Headline

Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.

Fokus

Puncak gunung-gunung di Jawa Tengah menyimpan kekayaan dan keindahan alam yang luar biasa.

Idul Adha di Jalur Gaza, Darah Warga yang Tertumpah

Ferdian Ananda Majni
08/6/2025 20:00
Idul Adha di Jalur Gaza, Darah Warga yang Tertumpah
Warga Gaza mendirikan salat Idul Adha.(Dok Al-Jazeera)

SERANGAN udara Israel yang menghantam bangunan tempat tinggal di lingkungan Sabra, Kota Gaza, menewaskan sedikitnya 75 warga Palestina, termasuk perempuan dan anak-anak, pada Sabtu (7/6) atau hari kedua Idul Adha 1446 Hijriah.

Petugas penyelamat saat ini berupaya keras menemukan puluhan jenazah yang diyakini masih tertimbun reruntuhan. Juru bicara Pertahanan Sipil Palestina, Mahmoud Basel, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa serangan tersebut dilakukan tanpa peringatan apa pun. 

"Ini benar-benar pembantaian besar-besaran. Bangunan yang penuh dengan warga sipil," ujarnya. 

Dia menambahkan bahwa sekitar 85 orang diyakini masih terjebak di bawah puing-puing. Seorang pengungsi Palestina, Hamed Keheel, menceritakan kengerian yang dialaminya. 

"Kami terbangun karena serangan, kerusakan, teriakan, batu-batu menghantam kami," ujarnya. Ia menyesalkan bahwa serangan itu terjadi saat Idul Adha. 

"Alih-alih bangun untuk menghibur anak-anak kami dan mendandani mereka untuk menikmati Idul Adha, kami bangun untuk membawa tubuh perempuan dan anak-anak dari bawah reruntuhan," tambahnya.

Penduduk lain, Hassan Alkhor, menyebutkan bahwa bangunan tersebut milik keluarga Abu Sharia. "Semoga Tuhan meminta pertanggungjawaban pasukan Israel dan Perdana Menteri Israel Netanyahu," ucapnya.

Militer Israel menyatakan bahwa serangan tersebut menargetkan pejuang Palestina Asaad Abu Sharia yang merupakan pemimpin Brigade Mujahidin. 

Surat kabar Times of Israel mengutip pernyataan militer yang menyebut Abu Sharia terlibat dalam serangan Hamas pada 7 Oktober 2023. 

Hamas mengonfirmasi kematian Abu Sharia dan saudaranya, Ahmed Abu Sharia, serta menyebut serangan itu sebagai bagian dari serangkaian pembantaian brutal terhadap warga sipil.

Serangan di Lokasi Bantuan

Di Rafah, Gaza selatan, pasukan Israel dilaporkan menembak mati sedikitnya delapan warga Palestina yang sedang mengantre di dekat pusat distribusi bantuan Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF), yang didukung Amerika Serikat (AS). 

Insiden ini menambah jumlah korban jiwa dari aktivitas GHF menjadi 118 orang hanya dalam dua minggu terakhir.

Saksi mata, Samir Abu Hadid, mengatakan kepada AFP bahwa ribuan orang berkumpul di bundaran al-Alam. 

"Begitu beberapa orang mencoba maju ke pusat bantuan, (pasukan) Israel melepaskan tembakan dari kendaraan lapis baja, menembaki udara dan kemudian ke warga sipil," ujarnya.

"Dia mengatakan bahwa dia merasa sedang berjalan menuju kematian. Saya memohon kepadanya untuk tidak pergi. Dia bersikeras untuk mencari sesuatu untuk memberi makan anak-anak kami," kata seorang perempuan yang kehilangan suaminya dalam serangan tersebut mengatakan kepada Al Jazeera.

GHF menyatakan tidak dapat melanjutkan distribusi bantuan pada Sabtu karena ancaman langsung dari Hamas. 

"Ancaman-ancaman ini membuat mustahil untuk melanjutkan hari ini tanpa membahayakan nyawa orang yang tidak bersalah," kata lembaga itu dalam pernyataan tertulis. 

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yang menolak berkoordinasi dengan GHF, memperingatkan bahwa 2,3 juta penduduk Gaza menghadapi risiko kelaparan menyusul blokade 11 minggu. Kasus kekurangan gizi akut di kalangan anak-anak juga dilaporkan meningkat hampir tiga kali lipat.

Krisis Kesehatan dan Kehilangan Generasi Masa Depan

Selain korban jiwa, Gaza kini juga menghadapi krisis kesehatan serius. Selama 80 hari terakhir, lebih dari 300 kasus keguguran dilaporkan. Ibu hamil menghadapi risiko tinggi keguguran dan kelahiran prematur karena kurangnya nutrisi serta akses terhadap perawatan medis dasar.

Brenda Kelly, konsultan kebidanan di Rumah Sakit Universitas Oxford, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa Gaza sedang kehilangan generasi anak-anak masa depan.

Dia mengacu pada meningkatnya kasus bayi lahir mati dan keguguran serta menjelaskan bahwa kelaparan menjadi salah satu penyebab utamanya.

"Apa yang kita lihat sekarang adalah dampak langsung dari Israel yang menjadikan kelaparan sebagai senjata di Gaza, berdampak pada pertumbuhan bayi dan hambatan pertumbuhan merupakan salah satu penyebab utama keguguran dan bayi lahir mati," kata Kelly.

Dia juga menyoroti risiko jangka panjang bagi bayi yang lahir dalam kondisi kelaparan. "Kita tahu bahwa kelaparan yang dialami di dalam rahim memiliki konsekuensi seumur hidup bagi anak-anak yang kemudian tumbuh dewasa dengan risiko penyakit kardiovaskular dan diabetes yang jauh lebih tinggi, serta gangguan kesehatan mental," pungkasnya. (I-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik