Headline
Pansus belum pastikan potensi pemakzulan bupati.
PENGADILAN Internasional (International Court of Justice/ICJ) mengeluarkan putusan penting yang membuka peluang bagi negara-negara untuk saling menggugat terkait dampak perubahan iklim, termasuk emisi gas rumah kaca historis yang memicu pemanasan global.
Meski bersifat tidak mengikat, para ahli hukum menilai putusan ini berpotensi membawa konsekuensi luas. Negara-negara yang rentan terhadap perubahan iklim menganggapnya sebagai kemenangan besar, setelah lama frustrasi dengan lambatnya kemajuan global dalam mengatasi krisis iklim.
Kasus ini pertama kali digagas pada 2019 oleh sekelompok mahasiswa hukum dari negara-negara kepulauan Pasifik yang berada di garis depan krisis iklim. Salah satunya, Siosiua Veikune dari Tonga, hadir langsung di Den Haag mendengarkan putusan ini.
“Saya kehabisan kata-kata. Ini kemenangan yang akan kami bawa pulang dengan bangga,” ujarnya.
Flora Vano dari Vanuatu menambahkan, “ICJ telah mengakui penderitaan, ketahanan, dan hak kami atas masa depan. Ini kemenangan bagi semua komunitas yang berjuang agar didengar.”
Hakim Iwasawa Yuji menegaskan, negara yang gagal menyusun rencana ambisius untuk mengatasi perubahan iklim berarti melanggar komitmen mereka dalam Perjanjian Paris 2015.
Ia juga menekankan, hukum internasional yang lebih luas tetap berlaku. Artinya, negara yang bukan pihak Perjanjian Paris, tetap memiliki kewajiban melindungi lingkungan, termasuk sistem iklim global.
Putusan ini membuka peluang bagi negara berkembang untuk menuntut ganti rugi atas kerusakan yang ditimbulkan perubahan iklim, seperti infrastruktur yang hancur atau wilayah yang tak lagi bisa dipulihkan.
Namun, untuk klaim terkait peristiwa cuaca ekstrem tertentu, masih perlu pembuktian bahwa penyebabnya adalah perubahan iklim. “Ini kemenangan besar bagi negara-negara rentan,” kata Stephanie Robinson, pengacara yang mewakili Kepulauan Marshall.
Kajian sebelumnya memperkirakan kerugian akibat perubahan iklim mencapai US$2,8 triliun antara 2000–2019, atau setara US$16 juta per jam.
Kepulauan Marshall sendiri memperkirakan biaya adaptasi mencapai US$9 miliar, jumlah yang mustahil mereka tanggung sendiri.
ICJ juga menegaskan pemerintah bertanggung jawab atas dampak iklim dari perusahaan yang beroperasi di wilayahnya. Subsidi bahan bakar fosil atau persetujuan proyek minyak dan gas baru dapat dianggap melanggar kewajiban negara.
Negara berkembang kini mempertimbangkan langkah hukum lebih lanjut terhadap negara kaya yang historisnya menjadi penghasil emisi terbesar, dengan mengacu pada pendapat ICJ ini.
Namun, ada batasan: gugatan langsung ke ICJ hanya bisa ditujukan pada negara yang mengakui yurisdiksinya, seperti Inggris, tetapi tidak Amerika Serikat atau China. Alternatifnya, kasus bisa dibawa ke pengadilan lain, termasuk pengadilan nasional.
Meski keputusan ICJ sering diikuti negara, seperti saat Inggris menyerahkan Kepulauan Chagos ke Mauritius, putusan ini tetap bergantung pada komitmen politik.
“ICJ tidak punya kekuatan paksa. Semua tergantung pada kemauan negara untuk mematuhi,” kata Harj Narulla, pengacara iklim dari Doughty Street Chambers.
Sementara itu, juru bicara Gedung Putih menegaskan bahwa pemerintahan Presiden Trump akan tetap memprioritaskan kepentingan rakyat Amerika. (BBC/Z-2)
SERANGAN Hamas terhadap Israel, 7 Oktober 2023, membangkitkan simpati internasional, khususnya sekutu Israel, terhadap pemerintahan esktrem kanan Israel.
Brasil berencana bergabung dengan Afrika Selatan untuk menggugat Israel melakukan genosida di Gaza.
Mahkamah Internasional membuka sidang penting mengenai dugaan pelanggaran Israel terhadap kewajiban kemanusiaan di Palestina.
Pengadilan distrik Den Haag pada Jumat (13/12), menekankan bahwa negara memiliki kelonggaran dalam kebijakannya dan pengadilan tidak boleh terburu-buru untuk turun tangan.
AFRIKA Selatan mengajukan bukti genosida yang dilakukan oleh Israel di Jalur Gaza ke Mahkamah Internasional.
Studi terbaru mengungkap populasi burung tropis turun hingga 38% sejak 1950 akibat panas ekstrem dan pemanasan global.
Dengan cara mengurangi emisi gas rumah kaca, beradaptasi perubahan iklim, dan mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.
Perubahan iklim ditandai dengan naiknya suhu rata-rata, pola hujan tidak menentu, serta kelembaban tinggi memicu ledakan populasi hama seperti Helopeltis spp (serangga penghisap/kepik)
PEMERINTAH Indonesia menegaskan komitmennya dalam mempercepat mitigasi perubahan iklim melalui dukungan pendanaan dari Green Climate Fund (GCF).
Indonesia, dengan proposal bertajuk REDD+ Results-Based Payment (RBP) untuk Periode 2014-2016 telah menerima dana dari Green Climate Fund (GCF) sebesar US$103,8 juta.
Periset Pusat Riset Hortikultura BRIN Fahminuddin Agus menyatakan lahan gambut merupakan salah satu penyumbang emisi karbon terbesar, terutama jika tidak dikelola dengan baik.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved