Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
PRESIDEN Amerika Serikat Donald Trump kembali mengundang perhatian dunia setelah menyatakan niatnya untuk memangkas tarif impor barang dari Tiongkok secara signifikan. Pernyataan ini memunculkan harapan baru bagi investor global terkait potensi meredanya perang dagang antara dua kekuatan ekonomi terbesar dunia.
Namun, respons dari pihak Tiongkok jauh dari kata antusias—pemerintah Beijing bahkan menyebut pendekatan Trump sebagai tindakan “mundur secara memalukan.”
Dalam pernyataan kepada wartawan di Gedung Putih, Trump menyampaikan tarif besar-besaran terhadap produk Tiongkok akan “turun secara substansial.” Ia juga berjanji akan bersikap lebih lunak dalam perundingan, termasuk tidak akan mengungkit asal usul pandemi Covid-19, yang sebelumnya menjadi titik panas dalam hubungan bilateral.
Namun, pernyataan tersebut tampaknya tidak cukup untuk meluluhkan hati para pejabat Beijing. Tiongkok tetap bersikeras bahwa semua tarif harus dihapus sepenuhnya sebelum pembicaraan dagang bisa dilanjutkan.
“Siapa yang mengikat lonceng, dia pula yang harus melepaskannya,” ujar He Yadong, juru bicara Kementerian Perdagangan China.
“AS memulai kenaikan tarif secara sepihak. Jika mereka sungguh ingin menyelesaikan masalah ini, mereka harus mencabut semua langkah tarif unilateral dan melakukan dialog setara.”
Meskipun Trump menyatakan komunikasi langsung antara pejabat AS dan Tiongkok terjadi “setiap hari,” hal ini dibantah secara langsung Kementerian Luar Negeri China. Guo Jiakun, juru bicara kementerian tersebut, menyebut klaim Trump sebagai “berita palsu,” dan menegaskan bahwa tidak ada negosiasi atau kesepakatan yang berlangsung.
Para pengamat di Tiongkok yang dekat dengan pemerintahan menyebut sikap lunak Trump sebagai bentuk tekanan dari dalam negeri AS, terutama dari sektor keuangan dan perdagangan yang mulai terguncang. Wang Yiwei dari Universitas Renmin menyebut bahwa pesan-pesan Trump lebih ditujukan untuk meredakan kekhawatiran publik AS dan investor Wall Street.
“Trump terlihat panik. Tapi Tiongkok tak lagi percaya dengan ucapannya—hari ini bilang potong tarif, besok bisa saja naik lagi,” ujar Wang.
Wu Xinbo dari Universitas Fudan menambahkan Tiongkok tidak tergesa-gesa untuk bernegosiasi dan lebih memilih menunggu momen yang tepat. “Tiongkok bisa menahan tekanan ini. Jika kita bersabar, hasil negosiasi bisa lebih menguntungkan.”
Meskipun ekonomi Tiongkok tak lagi sekuat sebelumnya, pemerintah tetap berupaya menunjukkan ketangguhan. Presiden Xi Jinping bahkan melakukan tur ke Asia Tenggara untuk memperkuat posisi geopolitik Tiongkok. Namun, sejumlah ekonom menilai cepat atau lambat Beijing harus membuka pintu negosiasi karena tekanan ekonomi yang terus meningkat.
Perubahan sikap Trump terjadi setelah pertemuan tertutup dengan para petinggi ritel besar AS seperti Walmart, Target, Home Depot, dan Lowe’s, yang menyampaikan kekhawatiran mereka terhadap dampak ekonomi dari kebijakan tarif.
Menurut laporan Wall Street Journal, pejabat Gedung Putih menyebut tarif saat ini yang mencapai 145% bisa diturunkan ke kisaran 50%-65%. Namun, langkah ini dianggap belum cukup oleh pihak Tiongkok. “Kalau memang ingin serius, Trump harus mencabut semua tarif tak berdasar itu dulu,” tegas Wang.
Di media sosial Weibo, reaksi publik Tiongkok terhadap pernyataan Trump dipenuhi nada ejekan. Tagar seperti “Trump kecut” dan komentar seperti “Kalau tarif tidak dibatalkan sepenuhnya, jangan buang waktu untuk negosiasi,” menjadi viral dan mendapatkan ratusan ribu like.
Namun, di balik suara mayoritas yang keras, ada suara-suara minor yang mengkritisi kebijakan balas dendam Tiongkok terhadap AS—sayangnya, suara ini kerap disensor.
Seorang peneliti kebijakan luar negeri di Tiongkok, yang berbicara kepada CNN secara anonim, menyebut bahwa tarif tinggi telah memukul ekonomi Tiongkok secara signifikan dan menimbulkan kekhawatiran akan meningkatnya pengangguran serta ketidakstabilan sosial.
“Kami tersiksa oleh kondisi ekonomi yang suram. Jika tarif tetap 145%, sektor perdagangan luar negeri bisa kolaps,” ujarnya.
Pemerintah Tiongkok menargetkan pertumbuhan sekitar 5% tahun ini, sebuah angka yang ambisius. Namun para analis meragukan target ini bisa tercapai jika tekanan dari tarif AS terus berlanjut. Bahkan Goldman Sachs memprediksi tarif tersebut akan sangat membebani perekonomian Tiongkok.
Meski pemerintah Tiongkok terlihat keras di depan publik, para analis meyakini Beijing pada akhirnya akan duduk di meja perundingan. Namun, seperti yang disampaikan Wu Xinbo, “negosiasi akan dilakukan sesuai syarat China—bukan AS.” (CNN/Z-2)
Sejumlah produk komoditas strategis Indonesia tengah diupayakan agar dikenai tarif lebih rendah dari 19%, atau bahkan diharapkan bisa mendekati 0%, alias bebas pungutan.
PEMERINTAH memastikan tak akan melakukan transfer data pribadi dengan Amerika Serikat dalam skema perjanjian maupun pertukaran data secara resmi antarkedua negara.
Presiden Prabowo Subianto mengaku heran terhadap masyarakat yang nyinyir atas hasil negosiasi kebijakan tarif impor AS-Indonesia.
Kebijakan tarif impor tembaga 50% yang diberlakukan Amerika Serikat diperkirakan tidak akan mengguncang kinerja smelter nasional.
MENTERI Perdagangan (Mendag) Budi Santoso memastikan bahwa tarif impor yang dikenakan kepada Indonesia oleh Amerika Serikat (AS) akan tetap sebesar 19%.
Pemerintah Amerika Serikat dan Indonesia dalam waktu dekat akan merampungkan Perjanjian Perdagangan Resiprokal atau Agreement on Reciprocal Trade.
Militer AS mengumumkan pemimpin senior ISIS Dhiya’ Zawba Muslih al-Hardani dan kedua putranya tewas dalam serangan di Suriah.
Prancis jadi negara berkekuatan besar pertama di Eropa yang menyatakan secara terbuka niatnya mengakui Palestina.
AS menuduh Hamas tidak menunjukkan keseriusan dalam merespons proposal gencatan senjata yang telah dibahas selama lebih dari dua pekan.
Skema kerja sama merupakan bagian dari kesepakatan tarif timbal balik antara kedua negara.
PEMERINTAH Indonesia dan Amerika Serikat telah sepakat untuk menyusun protokol keamanan dalam menjaga data pribadi warga negara Indonesia (WNI)
Hingga kini Amerika Serikat belum memiliki undang-undang perlindungan data pribadi yang setara dengan regulasi Indonesia.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved