Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
HANYA dalam waktu tiga hari, pejuang oposisi merebut kota terbesar kedua di Suriah, Aleppo, setelah pasukan pemerintah yang loyal kepada Presiden Bashar al-Assad runtuh. Pemimpin serangan itu ialah Abu Mohammed al-Julani, yang memimpin Hayat Tahrir al-Sham (HTS), kelompok yang telah menjadi pasukan oposisi bersenjata paling kuat di Suriah.
Mungkin dalam upaya mengguncang reputasinya yang sedang berkembang, satu foto beredar daring pada Senin (2/12) yang menyatakan bahwa al-Julani telah tewas dalam serangan Rusia. Berita yang dengan cepat dibantah karena foto itu ditemukan telah direkayasa.
Abu Mohammed al-Julani sekarang menjadi pusat perhatian saat pasukannya berupaya mengonsolidasikan kendali atas Aleppo dan merebut lebih banyak wilayah di Suriah. Berikut pandangan lebih dekat tentang al-Julani.
Sebagai pendiri HTS, al-Julani telah hampir satu dekade berusaha memisahkan diri dari pasukan bersenjata lain dan fokus mereka pada operasi transnasional. Ia beralih untuk berfokus pada pembentukan republik Islam di Suriah.
Sejak 2016, ia memosisikan dirinya dan kelompoknya sebagai penjaga kredibel bagi Suriah terbebas dari al-Assad, yang secara brutal menekan pemberontakan rakyat selama Musim Semi Arab pada 2011. Ini menyebabkan perang yang terus berlangsung sejak saat itu.
HTS menjalankan pemerintahan provinsi Idlib melalui Pemerintahan Keselamatan Suriah yang didirikannya pada 2017. Kelompoknya menyediakan layanan sipil, pendidikan, layanan kesehatan, peradilan, dan infrastruktur serta mengelola keuangan dan penyaluran bantuan.
Namun, HTS juga memerintah dengan tangan besi dan tidak menoleransi perbedaan pendapat, menurut aktivis, laporan berita, dan pemantau lokal.
Organisasi jurnalisme independen Syria Direct melaporkan bahwa HTS berada di balik penghilangan aktivis dan menembakkan peluru tajam ke arah pengunjuk rasa yang menuduh kelompok tersebut menolak memberikan layanan kepada masyarakat yang menentangnya.
Ia lahir dengan nama Ahmed Hussein al-Sharaa pada 1982 di Riyadh, Arab Saudi, tempat ayahnya bekerja sebagai insinyur perminyakan. Keluarganya kembali ke Suriah pada 1989 dan menetap di dekat Damaskus.
Tidak banyak yang diketahui tentang masa tinggalnya di Damaskus sebelum ia pindah ke Irak pada 2003, tempat ia bergabung dengan al-Qaeda di Irak sebagai bagian dari perlawanan terhadap invasi Amerika Serikat pada tahun yang sama.
Ditangkap oleh pasukan AS di Irak pada 2006 dan ditahan selama lima tahun, al-Julani kemudian ditugaskan untuk mendirikan cabang al-Qaeda di Suriah, Front al-Nusra, yang memperluas pengaruhnya di wilayah yang dikuasai oposisi, terutama Idlib.
Al-Julani berkoordinasi pada tahun-tahun awal tersebut dengan Abu Bakr al-Baghdadi, kepala Negara Islam di Irak, atau Al-Qaeda yang kemudian menjadi ISIL (ISIS).
Pada April 2013, al-Baghdadi tiba-tiba mengumumkan bahwa kelompoknya memutuskan hubungan dengan al-Qaeda dan akan memperluas wilayah ke Suriah yang secara efektif menelan Front al-Nusra dalam kelompok baru yang disebut ISIL.
Al-Julani menolak perubahan ini. Ia mempertahankan kesetiaannya kepada al-Qaeda.
Dalam wawancara pertamanya di televisi pada 2014, ia mengatakan kepada Al Jazeera bahwa Suriah harus diperintah berdasarkan interpretasi kelompoknya tentang hukum Islam. Kaum minoritas di negara itu, seperti Kristen dan Alawi, tidak akan diakomodasi.
Pada tahun-tahun berikutnya, al-Julani tampaknya menjauhkan diri dari proyek al-Qaeda untuk mendirikan kekhalifahan global di semua negara mayoritas Muslim. Ia tampaknya lebih fokus pada pembangunan kelompoknya di dalam perbatasan Suriah.
Menurut para analis, perpecahan tersebut tampaknya merupakan upaya menekankan ambisi nasional kelompoknya, bukan ambisi transnasional, kepada kelompok-kelompok di Idlib.
Kemudian pada Juli 2016, Aleppo jatuh ke tangan rezim dan kelompok bersenjata di sana mulai bergerak menuju Idlib, yang masih dikuasai oposisi. Sekitar waktu yang sama, al-Julani mengumumkan bahwa kelompoknya telah berubah menjadi Jabhat Fateh al-Sham.
Pada awal 2017, ribuan pejuang menyerbu Idlib untuk melarikan diri dari Aleppo. Al-Julani mengumumkan penggabungan sejumlah kelompok tersebut dengan kelompoknya sendiri untuk membentuk HTS.
Tujuan HTS yang dinyatakan ialah membebaskan Suriah dari pemerintahan otokratis Assad, mengusir milisi Iran dari negara tersebut, dan mendirikan negara menurut interpretasi mereka sendiri tentang hukum Islam. Demikian menurut lembaga pemikir Pusat Studi Strategis dan Internasional di Washington, DC.
Ketika pejuang oposisi merebut kembali Aleppo dan bergerak ke selatan, al-Julani tampaknya telah mengambil sikap yang lebih akomodatif terhadap kaum minoritas Suriah.
Sejak merebut Aleppo, kelompok tersebut telah memberikan jaminan bahwa minoritas agama dan etnis akan dilindungi.
Menurut Hassan Hassan, seorang pakar Suriah tentang kelompok bersenjata di Syam atau Levant, al-Julani ingin mencitrakan HTS sebagai entitas pemerintahan yang kredibel di Suriah dan mitra potensial dalam upaya kontraterorisme global.
Di Idlib, ia berusaha bermitra dengan kelompok oposisi bersenjata lain, seperti Harakat Nour al-Din al-Zinki, Liwa al-Haq, dan Jaysh al-Sunna, menurut CSIS, dan menghindari sekutu sebelumnya, seperti Hurras al-Din, cabang al-Qaeda baru di Suriah.
HTS saat ini dicap sebagai organisasi teroris oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Turki, Amerika Serikat (AA), dan Uni Eropa.
Al-Julani mengatakan penunjukan ini tidak adil karena kelompoknya telah meninggalkan kesetiaan masa lalunya demi mendukung kepentingan nasional.
Terlepas dari ambisi domestik al-Julani yang dinyatakan, sebagai kepala kelompok bersenjata oposisi terbesar di Suriah, dampaknya terhadap negara akan bergema secara nasional dan internasional. (Al Jazeera/Z-2)
Setelah menaklukkan Kabul untuk pertama kali pada 1996, rezim fundamentalis Islam Taliban menyediakan tempat yang aman bagi Al-Qaeda untuk mengoperasikan kamp pelatihan.
Anak perempuan dilarang pergi ke sekolah. Sebagian besar perempuan dilarang dari kehidupan publik.
Taliban telah melindungi pemimpin Al-Qaeda Osama Bin Laden selama pemerintahannya dari 1996 hingga 2001.
Tembakan artileri, Jumat pagi, di Desa Kansafra menewaskan empat anak dari keluarga yang sama, kata Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia yang berbasis di Inggris.
Terdakwa menghadapi kemungkinan dieksekusi jika terbukti bersalah. Namun, kini muncul isu sentral bahwa kelimanya berulang kali disiksa oleh CIA setelah penangkapan mereka.
Memo tertanggal 4 April 2016, yang dirahasiakan hingga sekarang, menunjukkan hubungan antara Omar Bayoumi, yang saat itu masih mahasiswa tetapi diduga menjadi agen intelijen Saudi.
Pengamat Timur Tengah, Faisal Assegaf, berbagi pengalaman dramatisnya selama 100 jam ditahan oleh pasukan Kurdi di Suriah pada April 2025.
Konsumen fashion di AS menggugat Hermes karena dianggap enggan menjual tas Birkin tanpa pembelian produk mewah lainnya.
Sebuah petisi kepada Administrasi Makanan dan Obat-obatan AS menyerukan larangan bahan kimia metilen klorida dalam proses dekafinasi kopi karena kekhawatiran terhadap kanker.
Kontroversi aturan berpakaian di pesawat menjadi sorotan di Amerika setelah seorang penumpang menyewa pengacara karena dianggap tidak mematuhi kebijakan pakaian di Delta Air lines.
Sejak diperkenalkannya vaksin HPV di Amerika Serikat pada 2006, terjadi penurunan signifikan infeksi HPV dan pra-kanker serviks pada remaja dan perempuan dewasa muda.
BNI kembali menunjukkan komitmennya dalam mendorong UMKM kopi Indonesia menuju pasar dunia.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved