Diskusi KAMMI Jabar Simpulkan Kecurangan yang sudah Terjadi Mengancam Pilpres 2024

Sugeng Sumariyadi
04/2/2024 19:00
Diskusi KAMMI Jabar Simpulkan Kecurangan yang sudah Terjadi Mengancam Pilpres 2024
Peserta dan pembicara diskusi politik yang digelar KAMMI Jawa Barat di Bandung(DOK/KAMMI JAWA BARAT)

TANDA-tanda terjadinya kecurangan menjelang pemilihan presiden 2024 sudah dapat dilihat. Kondisi ini jika dibiarkan akan menyebabkan rusaknya demokrasi yang telah dibangun dengan susah payah.

Pernyataan itu merupakan rangkuman hasil diskusi yang digelar Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Jawa Barat, di Ganesha Cafe, Kota Bandung. Diskusi diisi oleh sejumlah narasumber, di antaranya Guru Besar Ilmu Politik Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Prof Cecep Darmawan, Ketua KAMMI Jawa Barat Agung Munandar dan Ketua Pemuda ICMI Jawa Barat Jalu Priambodo.

Cecep Darmawan mengatakan dalam aspek kenegaraan, banyak hal yang dijalankan melalui penegakan etika sebelum penerapan hukum. Meskipun tidak melanggar secara formil, namun kecurangan pemilu sebenarnya tetap dapat terjadi.

Baca juga : Cawe-cawe di Pemilu, Jokowi Didesak Mundur Sebagai Presiden

“Pelanggaran pemilu mencakup tindak pidana pemilu, pelanggaran administratif pemilu, dan pelanggaran kode etik pemilu. Kecurangan tidak hanya terjadi pada saat ketiga hal tersebut dilakukan. Ketika niatan curang sudah terlihat dan upaya menjalankan hal tersebut sudah ada, maka kecurangan dapat dikatakan sudah terjadi meski belum memenuhi unsur pelanggaran secara formil,” ujarnya.
 
Cecep mencontohkan bagaimana terlanggarnya prinsip etika yang terjadi di Mahkamah Konstitusi. Dia juga menyorot lemahnya komitmen netralitas dan independensi dari Presiden RI hingga pejabat negara.

“Indonesia pada dasarnya menganut common law ketika nilai, etika, dan hukum adat diakui negara,” tegasnya.

Menurut dia, netralitas dan independensi merupakan prinsip etika yang harus dijunjung tinggi Presiden. Hal ini akan menentukan legitimasi hasil pemilihan umum dan menentukan tingkat kepercayaan terhadap penyelenggaraan pemilu.
 
Cecep juga mengatakan, upaya politisasi bansos untuk kepentingan kampanye adalah perbuatan korup dan tidak beretika. “Bansos itu merupakan bentuk intervensi negara yang sah saja, tapi upaya politisasi bansos sebagai pemberian untuk mendukung calon tertentu jelas merupakan tindakan korup dan tidak beretika."

Baca juga : Imigrasi Entikong Periksa Seorang WNA Tercatat dalam DPT dalam Pemilu 2024


Bantuan sosial


Sementara itu, Ketua Pemuda Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jawa Barat, Jalu Priambodo mengatakan masyarakat Indonesia secara umum memiliki kelemahan dalam aspek budaya politik, sehingga rentan akan bentuk-bentuk pengerahan dukungan dengan iming-iming bantuan.

Dia memaparkan laporan Indeks Demokrasi Economist Intelligence Unit (EIU) 2022 yang dipublikasikan pada 2023 menyebutkan skor budaya politik Indonesia berada pada angka 4,38 poin. Aspek inilah yang menyebabkan skor total Indeks Demokrasi Indonesia tertahan di 6,71 meski sudah menyelenggarakan pemilu dengan partisipasi politik yang tinggi.

Baca juga : Indikasi Kecurangan Menguat, Publik Bergerak Kawal Pemilu

“Rendahnya budaya politik menunjukkan bahwa masyarakat kita tidak kritis dalam mengambil keputusan politik. Akibatnya, mereka mudah terbawa arus dukungan hanya karena aspek emosional maupun imbalan bantuan,” terangnya.

Jalu menyimpulkan bahwa upaya rekayasa dalam aspek ini dapat secara langsung mempengaruhi hasil pemilihan umum. “Kecurangan sangat mungkin dilakukan dengan memanfaatkan budaya politik rendah melalui politisasi bantuan sosial maupun pengerahan dukungan dari aparat."

Masyaraka, menurut dia,  diarahkan untuk tidak melihat gagasan maupun rekam jejak kandidat, sehingga membuat demokrasi kita tidak berkualitas. Upaya memenangkan pemilihan seperti ini biasanya diikuti juga upaya mempertahankan kekuasaan dengan cara serupa di masa mendatang.

Baca juga : Timnas AMIN Ungkap Dugaan Kecurangan Pemilu Berbau Korupsi Kian Masif

Dalam kesempatan yang sama, Agung Munandar, Ketua KAMMI Jawa Barat, memaparkan temuan pelanggaran kampanye yang dilakukan selama pemilihan umum. Pihaknya telah melakukan laporan terhadap pelanggaran yang terjadi ke Bawaslu.

“KAMMI menyoroti netralitas ASN dan ada yang sudah dilaporkan. Kami juga mengkritisi penyaluran bantuan sosial yang berlebihan jelang Pemilu. Angka bansos yang diturunkan pemerintah sebesar Rp468 triliun, jauh lebih besar dibandingkan saat pandemi. Apalagi diturunkan di tengah kontestasi pemilu yang rawan dipolitisasi,” katanya.
 
Ketua Departemen Advokasi PP KAMMI, Hadiyan Rasyadi menyoroti adanya upaya intimidasi yang dilakukan aparat terhadap mereka yang berupaya melaporkan adanya pelanggaran Pemilu. Kasus tersebut menimpa pengurus PP KAMMI dan saat ini tengah diusut oleh pihak kepolisian.

Baca juga : Timnas AMIN Keliling Jateng Konsolidasi Pencegahan Kecurangan



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Sugeng
Berita Lainnya

Bisnis

Wisata
Kuliner