Headline

Bansos harus menjadi pilihan terakhir.

Netanyahu Ingin Kuasai Seluruh Gaza, Picu Kekhawatiran Global dan Perpecahan Internal

Thalatie K Yani
08/8/2025 05:07
Netanyahu Ingin Kuasai Seluruh Gaza, Picu Kekhawatiran Global dan Perpecahan Internal
PM Israel Benjamin Netanyahu menyatakan Israel berniat mengambil alih kendali penuh atas Jalur Gaza.(Media Sosial X)

PERDANA Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan Israel berniat mengambil alih kendali penuh atas Jalur Gaza. Sebuah langkah kontroversial yang menuai kecaman internasional dan memicu perbedaan pendapat di dalam pemerintahan dan militer Israel sendiri.

Pernyataan tersebut disampaikan Netanyahu dalam wawancara eksklusif dengan Fox News, menjelang pertemuan penting kabinet keamanan yang membahas rencana pengambilalihan total wilayah Gaza. Ia menyebut langkah ini penting demi "menjamin keamanan Israel, menyingkirkan Hamas, serta menyerahkan Gaza kepada pemerintahan sipil yang bukan bagian dari Hamas atau pihak yang mengancam eksistensi Israel."

Namun, kelompok Hamas memperingatkan rencana tersebut menandakan Netanyahu siap mengorbankan para sandera Israel demi ambisi pribadinya. Hamas juga menuduh Netanyahu terus menjalankan “genosida dan pemindahan paksa” terhadap rakyat Palestina, serta menyabotase proses negosiasi gencatan senjata.

Respons Dunia Internasional: "Bencana Kemanusiaan"

PBB dan berbagai negara menyuarakan kekhawatiran mendalam atas rencana tersebut. Duta Besar Inggris untuk Israel menyebutnya sebagai "kesalahan besar", sementara pejabat tinggi PBB memperingatkan bahwa operasi militer penuh di Gaza berpotensi membawa “konsekuensi bencana” bagi warga sipil Palestina dan para sandera.

Meski demikian, Duta Besar AS Mike Huckabee menyatakan keputusan sepenuhnya ada di tangan Israel. Dalam wawancara dengan CBS, ia menegaskan warga Palestina “tidak boleh dipaksa keluar” dari wilayah mereka.

Strategi Netanyahu: Operasi Bertahap

Media Israel melaporkan pengambilalihan Gaza akan dilakukan secara bertahap, dimulai dari penguasaan penuh atas Kota Gaza dan relokasi sekitar satu juta penduduknya ke wilayah selatan. Pasukan juga akan menyasar kamp-kamp pengungsi dan area yang diduga menjadi lokasi para sandera.

Operasi lanjutan direncanakan berlangsung beberapa pekan kemudian, bersamaan dengan peningkatan distribusi bantuan kemanusiaan melalui Gaza Humanitarian Foundation (GHF), sebuah lembaga bantuan yang didukung Israel dan AS.

Namun, GHF mendapat kritik tajam dari PBB dan lembaga kemanusiaan, termasuk Médecins Sans Frontières (MSF), yang menilai operasinya kacau dan membahayakan nyawa warga. Sejak beroperasi pada Mei, ratusan warga dilaporkan tewas di sekitar lokasi distribusi bantuan. Meski Hamas menuduh tentara Israel sebagai pelaku, militer Israel membantah menargetkan warga sipil dan menyebut hanya melepaskan tembakan peringatan saat terjadi kericuhan.

Kekhawatiran Tentara dan Keluarga Sandera

Kepala Staf Militer Israel, Eyal Zamir, dilaporkan menentang rencana Netanyahu. Dalam pertemuan dengan perdana menteri, ia memperingatkan pendudukan penuh bisa membuat pasukan Israel terjebak dan membahayakan para sandera. Zamir mengusulkan strategi alternatif berupa pengepungan wilayah sisa yang dikuasai Hamas.

Meski ada penolakan dari sejumlah pejabat militer dan menteri, media lokal memperkirakan kabinet keamanan akan tetap menyetujui rencana Netanyahu.

Sementara itu, keluarga para sandera menyatakan kekhawatiran besar bahwa operasi ini bisa memicu eksekusi para tawanan oleh Hamas.

Krisis Kemanusiaan Akut

Kondisi di Gaza terus memburuk. Menurut WHO, Juli 2025 merupakan bulan terburuk dalam hal kasus malnutrisi akut anak-anak, dengan hampir 12.000 balita terdampak. PBB memperingatkan bahwa sebagian besar wilayah Gaza kini berada di ambang kelaparan, diperparah oleh pembatasan masuknya barang dan bantuan Israel. (BBC/Z-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani
Berita Lainnya