Headline
KPK akan telusuri pemerasan di Kemenaker sejak 2019.
PRESIDEN Donald Trump mengumumkan dua langkah baru untuk menekan Rusia agar mengakhiri perang di Ukraina. Dua langkah itu pengiriman senjata tambahan ke Kyiv dan ancaman sanksi dagang, jika perdamaian tak tercapai dalam 50 hari ke depan.
Kebijakan ini menandai perubahan besar dalam pendekatan Trump terhadap konflik tersebut. Sejak menjabat, Trump berusaha menjaga jarak dari perang Rusia-Ukraina. Namun kini, ia tampak frustrasi terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin.
"Saya rasa kita sudah hampir mencapai kesepakatan damai empat kali," ujar Trump di Gedung Oval. "Tapi semuanya terus gagal."
Dalam rencana barunya, Trump mengusulkan agar negara-negara Eropa membeli senjata dari Amerika Serikat dan kemudian meneruskannya ke Ukraina. Skema ini telah dibahas sejak Trump memenangkan pemilu tahun lalu, sebagai cara untuk mempertahankan bantuan militer AS meski Trump berkomitmen mengurangi keterlibatan langsung Amerika.
Trump mengumumkan rencana ini dalam pertemuan dengan Sekretaris Jenderal NATO, Mark Rutte, di Gedung Putih. Ia juga memperingatkan Rusia: jika dalam 50 hari tidak ada kesepakatan damai, maka akan diberlakukan tarif hingga 100 persen—termasuk sanksi sekunder bagi negara-negara yang membeli minyak Rusia, seperti India dan Tiongkok.
"Saya pakai perdagangan untuk banyak hal," kata Trump. "Dan itu sangat efektif untuk mengakhiri perang."
Menurut Duta Besar AS untuk NATO, Matt Whitaker, fokus awal pengiriman senjata adalah sistem pertahanan, terutama baterai rudal Patriot. Namun, ia tidak menutup kemungkinan dukungan senjata ofensif.
"Semua senjata bisa digunakan untuk menyerang maupun bertahan," ujar Whitaker.
Baterai Patriot sangat penting bagi Ukraina untuk menghadapi serangan rudal dan drone Rusia. Ukraina mengaku membutuhkan setidaknya 10 sistem baru guna melindungi wilayah perkotaan dan warganya dari serangan udara.
Pejabat AS menyebut strategi Trump memiliki beberapa tujuan:
Langkah ini juga dianggap sebagai peringatan langsung bagi Putin. Hubungan keduanya yang dulu hangat kini tampak memburuk. “Pembicaraan kami baik-baik saja, tapi malamnya rudal diluncurkan,” kata Trump. “Dia menipu Clinton, Bush, Obama, dan Biden—tapi tidak saya.”
Di sisi lain, Trump mengaku terkesan dengan semangat negara-negara Eropa yang kini lebih proaktif mendukung Ukraina. Negara-negara seperti Jerman, Finlandia, Denmark, Swedia, dan Norwegia disebut siap bergabung dalam pengiriman senjata.
Trump juga telah berbicara langsung dengan Kanselir Jerman Friedrich Merz dan Sekjen NATO Rutte untuk merinci teknis rencana tersebut. Rutte bahkan menyebut bahwa beberapa negara telah menyatakan minat untuk ikut terlibat.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, dalam pertemuan di KTT NATO bulan lalu, menyerahkan daftar kebutuhan militer kepada Trump dan para pemimpin lainnya. Beberapa permintaan sudah mendapat persetujuan dari Trump.
Meskipun sebagian besar perlengkapan militer bisa digantikan atau diproduksi ulang, rudal Patriot saat ini masih menjadi satu-satunya pelindung efektif bagi warga sipil dari serangan udara Rusia. Bagi tentara Ukraina, kekhawatiran utama saat ini bukan senjata untuk garis depan, tapi pertahanan udara untuk melindungi keluarga mereka di kota-kota. (CNN/Z-2)
Donald Trump mengatakan AS akan mengirim lebih banyak senjata ke Ukraina.
PRESIDEN terpilih Amerika Serikat Donald Trump kemungkinan tidak akan mengancam Israel dengan membatasi pengiriman senjata dan pendanaan militer.
Pada akhir 1990-an, dia menilai ada perbedaan antara percaya kepada Tuhan dan agama yang terorganisasi.
Harga bensin di Rusia tembus rekor tertinggi usai serangan drone Ukraina menghantam kilang minyak dan infrastruktur energi.
Bagi Putin, tidak ada alasan untuk mengalah.
Trump menilai akan lebih baik jika Putin dan Zelensky bertemu lebih dulu tanpa dirinya.
PRESIDEN AS Donald Trump menyinggung sejumlah isu penting terkait perundingan damai Ukraina-Rusia usai bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.
Donald Trump menilai Ukraina tidak seharusnya memulai perang dengan Rusia karena ketimpangan kekuatan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved