PENGADILAN Iran pada Kamis (23/6) memutuskan bahwa Washington harus membayar lebih dari US$4 miliar sebagai kompensasi kepada keluarga ilmuwan nuklir yang dibunuh dalam beberapa tahun terakhir. Iran menuduh Amerika Serikat, Israel, atau keduanya melakukan serangkaian pembunuhan yang menargetkan tokoh-tokoh kunci, termasuk pembunuhan ilmuwan nuklir terkemuka Mohsen Fakhrizadeh pada November 2020.
Pengadilan Iran pada Kamis mengatakan berdasarkan investigasi kriminal dan komentar oleh pejabat Israel, "Jelas bahwa rezim Zionis melakukan kejahatan," dengan membunuh para ilmuwan Iran. Ini menurut salinan putusan yang diterbitkan oleh kantor berita negara IRNA.
Washington mendukung Israel secara langsung dan tidak langsung sehingga, "AS bertanggung jawab atas semua tindakan, termasuk membantu, mendukung, dan melakukan tindakan teroris terhadap ilmuwan Iran," tambah putusan itu. Terdakwa, termasuk pemerintah AS, mantan presiden Barack Obama, dan Donald Trump, serta pejabat tinggi Amerika lain.
Baca juga: Berubah, Australia tidak Tolak Penyelidikan PBB tentang HAM Israel
Pada November 2020, Mohsen Fakhrizadeh tewas dalam serangan terhadap mobilnya di luar Teheran yang dituduhkan oleh republik Islam itu kepada Israel. Dua ilmuwan nuklir lain, Majid Shahriari dan Fereydoon Abbasi-Davani, masing-masing tewas dan terluka dalam serangan simultan pada 2010.
Putusan Kamis berisiko memperburuk ketegangan antara Teheran dan Barat karena negosiasi untuk memulihkan kesepakatan nuklir 2015 antara Iran dan kekuatan dunia menemui jalan buntu. Pembicaraan terhenti sejak Maret di tengah perbedaan utama antara AS dan Iran, termasuk tuntutan Teheran agar Washington menghapus Garda Revolusi, badan ideologis militer Iran, dari daftar hitam terorisme.
Baca juga: Turki Tangkap Delapan Terduga Intelijen Iran Targetkan Turis Israel
Kesepakatan pada 2015 memberi Iran keringanan sanksi dengan imbalan pembatasan program nuklirnya untuk menjamin bahwa Teheran tidak dapat mengembangkan senjata nuklir. Ini sesuatu yang selalu disangkal ingin dilakukannya. Namun AS secara sepihak menarik diri dari perjanjian itu pada 2018 dan menerapkan kembali sanksi, sehingga mendorong Iran untuk mulai membatalkan komitmennya sendiri. (AFP/OL-14)