Headline
Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.
Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.
SAAT Perang Dunia II mendekati akhirnya tahun 1945, dunia mengalami kehancuran besar-besaran. Negara-negara yang hancur akibat peperangan merindukan perdamaian dan stabilitas.
Dalam upaya untuk menghindari bencana serupa di masa depan, perwakilan dari 50 negara berkumpul di Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Organisasi Internasional di San Francisco, California. Dari 25 April hingga 26 Juni 1945, mereka bekerja keras menyusun rancangan yang kemudian dikenal sebagai Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, sebuah dokumen penting yang melahirkan organisasi internasional baru, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Pada 24 Oktober 1945, empat bulan setelah Konferensi San Francisco berakhir, PBB secara resmi mulai beroperasi. Saat itu, Piagam PBB diratifikasi Tiongkok, Prancis, Uni Soviet, Britania Raya, Amerika Serikat, serta mayoritas negara penandatangan lainnya. Tanggal 24 Oktober inilah yang kemudian diperingati setiap tahunnya sebagai Hari PBB, simbol dari komitmen global untuk menjaga perdamaian dan keamanan.
PBB didirikan dengan tujuan yang sangat jelas: mencegah terjadinya perang dunia yang telah membawa kehancuran luar biasa. Piagam PBB dirancang untuk menjaga keamanan internasional, memastikan perdamaian, dan mempromosikan hak asasi manusia.
Selain itu, PBB juga bertujuan menciptakan kondisi yang memungkinkan keadilan serta penghormatan terhadap hukum internasional, sekaligus mendorong kemajuan sosial dan standar hidup yang lebih baik di seluruh dunia.
Kini, lebih dari 75 tahun sejak pendiriannya, PBB masih berperan penting dalam menjaga perdamaian, memberikan bantuan kemanusiaan, melindungi hak asasi manusia, dan menegakkan hukum internasional. Selain itu, PBB juga telah memperluas cakupan misinya, termasuk dalam upaya mengatasi perubahan iklim, mengatasi ketidaksetaraan, dan mempromosikan pembangunan berkelanjutan.
Salah satu inisiatif terbaru PBB adalah Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) tahun 2030. Tujuan ini dirancang menciptakan masa depan yang lebih baik dan berkelanjutan bagi semua manusia di planet ini.
PBB juga memimpin upaya global dalam menangani isu-isu besar seperti perubahan iklim, di mana negara-negara anggotanya telah bersepakat untuk mengambil tindakan guna membatasi pemanasan global.
Meskipun PBB lahir dari trauma Perang Dunia II, organisasi ini terus berkembang dan menyesuaikan diri dengan perubahan zaman. Pada awal abad ke-21, PBB telah menghadapi tantangan-tantangan global yang tidak terduga oleh para pendirinya, seperti meningkatnya konflik internal negara, krisis kemanusiaan yang meluas, dan ancaman terorisme global.
Tantangan terbesar yang dihadapi PBB sekarang adalah menjaga relevansinya di dunia yang terus berubah. Konflik baru muncul, ketidakstabilan politik semakin meluas, dan krisis kemanusiaan seperti pengungsi dan perubahan iklim menjadi masalah global yang mendesak. Namun, dengan warisan yang kuat dan komitmen terhadap perdamaian serta pembangunan berkelanjutan, PBB tetap menjadi pusat dari upaya global untuk menciptakan dunia yang lebih baik.
Sebagai organisasi internasional terbesar dan paling berpengaruh di dunia, PBB telah menjalankan peran penting dalam menyatukan negara-negara di seluruh dunia demi mencapai tujuan bersama. Keberadaannya bukan hanya sebagai penjaga perdamaian, tetapi juga sebagai pelopor dalam bidang hak asasi manusia, keadilan, dan kesejahteraan global. (United Nation/Britannica/Z-3)
IRAN menolak klaim pembenaran AS atas serangan Negeri Paman Sam terhadap fasilitas nuklir Iran yang disebut Washington sebagai pembelaan diri kolektif.
Antonio Guterres pada (28/6) waktu setempat menyambut baik penandatanganan kesepakatan damai yang digelar sehari sebelumnya antara Republik Demokratik Kongo (DRC) dan Rwanda.
TAK terasa Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memasuki usia ke-80 tahun dengan menghadapi badai kritik di tengah krisis legitimasi dan keterbatasan anggaran.
Parlemen Iran sedang mengupayakan pengesahan undang-undang menangguhkan kerja sama Iran dengan IAEA.
ANGGOTA Komisi I DPR Oleh Soleh meminta agar pemerintah mengambil peran dalam perang Israel-Iran. Pemerintah dinilai dapat mendesak PBB menghentikan eskalasi konflik bersenjata tersebut.
Kemungkinan konflik berkembang di luar kendali kini semakin besar.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved