Headline

Pemilu 1977 dan 1999 digelar di luar aturan 5 tahunan.

Fokus

Bank Dunia dan IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini di angka 4,7%.

Sir David Attenborough dan Pangeran William Angkat Isu Kerusakan Laut di Konferensi PBB

Thalatie K Yani
08/6/2025 08:18
Sir David Attenborough dan Pangeran William Angkat Isu Kerusakan Laut di Konferensi PBB
Sir David Attenborough mengungkapkan kekhawatiran atas kerusakan akibat praktik penangkapan ikan di lautan dunia dalam wawancara dengan Pangeran William.(youtube)

SIR David Attenborough mengatakan kepada Pangeran William, ia merasa “terkejut” oleh kerusakan yang ditimbulkan metode penangkapan ikan tertentu terhadap lautan dunia.

Pangeran Wales mewawancarai ahli alam dan presenter TV tersebut menjelang Konferensi Laut PBB. Negara-negara di seluruh dunia akan berkumpul untuk pertama kalinya dalam tiga tahun guna membahas bagaimana melindungi lautan dengan lebih baik, yang saat ini menghadapi ancaman besar dari polusi plastik, perubahan iklim, dan eksploitasi berlebihan.

Tujuan utama PBB adalah mendorong ratifikasi Perjanjian Laut Lepas (High Seas Treaty)—yang ditandatangani dua tahun lalu untuk melindungi 30% wilayah laut dunia—oleh 60 negara agar dapat berlaku efektif. “Apa yang telah kita lakukan terhadap dasar laut dalam itu sungguh mengerikan dan tak terkatakan,” ujar Sir David.

“Jika kita melakukan sesuatu yang bahkan mendekati seperti itu di daratan, semua orang pasti akan marah,” tambahnya dalam wawancara yang dirilis Sabtu. Wawancara ini dilakukan pada pemutaran perdana film dokumenter berjudul Ocean.

Film dokumenter tersebut menyoroti potensi kerusakan dari praktik penangkapan ikan tertentu, seperti bottom trawling (penangkapan ikan dengan menyeret jaring di dasar laut), yang berdampak buruk bagi kehidupan laut dan kemampuan laut menyerap karbon pemanasan global.

Pemerintah, organisasi amal, dan ilmuwan akan berkumpul dalam Konferensi Laut PBB (UNOC) di Nice untuk mencoba menyepakati langkah-langkah mempercepat tindakan atas isu-isu utama yang memengaruhi laut dunia.

Sir David menyatakan harapannya agar para pemimpin dunia yang hadir dalam konferensi PBB tersebut “menyadari betapa pentingnya laut bagi kita semua, warga dunia”.

Laut sebagai Sistem Penopang Kehidupan Planet

Laut sangat penting bagi kelangsungan semua makhluk hidup di planet ini—merupakan ekosistem terbesar, menyumbang sekitar US$2,5 triliun bagi ekonomi global, dan menghasilkan hingga 80% oksigen yang kita hirup.

Tujuan utama PBB saat ini adalah mendorong dukungan agar High Seas Treaty segera diberlakukan. Tiga tahun lalu, negara-negara menyepakati untuk melindungi 30% lautan dunia pada 2030, baik di perairan nasional maupun internasional.

Perairan internasional adalah sumber daya bersama yang tidak dimiliki satu negara pun, sehingga negara-negara menandatangani High Seas Treaty pada 2023 dan sepakat untuk bersama-sama melindungi sepertiga wilayah tersebut dalam bentuk Kawasan Konservasi Laut (Marine Protected Areas/MPA).

Sejauh ini baru 32 negara yang meratifikasi perjanjian tersebut, dibutuhkan 60 ratifikasi agar perjanjian ini berlaku. Namun, banyak ilmuwan dan LSM yang khawatir MPA tidak akan efektif selama praktik seperti bottom trawling masih diperbolehkan di dalamnya.

“Laut mencakup 99% dari ruang hidup kita di planet ini. Kita sangat bergantung pada laut dalam segala hal, namun bottom trawling menyebabkan kerusakan besar,” kata Dr Amanda Vincent, Profesor Konservasi Laut di University of British Columbia kepada program Inside Science BBC.

Menurut kampanye lingkungan Oceana, praktik bottom trawling atau pengerukan masih diizinkan di 90% kawasan konservasi laut Inggris. Komite Audit Lingkungan (Environment Audit Committee/EAC) telah menyerukan larangan terhadap praktik ini di area yang dilindungi. Namun, beberapa komunitas nelayan menolak anggapan metode penangkapan ikan tertentu harus dilarang di area tersebut.

“Bottom trawling hanya menjadi metode yang merusak jika dilakukan di tempat yang salah. Di tempat yang tepat, itu adalah cara efisien untuk memproduksi pangan dari laut kita,” kata Elspeth Macdonald, CEO Asosiasi Nelayan Skotlandia, kepada BBC.

Ilmuwan menunjukkan pembatasan praktik tersebut di wilayah tertentu memungkinkan stok ikan pulih, yang pada jangka panjang menguntungkan industri perikanan.

Konferensi PBB Dipicu Kekhawatiran Kerusakan Tak Terpulihkan

Konferensi ini diselenggarakan karena kekhawatiran PBB bahwa lautan menghadapi kerusakan yang tak bisa diperbaiki, terutama akibat perubahan iklim.

Lautan merupakan penyangga penting terhadap dampak terburuk dari pemanasan global, karena menyerap panas dan gas rumah kaca berlebih, jelas Prof Callum Roberts, ahli konservasi laut dari University of Exeter.

“Jika laut tidak menyerap lebih dari 90% panas berlebih akibat emisi gas rumah kaca, maka dunia bukan hanya akan lebih hangat 1,5 derajat, tapi sekitar 36 derajat lebih panas. Yang tersisa dari kita akan hidup dalam suhu seperti di Death Valley di seluruh penjuru bumi,” katanya.

Panas berlebih ini telah memberikan dampak signifikan pada kehidupan laut, menurut para ilmuwan. “Selama 20 tahun terakhir, terumbu karang mengalami pemutihan massal dan kematian massal akibat suhu ekstrem,” kata Dr Jean-Pierre Gattuso, ilmuwan riset senior di Laboratorium Oseanografi Villefranche dan ketua bersama One Ocean Science Congress (OOSC).

“Ini kemungkinan adalah ekosistem laut pertama, dan mungkin ekosistem pertama di dunia, yang terancam punah.”

OOSC adalah pertemuan 2.000 ilmuwan dari seluruh dunia sebelum konferensi PBB, tempat di mana data terbaru mengenai kesehatan laut dibahas dan rekomendasi diajukan kepada pemerintah. Selain menekankan aksi iklim, para ilmuwan juga merekomendasikan penghentian semua aktivitas di laut dalam.

Penambangan Laut Dalam: Isu Paling Kontroversial

Salah satu isu paling kontroversial yang akan dibahas adalah penambangan laut dalam. Selama lebih dari satu dekade, negara-negara telah mencoba menyepakati bagaimana penambangan laut dalam di wilayah internasional dapat dilakukan.

Namun pada April, Presiden Trump memutuskan jalur negosiasi tersebut dan menandatangani perintah eksekutif untuk mengizinkan penambangan di perairan internasional. Tindakan ini dianggap melanggar hukum internasional oleh Tiongkok dan Prancis, meskipun belum ada proses hukum resmi yang dimulai.

Para ilmuwan memperingatkan kita masih terlalu sedikit mengetahui tentang ekosistem di laut dalam, sehingga tidak seharusnya ada aktivitas komersial apa pun sebelum penelitian lebih lanjut dilakukan.

“Biologi laut dalam adalah bagian paling terancam dari biologi global, dan juga yang paling tidak kita pahami. Kita harus bertindak hati-hati ketika ilmu pengetahuannya belum cukup,” kata Prof Peter Haugan, Ketua Bersama Kelompok Ahli Laut dari International Science Council. (BBC/Z-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik