Headline

Tidak ada solusi militer yang bisa atasi konflik Israel-Iran.

Fokus

Para pelaku usaha logistik baik domestik maupun internasional khawatir peningkatan konflik Timur Tengah.

Pemilu Korea Selatan, Siapa Saja Kandidat Utama? Bagaimana Nasib Tarif Trump hingga Isu Unifikasi dengan Korea Utara?

Indriyani Astuti
01/6/2025 09:36
Pemilu Korea Selatan, Siapa Saja Kandidat Utama? Bagaimana Nasib Tarif Trump hingga Isu Unifikasi dengan Korea Utara?
Kandidat calon presiden dalam Pemilihan Umum (Pemilu) di Kota Seoul, Korea Selatan.(Indriyani/MI)

KOREA Selatan bersiap melaksanakan pemilihan umum (pemilu) untuk memilih presiden berikutnya. Saat ini, negara yang terkenal dengan ‘Hallyu’ atau Korean Wave itu dipimpin oleh presiden sementara setelah Yoon Suk Yeol, presiden sebelumnya, dimakzulkan.

Pemilu di Korea Selatan ditetapkan pada 3 Juni 2025. Namun, warga dapat memberikan suaranya lebih awal pada Kamis (29/5) dan Jumat (30/5). Berdasarkan Komisi Pemilihan Umum Seoul, seperti dikutip dari Channel News Asia, lebih dari sepertiga dari mereka yang memenuhi syarat telah memberikan suara dalam pemungutan suara awal. Pemungutan suara di luar negeri mencapai rekor tertinggi, dengan hampir empat perlima dari 1,97 juta pemilih telah memberikan suara mereka.

Pemilu cepat yang dipicu oleh pemakzulan mantan Presiden Yoon Suk Yeol setelah deklarasi darurat militer pada Desember 2024 itu, diharapkan dapat mengubah lanskap politik Korea Selatan. Kandidat yang akan terpilih  akan menentukan kebijakan politik di dalam dan luar negeri Korea Selatan. 

Siapa Saja Kandidat Utama? 

Ada tujuh kandidat dalam Pemilu Korea Selatan. Namun, dua kandidat utama yang bersaing untuk menjadi presiden yakni Lee Jae-myung yang berhaluan kiri, mantan ketua oposisi utama Partai Demokratik, dan Kim Moon-soo yang berhaluan kanan dari Partai Kekuatan Rakyat (PPP). Keduanya merupakan mantan aktivis buruh. Kim pernah dipenjara karena memimpin gerakan pro-demokrasi pada tahun 1980-an ketika Korea Selatan masih berada di bawah kekuasaan militer.

Berdasarkan hasil polling terbaru, Lee Jae Myung, kandidat dari Partai Demokratik, unggul dari pesaing-pesaingnya. Survei yang dilakukan Gallup Korea memperlihatkan Lee, 61, memperoleh dukungan sebesar 49 persen. Sedangkan lawannya Kim Moon Soo dari Partai Kekuatan Rakyat yang berada di posisi kedua dengan dukungan 35 persen.

Tantangan di Dalam dan Luar Negeri

Mendekati pemilihan presiden pada 3 Juni, negara Ginseng itu bergulat dengan tantangan domestik dan internasional. Korea Selatan tengah berusaha menghadapi hambatan dari ketegangan perdagangan global yakni perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok serta masalah stabilitas ekonomi dalam negeri.  Diberitakan, bahwa  Bank of Korea baru-baru ini memangkas suku bunga acuan menjadi 2,50% untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dalam negeri mengantisipasi perlambatan ekspor di tengah kebijakan tarif dagang yang diberlakukan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump.

Menanggapi kebijakan Tarif Trump, Politikus dari Partai Demokratik, partai yang mengusung calon presiden Lee Jae Mung, Kim Young Bae mengatakan Korea Selatan masih mengamati dan melihat situsi di tengah ketidakpastian terkait kebijakan tarif Presiden Trump.

“Jadi ini masih bisa berubah. Sulit memberi jawaban hanya dari satu sisi,” ujar Kim, The Indonesian Next Generation Journalist Network on Korea berkesempatan bertemu dengan perwakilan dari anggota dari Majelis Nasional Korea Selatan, beberapa waktu lalu.

Ia menegaskan bahwa Amerika Serikat merupakan mitra penting bagi Korea Selatan. Meskipun demikian, negara Paman Sam tersebut menerapkan kebijakan tarif terhadap Korea. 

“Sehingga kami harus memikirkan negara lain untuk melakukan kerja sama  ekspor (mencari alternatif kerja sama dengan negara lain),” ucapnya.

(Gedung Majelis Nasional Korea Selatan. Indriyani/MI)

Komitmen Kerja Sama dengan ASEAN

Kim Young Bae menambahkan bahwa setelah diterapkannya New Southern Policy untuk mengintensifkan kerja sama dengan ASEAN, Korea Selatan tentunya berkomitmen memperkuat kemitraan strategis dengan Indonesia, sebagai salah satu negara penting di ASEAN.

“Indonesia merupakan mitra strategis bagi Korea Selatan di ASEAN jadi kita dapat cari cara bersama menyikapi ini (kebijakan tarif Presiden Trump),” tuturnya.

Senada, Anggota Majelis Nasional dari People Power Party (PPP), partai yang mengusung presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol, Yu Yong Weon menyampaikan persaingan ekonomi antara Amerika Serikat dan Tiongkok, mendorong banyak negara mengamankan rantai pasok.  Korea Selatan, ujar dia, berusaha menjaga hubungan baik dengan Amerika Serikat sebagai mitra penting. Tetapi, setelah New Southern Policy diterapkan, Korea Selatan yakin akan terbuka kerja sama potensial yang dapat dijajaki dengan negara-negara di Asia Tenggara.

“Kami berusaha menjaga hubungan baik dengan Amerika. Saat ini kami fokus pada kebijakan Selatan global yang mana Asia Tenggara merupakan mitra strategis kami,” kata Yu.

(Prabowo Subianto (kiri) bersama Wakil Menteri Pertahanan Korea Selatan Kim Seon-ho (kanan). INDAHONO / POOL / AFP)

Unifikasi dengan Korea Utara 

Unifikasi antara Korea Selatan dan Korea Utara  turut menjadi isu yang diperbincangkan di tengah pelaksanaan pemilu. Kim Young Bae menuturkan generasi muda di Korea Selatan khususnya yang berusia 20 dan 30 tahun menginginkan adanya perdamaian antarkedua negara. Namun, di bawah kepemimpinan Kim Jong Un, menurutnya perundingan unifikasi sulit dilakukan. Apalagi, imbuh dia, setelah pemimpin tertinggi Korea Utara itu mendeklarasikan bahwa Korea Selatan merupakan musuh utama negaranya.

“Calon presiden kami dari Partai Demokratik sangat memperhatikan hal ini terutama hubungan harmonis dari dua Korea jadi kami mencegah apapun yang menimbulkan ketegangan yang berdampak pada kolega kami (Amerika Serikat),” tutur Kim Young Bae.

Sementara itu, Yu Yong Weon dari People Power Party mengatakan Korea Utara terus meningkatkan senjata nuklir di sekitar Zona Demiliterisasi (DMZ) di Semenanjung Korea. 

“Ini membuat upaya unifikasi kedua negara terhambat.  Korea Utara juga sedang meningkatkan kemampuan persenjataan nuklir mereka. Hal ini menjadi tantangan untuk menggalang opini masyarakat yang positif soal unifikasi kedua negara,” tukasnya. 

(Pengunjung di  Imjingak peace park dekat DMZ.Jung Yeon-je / AFP)

Demokrasi yang Lebih Matang

Terlepas dari tantangan di dalam dan luar negeri, sikap optimistis terhadap pemilu Korea Selatan cukup terlihat. Kim Young Bae berharap setelah pemilu negaranya bisa kembali stabil.

“Saya merupakan anggota Partai Demokratik, pemilu ini untuk menjaga demokrasi Korsel ini jadi fokus kami setelah deklarasi Martial Law. Kami perlu menjaga stabilitas negara setelah pemilu,” harapnya.

(Halaman gedung Majelis Nasional Korea Selatan. Indriyani/MI)

Yu Yong Weon dari People Power Party mewakili partainya meminta maaf. Sebab, mantan Presiden Yoon Suk Yeol berasal dari partai itu meskipun saat ini Yoon telah keluar.

“Kami meminta maaf soal itu,” ucap dia. (H-4)
 

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indriyani Astuti
Berita Lainnya