Headline

Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

Jepang Eksekusi Mati Tiga Terpidana

Atikah Ishmah Winahyu
21/12/2021 11:49
Jepang Eksekusi Mati Tiga Terpidana
Sketsa gambar terpidana Takahiro Shiraishi (tengah) atau 'Twitter Killer' saat disidang di Pengadilan Distrik Tachikawa, Tokyo, Jepang.(Masato YAMASHITA / JIJI PRESS / AFP)

JEPANG mengeksekusi mati tiga terpidana pada Selasa (21/12), menurut laporan media lokal mengutip sumber yang tidak disebutkan namanya termasuk dari Kementerian Kehakiman.

Eksekusi tersebut adalah yang pertama sejak Desember 2019 dan di bawah Perdana Menteri (PM) Jepang Fumio Kishida, yang memenangi pemilihan umum pada Oktober 2921 dan menjabat pada bulan yang sama.

Ketika dihubungi, Kementerian Kehakiman Jepang tidak segera mengonfirmasi laporan beberapa media besar, yang tidak memberikan identitas ketiga tahanan tersebut.

Jepang, di mana lebih dari 100 narapidana menunggu eksekusi, adalah salah satu dari sedikit negara maju yang masih menerapkan hukuman mati.

Dukungan publik untuk hukuman mati tetap tinggi meskipun ada kritik internasional, termasuk dari kelompok hak asasi manusia.

Negara ini mengeksekusi tiga narapidana pada 2019 dan 15 pada 2018, termasuk 13 dari sekte Aum Shinrikyo yang melakukan serangan gas sarin fatal 1995 di kereta bawah tanah Tokyo.

Eksekusi biasanya dilaksanakan lama setelah hukuman, selalu dengan cara digantung.

Wakil Kepala Sekretaris Kabinet Seiji Kihara menolak mengomentari eksekusi yang dilaporkan dalam briefing reguler.

“Apakah akan mempertahankan sistem hukuman mati atau tidak adalah masalah penting yang menjadi dasar sistem peradilan pidana Jepang,” katanya pada Selasa (21/12).

Selama beberapa dekade, pihak berwenang telah memberi tahu terpidana mati hanya beberapa jam sebelum eksekusi dilakukan, sebuah proses yang menurut dua narapidana ilegal dan menyebabkan tekanan psikologis.

Keduanya menuntut pemerintah atas sistem tersebut, dan juga mencari kompensasi sebesar 22 juta yen atas penderitaan yang disebabkan oleh hidup dengan ketidakpastian tentang tanggal eksekusi mereka.

Dokumen dan arsip berita menunjukkan bahwa Jepang biasanya memberi lebih banyak pemberitahuan kepada terpidana mati, tetapi berhenti sekitar tahun 1975.

Pada bulan Desember 2020, pengadilan tinggi Jepang membatalkan putusan yang memblokir pengadilan ulang seorang pria yang digambarkan sebagai terpidana mati terlama di dunia, meningkatkan harapan baru bagi pria yang sekarang berusia 85 tahun itu.

Iwao Hakamada telah hidup di bawah hukuman mati selama lebih dari setengah abad setelah dihukum karena merampok dan membunuh bosnya, istri pria itu, dan dua anak remaja mereka.

Tetapi dia dan para pendukungnya mengatakan dia mengakui kejahatan itu hanya setelah interogasi polisi yang diduga brutal termasuk pemukulan, dan bahwa bukti dalam kasus itu ditanam.

Juga Desember 2020 lalu, seorang pria yang dijuluki "pembunuh Twitter" dijatuhi hukuman mati karena membunuh dan mencabik-cabik sembilan orang yang dia temui di platform media sosial. (Aiw/Straitstimes/OL-09)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri
Berita Lainnya