Headline

Tidak ada solusi militer yang bisa atasi konflik Israel-Iran.

Fokus

Para pelaku usaha logistik baik domestik maupun internasional khawatir peningkatan konflik Timur Tengah.

Tingkat Partisipasi Pemungutan Suara Awal Pilpres Korsel Pecahkan Rekor

Haufan Hasyim Salengke
30/5/2025 10:22
Tingkat Partisipasi Pemungutan Suara Awal Pilpres Korsel Pecahkan Rekor
Warga mengantre di jalan dekat tempat pemungutan suara untuk memberikan hak suara mereka di Seoul, Kamis (29/5).(AFP)

WARGA Korea Selatan (Korsel) mengantre dalam barisan panjang untuk menyalurkan hak suara mereka dalam pemilihan presiden (pilpres) mendadak untuk memilih pengganti Yoon Suk Yeol, mantan presiden Korsel yang digulingkan akibat menerapkan darurat militer.   

Tingkat partisipasi memecahkan rekor, Jumat (30/5), hari kedua pemungutan suara awal dalam jajak pendapat yang dipicu oleh pernyataan darurat militer yang membawa bencana.

Jumlah pemilih pada Kamis adalah 19,58%, yang tertinggi untuk hari pertama sejak sistem pemungutan suara awal diperkenalkan, menurut Komisi Pemilihan Umum Nasional. Hingga pukul 07.00 pagi, Jumat (30/5), jumlah total pemilih telah mencapai 20,41%.

Negara ini tengah berjuang di tengah kekacauan politik selama berbulan-bulan yang dipicu oleh penangguhan pemerintahan sipil oleh Yoon, yang menyebabkan ia dimakzulkan dan dilucuti dari jabatannya.

Semenjak pemakzulan Yoon, demokrasi Asia ini telah dipimpin oleh presiden-presiden sementara yang berganti-ganti saat ekonominya yang didorong oleh ekspor bergulat dengan gejolak perdagangan luar negeri dan lesunya permintaan di dalam negeri.

Semua jajak pendapat utama menempatkan Lee Jae-myung yang beraliran liberal sebagai calon terdepan dalam pemilihan presiden kali ini.

Survei Gallup terkini menunjukkan 49% responden memandangnya sebagai kandidat terbaik.

Lee, calon presiden dari Partai Demokrat (DP), dan kandidat Partai Kekuatan Rakyat (PPP) Kim Moon-soo berupaya meningkatkan kampanye mereka untuk menarik pemilih tetap, Jumat (30/5), hari kedua dan terakhir pemungutan suara awal.

Memulihkan Demokrasi

Siapa pun yang menggantikan Yoon harus bergulat dengan masalah kemerosotan ekonomi yang makin dalam, salah satu tingkat kelahiran terendah di dunia, dan melonjaknya biaya hidup.

Presiden baru juga harus menavigasi kebuntuan negara adikuasa yang meningkat antara Amerika Serikat, penjamin keamanan tradisional Korea Selatan, dan Tiongkok, mitra dagang terbesarnya.

Namun para analis melihat darurat militer sebagai isu yang menentukan dalam pemilihan presiden. Kang Joo-hyun, seorang profesor ilmu politik di Sookmyung Women's University, mengatakan kepada AFP bahwa tingginya jumlah pemilih secara alami mencerminkan keinginan kuat masyarakat untuk memulihkan demokrasi di Korea Selatan.

"Warga Korea Selatan di luar negeri ... lebih dari sebelumnya, merasa terdorong untuk menyuarakan pendapat mereka melalui pemungutan suara, didorong oleh perasaan bahwa fondasi demokrasi Korea Selatan sedang terguncang," kata Kang.

Lee kalah dalam pencalonan presiden 2022 dari Yoon dengan selisih suara yang merupakan salah satu yang terkecil dalam sejarah Korea Selatan. Salah satu perdebatan utama saat itu adalah isu gender. (CNA/Yonhap/B-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Haufan Salengke
Berita Lainnya