Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

BRICS, Gabungan Kekuatan Baru Penantang Dominasi AS

Imam Fachdrian Rachmat
09/5/2023 19:36
BRICS, Gabungan Kekuatan Baru Penantang Dominasi AS
Para pemimpin negara BRICS berfoto bersama dalam pertemuan di Basilia pada 2019.(AFP/Sergio LIMA)

DOMINASI Amerika Serikat (AS) dan negara Barat dalam perpolitikan dan ekonomi dunia sepertinya mulai terancam. Sering ikut campurnya AS dan negara Barat dalam urusan geopolitik dunia ternyata justru mengundang kemarahan. Hal ini yang kemudian mendorong hadirnya BRICS sebagai alternatif kekuatan yang mendominasi dunia.

Berawal dari inisiatif Rusia, kini BRICS terus mencoba memperbanyak anggota. Ditambah dengan melemahnya kondisi perekonomian AS, BRICS dirasa menjadi alternatif penantang terkuat bagi 'Negeri Paman Sam' itu.

Berawal dari Rusia

Lahirnya BRICS diawali dari obrolan di sela-sela rapat PBB. Saat itu Rusia secara tidak langsung menawarkan ide penguatan kerja sama multilateral kepada beberapa negara yang memiliki populasi dan kekuatan ekonomi besar di dunia. Bak gayung yang bersambut, Tiongkok, India, Brasil, dan Afrika Selatan merespons obrolan itu pada 2006.

Baca juga : AS cuma Minta Jeda di Gaza, Bukan Gencatan Senjata

Dari obrolan tersebut, diadakan KTT yang dilaksanakan di Yekaterinburg, Rusia, pada 2008. 

Dalam pertemuan itu, BRICS membahas berbagai agenda dan isu panas yang terjadi di dunia. Dari pembicaraan tersebut, akhrinya untuk pertama kali BRICS mengeluarkan komunike bersama.

BRICS akhirnya terus berkembang dengan penguatan ekonomi dan pengaruh negara-negara anggotanya. Hingga pada 2013, negara-negara anggota BRICS sudah menyumbang 27% dari PDB dunia dan menyumbang 42% dari seluruh populasi global. Melihat potensi besar yang dimiliki anggotanya, BRICS membuat New Development Bank yang dianggap mengancam Bank Dunia dan IMF.

Baca juga : BRICS Digandrungi, AS Klaim Belum Kalah Pengaruh

Ancaman bagi AS

Selama ini, AS telah berperan besar dalam berbagai keputusan di dunia ini. Kehadiran BRICS tidak bisa dianggap remeh karena potensi kekuatan negara-negara anggotanya. Bahkan, sekarang BRICS sedang berupaya mengurangi kebergantungan pada dolar AS dengan menciptakan standardisasi baru pada sistem keuangan.

Rencananya sistem keuangan baru ini akan menggantungkan dan mengikat dirinya pada aset keras, seperti minyak dan emas. Apabila kehadirannya benar terlaksana, kemungkinan ini akan menjadi tantangan terberat bagi AS, apalagi jika melihat saat ini kondisi ekonomi AS yang sedang babak belur. Rencana BRICS ini dinilai akan membuat posisi AS dapat semakin lemah dalam sistem perekonomian dunia.

Baca juga : Tiongkok Dekati Negara BRICS dan Asia Pasifik untuk Tekan Dominasi AS

Menjadi daya tarik

Rencana BRICS memperbanyak anggotanya serta berbagai kemajuan yang dapat dilakukan tampaknya menjadi daya tarik bagi berbagai negara. Apalagi, kini BRICS telah dilengkapi dengan New Development Bank yang setara dengan Bank Dunia dan IMF. 

Tentu saja hal ini membuat negara lain tertarik untuk bergabung dengan BRICS untuk menghilangkan kebergantungan terhadap AS.

Saat ini, diperkirakan terdapat 19 negara yang sudah menyatakan ingin bergabung dengan BRICS. Dari 19 negara tersebut, 13 negara telah menyatakan dan mendaftar secara langsung kepada BRICS dan 6 negara lainnya sudah menanyakan secara tidak langsung terkait cara bergabung dengan BRICS. 

Baca juga : Peneliti Kembangkan Sistem Deteksi Tornado dengan Infrasonik

Indonesia menjadi salah satu negara yang berencana bergabung dengan BRICS dan saat ini masih mempertimbangkan baik buruknya bergabung dengan BRICS.

Bahaya polarisasi

Hadirnya dua kekuatan besar sebenarnya baik untuk memberikan keseimbangan dan keadilan. Apalagi, hal ini akan memberikan warna baru dalam geopolitik di dunia. Setidaknya hal ini akan menghadirkan pilihan bagi berbagai negara untuk bergabung dalam komunitas dunia.

Namun, sejarah mencatat jika ada dua kekuatan besar, biasanya akan terjadi gesekan. Hal ini biasanya tidak terhindarkan karena negara-negara tersebut tidak ingin kehilangan pengaruh dalam sistem perpolitikan dunia. 

Baca juga : Mark Rutte Dapat Banyak Dukungan untuk Jadi Sekjen NATO

Di masa lalu pernah terjadi saat Perang Dunia I dan II, yaitu terdapat persaingan antara kubu sekutu dan kubu axis.

Kejadian ini harus kita ingat-ingat, apalagi saat ini Indonesia sedang mempertimbangkan bergabung dengan BRICS. 

Dalam sejarah serta prinsip politik luar negeri kita selalu mengedepankan politik luar negeri yang bebas dan aktif. Hal ini membuat posisi Indonesia menjadi netral dan bebas dalam menentukan keputusan politik. 

Jika benar Indonesia bergabung dengan BRICS, pastinya akan membuat Indonesia harus menentukan sikap apabila terjadi konflik antara kedua kubu, yaitu BRICS dan AS serta sekutunya. (Z-1)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya