Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
DEKLARASI menteri pada World Water Forum (WWF) Ke-10 di Bali mengesahkan pusat keunggulan ketahanan air dan iklim atau Center of Excellence (COE) on Water and Climate Resilience. Karenanya, inisiatif Ecolab Water for Climate (EWC) didorong untuk mendukung COE itu sebagai salah satu praktik baik untuk menghemat penggunaan air di sektor industry.
"Ketika menggunakan air lebih sedikit, otomatis konsumsi energi juga berkurang sehingga berdampak terhadap emisi karbon," kata Presiden Direktur Ecolab Evan Jayawiyanto di sela World Water Forum Ke-10 di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Jumat (24/5). Menurut dia, air merupakan penggerak utama produksi di industri yang dibutuhkan dalam proses pendinginan, produksi, dan reaksi kimia yang juga melepaskan karbon.
Apabila dibarengi dengan pengolahan air efisien, ini juga dapat mengurangi emisi karbon. Ia menjelaskan inisiatif EWC dapat menghasilkan tiga tujuan sekaligus yang berkaitan langsung dengan lingkungan mulai dari efisiensi air, hemat energi, dan mengurangi emisi karbon.
Baca juga : WWF Ke-10 di Bali Terbaik Sepanjang Sejarah selama 30 Tahun
Evan memberi contoh salah satu industri produsen minuman dapat mengurangi penggunaan air sebesar 25% dan diikuti pengurangan konsumsi energi sebesar 12% hingga berdampak mengurangi emisi karbon sebesar 6%. Hasil baik itu sejalan dengan usulan pemerintah Indonesia untuk mendirikan pusat keunggulan ketahanan air dan iklim atau Center of Excellence (COE) on Water and Climate Resilience pada World Water Forum Ke-10 di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali.
"COE ini bagus sekali karena ini akan meningkatkan daya tahan sistem sumber daya air dan mengurangi dampak risiko perubahan iklim," imbuh Evan. Keberadaannya pun diharapkan menjadi ajang edukasi dan menumbuhkan kesadaran mengingat dunia diperkirakan mengalami kekurangan air hingga 56% pada 2030 berdasarkan kajian organisasi penelitian, World Resources Institute.
"Kami akan bergerak untuk memberi edukasi, berkolaborasi dengan industri swasta dan lembaga terkait untuk bisa menciptakan kesadaran. Berangkat dari itu, kami bisa juga masuk untuk membantu target yang sudah ditetapkan pemerintah," ucap Evan.
Baca juga : Indonesia Percepat Pembahasan Aliansi Pendanaan Campuran Global
Melakui riset Ecolab yang dilakukan di Indonesia, Ecolab Watermark Study, masyarakat Indonesia menunjukkan kepedulian yang tinggi terhadap semua isu lingkungan dan menunjukkan kepedulian terbesar terhadap keberlanjutan air. Tidak mengherankan bahwa konsumen dalam kelompok ini juga paling mungkin untuk mengubah perilaku pembelian mereka karena penggunaan air dalam manufaktur.
Evan mengungkapkan, 73% konsumen yang percaya bahwa produsen/bisnis kurang memiliki panduan yang jelas dan/atau rencana untuk mengatasi kelangkaan air. "Masyarakat Indonesia melihat pemimpin pemerintah sangat peduli terhadap konservasi air dan merasa mereka sudah melakukan banyak untuk menghemat air," tambahnya.
Pemerintah Indonesia sebelumnya mengusulkan COE ketahanan air dan iklim pada World Water Forum Ke-10 di Bali, 18-25 Mei 2024. Usulan itu pun disahkan dan menjadi satu dari tiga bagian dalam deklarasi pada Pertemuan Tingkat Menteri World Water Forum Ke-10 yang dihadiri oleh 106 negara dan 27 organisasi internasional.
Baca juga : World Water Forum : Indonesia Jadi Ibu Kota Air Dunia
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang juga Ketua Harian Panitia Nasional Penyelenggaraan World Water Forum Ke-10 Basuki Hadimuljono mengatakan COE ketahanan air dan iklim itu untuk mengembangkan kapasitas, berbagi ilmu, dan pemanfaatan fasilitas yang unggul. "Sebagai negara kepulauan, Indonesia wajib berada di garda terdepan untuk mendorong inovasi dalam pengelolaan air dan sanitasi. Center of Excellence ini bukan hanya untuk negara Indonesia tapi juga untuk negara lainnya di Asia Pasifik," kata Basuki.
Selain soal ketahanan air dan iklim, deklarasi itu juga mencakup pengelolaan sumber daya air terpadu di pulau-pulau kecil dan usulan Hari Danau Sedunia. Melalui COE, negara-negara Selatan yang memiliki masalah terkait banjir, sedimen akibat erupsi yang merusak sungai, dan masalah pengelolaan air lainnya akan saling mengedukasi, bertukar pikiran, serta berbagi pengalaman untuk mencari solusi terbaik yang dapat diimplementasikan.
Indonesia sudah memiliki contoh yakni Sabo Training Center di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, yang dapat menjadi bagian dari COE masa depan. (Ant/Z-2)
SEBAGAI tindak lanjut World Water Forum (WWF) 2024 di Bali beberapa waktu lalu, Octa mendukung program inisiatif Bali Water Protection (BWP) dalam upayanya mengatasi krisis air.
Masalah air bukan lagi sekadar isu sosial ekonomi semata, melainkan sudah harus masuk ke dimensi diskursus politik di ruang debat legislatif.
World Water Forum atau Forum Air Dunia ke-10 baru saja selesai diselenggarakan di Nusa Dua Bali pada 18 – 25 Mei 2024.
“TANPA air, tidak ada makanan, tidak ada perdamaian, tidak ada kehidupan. Oleh sebab itu, air harus dikelola dengan baik karena setiap tetesnya berharga.”
Pada Jumat malam (24/5) Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono menutup secara resmi World Water Forum ke-10 di Nusa Dua, Bali.
SUNGAI adalah indikator kemajuan. Pemulihan dan penataan aliran sungai merupakan pekerjaan strategis, karena menyentuh langsung kebutuhan masyarakat.
Kerusakan ginjal bisa memberi dampak kesehatan serius bagi organ tubuh lainnya seperti jantung, hati, dan bahkan otak.
Menurut laporan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) tahun 2020, beberapa wilayah di Indonesia akan mengalami kelangkaan atau krisis air bersih pada 2045.
Batu ginjal terbentuk dari endapan mineral, garam, dan zat sisa lainnya yang mengkristal akibat kebiasaan kurang minum.
Sebuah studi mengungkap air mungkin terbentuk jauh lebih awal dari yang diperkirakan sebelumnya, hanya 100-200 juta tahun setelah Big Bang.
Sebuah penelitian terbaru mengungkap air sudah mulai terbentuk di alam semesta lebih awal dari yang diperkirakan, hanya 100-200 juta tahun setelah Big Bang.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved