Headline

Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.

Fokus

Tidak mengutuk serangan Israel dan AS dikritik

Iran Buka Pintu Perundingan Nuklir Kembali

Ferdian Ananda Majni
27/9/2024 08:58
Iran Buka Pintu Perundingan Nuklir Kembali
Tempat nuklir Iran.(Dok Al-Jazeera)

IRAN akan menyambut baik babak baru perundingan mengenai program nuklirnya. Menteri Luar Negeri (Menlu) Iran, Abbas Aradchi, menegaskan Teheran bersedia mengaktifkan negosiasi-negosiasi baru tentang nuklir di sela persidangan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Amerika Serikat (AS), apabila semua pihak siap berpartisipasi.

Aradchi mengakui bahwa meningkatnya ketegangan regional menjadikan upaya menghidupkan kembali proses tersebut sebagai tantangan. "Jika pihak lain siap, kami dapat memulai kembali perundingan selama perjalanan ini," kata Araghchi. 

Diplomat utama Iran dijadwalkan berada di New York minggu ini untuk menghadiri Majelis Umum PBB dan Presiden Iran Masoud Pezeshkian diperkirakan juga menyampaikan pidato. "Saya akan tinggal di New York selama beberapa hari setelah kembalinya presiden dan saya akan mengadakan lebih banyak pertemuan dengan para menteri luar negeri dari berbagai negara," kata Araghchi dalam pernyataan yang dikutip oleh kantor berita pemerintah IRNA, Senin (23/9).

Baca juga : Amerika Serikat Siapkan Alternatif jika Pembicaraan Nuklir Iran Gagal

Pada Juli, Pezeshkian berjanji memulai kembali perundingan dengan negara-negara Barat untuk mencabut sanksi guna mengurangi tekanan ekonomi terhadap Iran. Teheran dan negara-negara besar dunia menandatangani perjanjian nuklir penting pada 2015 yang dirancang untuk mengekang aktivitas nuklir Iran dengan imbalan keringanan sanksi. AS di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump pada 2018 menarik diri dari perjanjian nuklir antara Iran dan enam negara adikuasa dunia yang membatasi program nuklir Teheran.

Perbincangan tidak langsung antara AS dan Teheran untuk memulihkan perjanjian itu menemui jalan buntu. Iran masih menjadi bagian dari perjanjian tersebut, tetapi kini sudah mengurangi komitmennya menyusul sanksi yang dijatuhkan AS terhadapnya.

Susunan kabinet yang dipilih oleh Pezeshkian mengisyaratkan keinginannya untuk kembali terlibat dengan Barat. Baik Araghchi dan Deputi Urusan Strategis Mohammad Javad Zarif dianggap sebagai arsitek Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA). Pemimpin Tertinggi Ali Khamenei, yang masih menjadi pengambil keputusan utama Iran, mengatakan kepada pemerintah pada April lalu bahwa tidak ada salahnya terlibat dengan musuh. Namun, pemulihan hubungan antara Iran dan Barat terhambat oleh meningkatnya ketegangan di kawasan.

Baca juga : PM Israel Ingatkan Pemerasan Nuklir ala Iran

Iran bersekutu dengan sejumlah pemain regional yang berselisih dengan Israel dan sekutu utamanya AS, termasuk Hamas di Gaza, Hizbullah di Libanon, dan Houthi di Yaman. Teheran juga memperkuat hubungannya dengan Rusia. Sekutu AS dan Uni Eropa menuduh Iran mendukung perang Moskow terhadap Ukraina dengan mengirimkan drone dan rudal. Araghchi dengan tegas menolak klaim tersebut.

Dalam sambutannya, Araghchi mengakui bahwa ini bukan waktunya untuk menyelesaikan permusuhan dengan AS. Namun dia bersikeras bahwa bebannya dapat dikurangi.

AS menolak

Setelah pemimpin tertinggi Iran mengisyaratkan kesediaannya untuk kembali melakukan perundingan nuklir dengan AS, pemerintahan Biden meragukan kemungkinan melanjutkan perundingan dalam waktu dekat. "Kami akan menilai kepemimpinan Iran berdasarkan tindakan mereka, bukan kata-kata mereka," kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS pada Selasa (24/9).

Baca juga : Iran Tuntut Jaminan AS tidak Ingkari lagi Kesepakatan Nuklir

"Jika Iran ingin menunjukkan keseriusan atau pendekatan baru, mereka harus menghentikan eskalasi nuklir dan mulai bekerja sama secara bermakna dengan IAEA," tambah mereka merujuk pada Badan Energi Atom Internasional, badan pengawas antar pemerintah yang sering ditumbangkan oleh Teheran.

Ayatollah Ali Khamenei memberi lampu hijau kepada presiden Iran yang baru dilantik, reformis Masoud Pezeshkian, untuk meluncurkan kembali perundingan dengan AS pada Selasa sambil memperingatkan pemerintah negara tersebut agar tidak menaruh kepercayaan kepada Washington. "Ini tidak berarti bahwa kita tidak dapat berinteraksi dengan musuh yang sama dalam situasi tertentu," kata Khamenei, menurut transkrip resmi pidatonya. "Tidak ada salahnya melakukan hal itu, tetapi jangan menaruh harapanmu pada mereka."

Juru bicara Departemen Luar Negeri AS mengatakan pemerintah masih melihat solusi yang dinegosiasikan sebagai cara terbaik untuk membendung program nuklir Iran. Namun kegagalan Iran untuk bekerja sama dengan IAEA dan tindakan eskalasinya membuat diplomasi tidak mungkin dilakukan. "Kami jauh dari hal seperti itu saat ini," kata mereka.

Baca juga : Iran Gembira Pejabat Amerika Minta Pencabutan Sanksi

Para pejabat pemerintahan juga sebagian besar memandang prospek untuk kembali melakukan perundingan tidak langsung dengan Iran sebagai langkah tidak menguntungkan secara politik serta dapat merugikan peluang Wakil Presiden Kamala Harris dan anggota lain Partai Demokrat untuk menang pada November mendatang.

JCPOA merupakan perjanjian penting yang memberikan keringanan sanksi ekonomi kepada Iran sebagai imbalan atas pembatasan program nuklirnya. Bertahun-tahun setelah penarikan diri AS, komentar publik Khamenei mengenai masalah ini tidak jelas antara mendorong negosiasi dengan AS dan langsung menolak kemungkinan perjanjian baru.

Pengamat kebijakan luar negeri mengatakan pemilihan presiden AS yang akan datang menambah ketidakpastian terhadap prospek mencapai perjanjian nuklir lagi dengan Iran.

Capres dari Demokrat, Kamala Harris, berjanji mengambil pendekatan agresif untuk mengekang pengaruh jahat Iran di Timur Tengah. Namun ia mendukung JCPOA serta upaya pemerintahan saat ini untuk mencapai kesepakatan baru. Hanya, dia belum mengatakan dengan jelas akan mencoba melanjutkan yang ditinggalkan Biden atau tidak.

Pembicaraan tidak langsung dengan Iran di bawah pemerintahan Biden secara resmi dimulai pada April 2021. Meskipun para mediator pada awalnya optimistis, pembicaraan akhirnya terhenti setelah beberapa putaran diplomasi yang gagal untuk menggerakkan kedua belah pihak menuju kesepakatan.

Sejauh ini, Biden telah menepati janji besar lain mengenai Iran. "Negara tersebut tidak akan pernah mendapatkan senjata nuklir dalam pengawasan saya," katanya dalam suatu pernyataan. (Al Jazeera/ABC News/Iraninti/Z-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya