11/5).
Gina menjelaskan bahwa seseorang yang sehat secara mental adalah orang yang mampu merasakan dan merespons emosinya dengan tepat. Oleh karena itu, setiap individu perlu belajar mengatur emosinya agar tidak merugikan dirinya sendiri maupun orang lain.
Baca juga : Ini yang Harus Dilakukan untuk Tekan Gesekan TNI dan Polri
Dia menguraikan bahwa teknik distraksi sering dilakukan dengan mengganti atau mengalihkan dorongan untuk melepaskan emosi dengan cara yang lebih aman. Saat seseorang mengalihkan dorongan tersebut, emosi bisa dialirkan melalui cara yang lebih adaptif seperti mendengarkan musik, bermain dengan hewan peliharaan, berjalan-jalan, berolahraga, memasak, dan lainnya.
Setelah melakukan aktivitas tersebut, diharapkan seseorang akan lebih rileks dan mampu mengelola perasaannya dengan lebih jernih. Selain itu, ada juga metode lain yaitu melalui penguatan, di mana seseorang melakukan tindakan yang bertentangan dengan dorongan yang dirasakannya.
Contohnya, saat merasa marah, seseorang yang ingin sekali mendekati objek kemarahannya harus memaksa diri untuk menundanya. "Misalnya, tunggu sepuluh menit sebelum bisa mendekat. Dengan demikian, diharapkan ada kesempatan bagi individu untuk berpikir terlebih dahulu," ujarnya.
Baca juga : Marak Tawuran, Pengamat Sosial: Kondisi Emosional Remaja Cenderung Masih Tinggi
Lebih lanjut, Gina menyampaikan bahwa wajar jika seseorang merasa tertekan dan tidak nyaman saat menghadapi masalah. Namun, setiap individu perlu belajar mengidentifikasi emosi yang muncul, merasakannya, dan mengolahnya.
Menurut Gina, emosi yang tidak menyenangkan seperti sedih, khawatir, takut, atau marah seringkali membuat seseorang bereaksi secara impulsif dan ingin segera menyingkirkannya. Hal pertama yang bisa dilakukan adalah menyadari adanya emosi yang dirasakan, kemudian mengambil waktu sejenak untuk menenangkan diri dan berpikir, baru kemudian membuat keputusan berikutnya.
"Bantuan profesional diperlukan ketika emosi sulit diatur, meledak, atau berlarut-larut, dan mengganggu aktivitas sehari-hari bahkan bisa membahayakan diri sendiri atau orang lain," tambahnya. (Ant/Z-10)
Kita bisa memakai teknik distraksi untuk menurunkan intensitas emosi, setelah itu baru berpikir mengenai tindak lanjut yang proporsional sesuai masalah yang dihadapi.
Kondisi remaja dan anak sekarang dengan gadget/gawai, mereka banyak bersosialisasi sendiri, merasa aktif sendiri, dan tidak bisa menerima lingkungannya dengan baik.
Lansia yang sudah mengalami penurunan fungsi kognitif yang bisa mendadak jadi kekanakan.
Faktor yang memengaruhi kesehatan mental antara lain genetik, pengalaman traumatis, stres, tekanan hidup, isolasi sosial, ketidaksetaraan sosial-ekonomi, dan sebagainya.
POLDA Metro Jaya akan melibatkan psikiater dan psikolog menangani trauma yang dialami korban sekaligus tersangka kasus KDRT di Depok, Jawa Barat, Putri Balqis.
TERSANGKA kasus produksi film porno, Francisca Candra Novitasari atau Siskaeee, telah selesai menjalani pemeriksaan kejiwaan di Biddokkes Polda Metro Jaya pada Kamis (1/2).
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved