Warga Druze Terobos Perbatasan Israel-Suriah demi Keluarga

Ferdian Ananda Majni
18/7/2025 13:21
Warga Druze Terobos Perbatasan Israel-Suriah demi Keluarga
Ilustrasi(AFP)

PADA Rabu (16/7) malam, Sham Hassoun, pemuda berusia 21 tahun asal Majdal Shams, nekat menyeberangi pagar perbatasan Israel-Suriah menuju Desa Hader di Suriah selatan. 

Dalam kegelapan, ia terjatuh dan mengalami cedera pergelangan kaki, namun tetap melanjutkan perjalanan untuk bertemu pamannya yang belum pernah ia temui. 

Keesokan paginya, Hassoun kembali ke Israel bersama pamannya, yang menggendong anaknya yang berusia 3 tahun dan membawa barang-barang dalam kantong plastik.

“Dia ingin tinggal di sini,” kata Hassoun seperti dikutip The Time of Israel, Jumat (18/7).

“Terlalu berbahaya di Suriah bagi Druze,” ujarnya.

Pada Kamis (17/7) pagi, suasana di sekitar pagar perbatasan dipenuhi harapan. 

Ratusan orang berkumpul di lokasi yang dulu dikenal sebagai “pagar teriakan” tempat keluarga dari kedua sisi biasa berkomunikasi sebelum era pesan teks. Polisi perbatasan berjaga di tengah kerumunan yang menunggu kerabat dari sisi lain.

Militer Israel mengonfirmasi bahwa sejumlah warga Druze dari Israel telah masuk ke wilayah Suriah, meski belum jelas nasib mereka ataupun warga Suriah yang menyeberang ke Israel.

Sehari sebelumnya, sekitar 1.000 warga Druze Israel menyeberangi perbatasan. Beberapa ingin bertemu kerabat, sementara lainnya, terutama pemuda, bergabung dengan warga Druze Suriah di Sweida yang tengah berkonflik. Sekitar 350 orang telah tewas dalam bentrokan antara milisi Druze dan kelompok Badui.

Pada Selasa, pemerintah Suriah mengerahkan pasukan ke Suwayda. Namun saksi menyebut pasukan itu justru berpihak pada Badui dan menyerang warga Druze. 

Masuk ke Suriah

Untuk mengevakuasi warga, pasukan IDF dan dua anggota parlemen Druze Israel yakni Afef Abed dari Likud dan Hamad Amar dari Yisrael Beytenu masuk ke Suriah.

Presiden sementara Suriah, Ahmed al-Sharaa, mengumumkan gencatan senjata, namun tidak mengurangi kemarahan warga Druze Israel. Beberapa menyebut Sharaa dengan nama samarannya, Abu Mohammad al-Julani.

“Al-Julani adalah seorang jihadis,” kata seorang pria Druze yang menyeberang bersama putranya. 

“Dia seorang muslim radikal. Dia membantai kaum Alawi, Kristen dan sekarang Druze," ujarnya.

Meski Sharaa mengaku ingin melindungi hak-hak minoritas, banyak yang tidak percaya. Pria tersebut mengatakan bahwa kehadirannya di Suriah adalah untuk mendesak Israel agar bertindak.

“Israel adalah satu-satunya tujuan kami. Kami ingin Amerika menghentikan pembunuhan itu. Kami ingin PBB melindungi Druze. Apa yang dilakukan pemerintah Suriah di Sweida sama dengan pembantaian Hamas pada 7 Oktober 2023,” katanya.

Kelompok kepercayaan mistik

Druze adalah kelompok kepercayaan mistik yang terpisah dari Islam Syiah sejak abad ke-11. 

Mereka kerap dianggap sesat oleh kelompok Islam Sunni radikal. Di Dataran Tinggi Golan, termasuk Majdal Shams dan tiga kota lainnya, keluarga Druze telah lama terpisah akibat konflik dan kehadiran zona penyangga yang dijaga PBB.

Majdal Shams sendiri menjadi saksi tragedi ketika serangan Hizbullah menewaskan 12 anak dan remaja pada 27 Juli 2024. Warga menyambut jatuhnya rezim Bashar al-Assad Desember lalu, berharap terbentuknya Suriah baru. Namun kenyataan berbeda.

Hingga kini, wilayah seperti Sweida masih dikuasai milisi Druze. Beberapa bersedia berintegrasi dengan pemerintahan baru, namun banyak yang tetap bersenjata, menolak masuknya pasukan pemerintah yang mereka anggap sebagai jihadis.

“Druze tidak akan meletakkan senjata mereka di Suriah,” ujar Dr. Yusri Hasran dari Universitas Ibrani di Yerusalem. 

“Mereka tidak akan membiarkan pasukan pemerintah berkumpul di wilayah mereka," ujarnya.

“Ini adalah model baru al-Qaeda. Tidak ada yang berubah,” lanjutnya. 

Dia juga menegaskan bahwa rezim Sharaa adalah bagian dari masalah, bukan solusi.

Terpisah 20 tahun

Di sisi lain, seorang pria Druze di perbatasan menceritakan bahwa ibu mertuanya yang berasal dari Suriah akhirnya bisa bertemu keluarganya setelah lebih dari 20 tahun. Dia menyeberang pada Rabu (16/7) malam dan berencana kembali ke Israel pada Kamis (17/7) sore.

Meski ia tidak mengenal langsung warga Israel Druze yang ikut bertempur, pria itu mengatakan mereka memahami bahwa Israel tidak akan langsung memulai pengeboman. 

Dia mengaku lega karena pemerintah Israel akhirnya bertindak untuk menghentikan kekerasan. (Fer/I-1)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Irvan Sihombing
Berita Lainnya