Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Mantan Presiden Harvard: Demokrasi Amerika Serikat Terancam

Ferdian Ananda Majni
27/5/2025 08:55
Mantan Presiden Harvard: Demokrasi Amerika Serikat Terancam
Universitas Harvard.(AFP)

MANTAN Presiden Universitas Harvard, Drew Gilpin Faust, mengajak masyarakat Amerika untuk angkat suara dalam membela nilai-nilai fundamental seperti kebebasan, kemandirian, dan demokrasi, yang menurutnya saat ini sedang berada dalam situasi yang sangat mengkhawatirkan.

Pernyataan ini disampaikannya dalam sebuah opini tamu di New York Times bertepatan dengan peringatan Memorial Day, saat bangsa AS mengenang mereka yang gugur dalam perang demi prinsip-prinsip tersebut.

"Kita tidak diminta untuk menerjang tembakan artileri seperti yang dilakukan para prajurit dahulu, melainkan hanya untuk bersuara dan berdiri teguh menghadapi ancaman serius terhadap prinsip-prinsip dasar yang dulu mereka bela hingga mengorbankan nyawa mereka. Kini warisan perjuangan itu dipercayakan kepada kita. Pertanyaannya, dapatkah kita dipercaya untuk mempertahankannya?” tulis Faust seperti dilansir The Guardian, Selasa (27/5).

Faust, yang menjabat sebagai presiden Harvard dari 2007 hingga 2018 dan kini masih mengajar di universitas tersebut, menyinggung bagaimana nilai-nilai demokrasi yang dulu diperjuangkan selama Perang Saudara AS kini kembali diuji.

Inspirasi perjuangan

Dia mengaitkan peran tokoh-tokoh seperti Abraham Lincoln dan Frederick Douglass dalam membela persatuan dan kesetaraan sebagai inspirasi perjuangan saat ini.

“Kita harus menghormati orang-orang ini,” tulis Faust.

Faust Mencatat bahwa sekitar 2,7 juta tentara—kebanyakan sukarelawan—
mempertahankan persatuan sebagai simbol demokrasi global selama Perang Saudara antara 1861 dan 1865. Dia menyatakan bahwa demokrasi kini kembali diserang oleh para pemimpin otokratis dunia.

"Hari ini, demokrasi kembali menghadapi ancaman di seluruh dunia, diserang karena dianggap kacau dan tidak efisien oleh para pemimpin otoriter, mulai dari Budapest, Moskow hingga Beijing, pemimpin-pemimpin yang secara terbuka dikagumi oleh presiden kita sendiri,” tulisnya.

Meski tidak menyebut nama, pernyataan Faust jelas merujuk pada Donald Trump, dengan mengkritik pendekatannya terhadap supremasi hukum dan lembaga-lembaga konstitusional.

“Pengawasan terstruktur dan aturan hukum yang mewujudkan dan memberlakukannya sekali lagi terancam saat kita menghadapi ketundukan Kongres, pembangkangan mandat peradilan, dan perampasan kekuasaan presiden dalam banjir perintah eksekutif yang melanggar hukum,” tegasnya.

Trump vs Harvard

Sementara itu, Trump kembali melancarkan kritik tajam terhadap Harvard, menuduh universitas tersebut menunjukkan sikap antisemit dan bias terhadap mahasiswa Yahudi.

Dia juga mengecam upaya kampus untuk meningkatkan keberagaman dan menolak campur tangan pemerintah federal dalam urusan akademik.

Pada Jumat sebelumnya, Harvard mengajukan gugatan terhadap sejumlah departemen pemerintah atas rencana pencabutan izin yang memungkinkan universitas menerima mahasiswa internasional.

Mahkamah federal segera mengeluarkan perintah sementara untuk membekukan tindakan tersebut. Gugatan ini merupakan yang kedua, setelah pada April lalu Harvard menuduh pemerintahan Trump berupaya mengendalikan kebijakan akademik dan mengancam pendanaan federal sebesar US$9 miliar.

Pada hari Senin, Trump menulis di platform media sosial miliknya, “Saya sedang mempertimbangkan untuk menarik dana hibah sebesar Tiga Miliar Dolar dari Harvard yang sangat antisemit, dan memberikannya kepada sekolah-sekolah kejuruan di seluruh negeri kita,” sambil menambahkan betapa hebatnya investasi itu bagi Amerika Serikat.

Namun hingga Senin sore, belum ada tindakan lanjutan atau penjelasan resmi dari Trump terkait pernyataan tersebut.

Presiden Harvard saat ini, Alan Garber menanggapi ancaman Trump dengan menyebutnya tindakan ilegal dan menegaskan bahwa pemerintah berusaha mengendalikan siapa yang direkrut dan apa yang diajarkan.

Tanggung jawab generasi

Sebagai penutup dalam esainya, Faust menekankan bahwa para prajurit Perang Saudara AS berjuang demi menyelamatkan bangsa dan memastikan masa depan generasi setelah mereka.

“Mereka terdorong untuk mempertaruhkan segalanya karena rasa tanggung jawab terhadap masa depan,” tulisnya.

“Kita memiliki tanggung jawab timbal balik terhadap masa lalu dan bahwa kita tidak boleh menyia-nyiakan apa yang telah mereka wariskan kepada kita,” pungkas Faust. (Fer/I-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Irvan Sihombing
Berita Lainnya