Headline
Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.
Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.
Warga bahu-membahu mengubah kotoran ternak menjadi sumber pendapatan
SEBANYAK 46 negara miskin mengaku terbebani dampak pandemi covid-19, goncangan ekonomi global dan tingginya bunga utang luar negeri. Para pemimpin negara-negara tersebut dalam sebuah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Negara Kurang Berkembang atau LDC yang difasilitasi PBB di Doha, Qatar, menuntut restrukturisasi utang kepada negara-negara kaya.
Negara-negara mendulang keuntungan lewat meminjamkan uang kepada 46 negara miskin. Mereka telah menggelontorkan US$185 miliar dalam bentuk hibah dan pinjaman murah pada 2021, demikian menurut Organisasi untuk Kerja sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD). Bantuan pembangunan resmi adalah salah satu pilar sistem keuangan internasional.
Lima dekade setelah klub negara-negara kurang berkembang ini didirikan oleh PBB untuk mengatur hak istimewa perdagangan dan akses yang lebih mudah mendapatkan bantuan keuangan, para anggotanya mengaku masih belum mampu merdeka dari himpitan dan jerat utang luar negeri. Perubahan iklim, dampak covid-19, kenaikan harga makanan dan bahan bakar dipicu oleh invasi Rusia ke Ukraina serta bunga berjalan semakin membebani negara-negara miskin.
Seluruh pemimpin yang menghadiri KTT tersebut menyalahkan sistem pinjaman utang luar negeri yang dibangun negara-negara Barat. Mereka menuntut perubahan sistem supaya negara miskin tidak terjajah oleh besarnya bunga berjalan dan tekanan lainnya.
"Mitra kami memiliki kecenderungan untuk menyalahkan mitra pemberi pinjaman atas kegagalan bayar utang dan pengawasan yang tentu saja mungkin berkontribusi pada kegagalan tersebut," kata Presiden Timor Leste Jose Ramos-Horta.
Baca juga: Indonesia Dorong Restrukturisasi Utang Negara Miskin di KTT G20
Presiden Seychelles Wavel Ramkalawan mengatakan sudah waktunya bagi lembaga keuangan internasional tidak terpaku pada produk domestik bruto per kapita sebagai satu-satunya ukuran untuk pembangunan.
"Satu ukuran selama ini tidak cocok untuk semua," katanya.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menambahkan negara-negara kaya menguasai sistem keuangan global yang beroreintasi pada keuntungan. Negara-negara miskin sebagai konsumen tetap utang luar negeri harus memberikan devisa untuk memenuhi tuntutan negara-negara kaya setiap tahunnya lewat pembayaran cicilan utang.
“Sistem keuangan global yang dirancang oleh negara-negara kaya, sebagian besar untuk keuntungan mereka. Tanpa cadangan uang tunai, negara-negara miskin dipaksa untuk membayar besaran suku bunga yang seperti predator,” ungkap Guterres.
Pandemi virus korona juga menjadi kesempatan negara-negara Barat untuk menguras kekayaan negara anggota LDC lewat penjualan vaksin. Selain hanya dapat membelinya dengan jumlah terbatas, negara-negara miskin juga harus membayar cicilan dari pembelian vaksin selama beberapa tahun ke depan yang mengganggu fokus pemulihan ekonomi.
Organisai Program Pembangunan PBB (UNDP) memperkirakan 52 negara miskin menderita oleh tekanan utang dan menghadapi kemungkinan bahaya gagal bayar. Wakil Perdana Menteri Lesotho Nthomeng Majara termasuk di antara para pemimpin yang menyerukan penjadwalan ulang atau menghapus utang.
Lidy Nacpil dari Asian Peoples Movement on Debt and Development mengatakan negara maju seharusnya setuju untuk memberikan kompensasi kepada negara miskin seperti dalam pembicaraan internasional tentang melawan perubahan iklim.
"Kami menginginkan sesuatu yang mirip dengan konvensi iklim, pengakuan atas tanggung jawab yang dimiliki negara-negara kaya dalam sistem ekonomi yang tidak berkelanjutan yang kami miliki ini," kata Nacpil.
Pada konferensi iklim 2009, negara-negara kaya menjanjikan bantuan US$100 miliar per tahun pada 2020 untuk membantu membayar kerusakan akibat kenaikan suhu.
Rolf Traeger, seorang spesialis LDC di Konferensi PBB tentang Perdagangan dan Pembangunan, mengatakan dalam satu pertemuan panel Doha bahwa para spesialis belum mendapatkan alternatif untuk mendapatkan utang yang tidak mencekik perekonomian negara kreditur.(AFP/OL-5)
GURU Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Profesor Telisa Aulia Falianty berpandangan lonjakan utang luar negeri berkaitan erat dengan kondisi perekonomian nasional.
Bank Indonesia (BI) mencatat utang luar negeri (ULN) Indonesia pada April 2025 sebesar US$431,5 miliar atau sekitar Rp7.042 triliun.
Bank Indonesia mencatat posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Mei 2025 sebesar US$152,5 miliar atau setara Rp2.482,5 triliun.
Tekanan terhadap anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) akan semakin terasa apabila porsi pembayaran pokok dan bunga utang meningkat secara signifikan.
Bank Indonesia menyampaikan utang luar negeri Indonesia pada triwulan 1 2025 menembus US$430,4 miliar atau Rp7.120,45 triliun.
BI menyampaikan posisi cadangan devisa Indonesia anjlok. Penyebab merosotnya cadangan devisa dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah.
Kadin Indonesia bahas skema re-export dari Indonesia melalui Timor Leste untuk mengakses pasar global lebih kompetitif.
SSCP merupakan bagian dari inisiatif multi-negara di bawah arahan dari ChildFund International di Indonesia yang berjalan di Lampung, Indonesia, dan Liquica, Timor Leste.
Cross Border Fest bukan sekadar hiburan dan musik, tapi juga perayaan identitas, menyatukan dua budaya dalam semangat persatuan dan keberagaman.
Dia harap suasana keakraban tetap terjalin. Selain itu, tidak saling menjelekkan dan memaki.
Pelajari sejarah singkat lepasnya Timor Timur dari Indonesia. Temukan akar konflik, proses referendum, hingga dampaknya bagi kedua negara. Klik sekarang!
Presiden Timor Leste, José Ramos-Horta, menyampaikan duka cita mendalam atas wafatnya Paus Fransiskus.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved