PEMERINTAH Maroko, Rabu (21/7), mengancam akan melakukan tindakan hukum terhadap siapa pun yang menuduhnya menggunakan program spyware Israel Pegasus dan menyesalkan apa yang disebutnya sebagai kampanye media yang salah, masif serta berbahaya.
Sebuah pernyataan pemerintah dengan tegas membantah tuduhan palsu dan tidak berdasar bahwa dinas intelijen negara Afrika Utara itu telah menggunakan perangkat lunak tersebut.
Pihak berwenang mengatakan penyelidikan yudisial untuk mengidentifikasi orang-orang di balik tuduhan sedang dibuka.
Outlet berita sebelumnya melaporkan, pada Minggu (18/7), perangkat lunak yang dikembangkan oleh perusahaan Israel NSO Group telah digunakan oleh pemerintah untuk memata-matai aktivis, jurnalis, pengacara dan politisi di seluruh dunia.
Klaim tersebut didasarkan pada kebocoran dokumen yang berisi 50.000 jumlah orang yang diidentifikasi sebagai target potensial melalui Pegasus antara 2016 dan Juni 2021.
Angka-angka dari 10 negara yakni Azerbaijan, Bahrain, Hungaria, India, Kazakhstan, Meksiko, Maroko, Rwanda, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab sangat sering masuk dalam daftar.
Pada Senin, Maroko mengatakan tidak pernah memperoleh perangkat lunak komputer untuk menyusup ke perangkat komunikasi.
Baca juga: Presiden Prancis Termasuk yang Jadi Target Spyware Pegasus
Surat kabar Prancis Le Monde melaporkan Presiden Emmanuel Macron dan anggota pemerintahannya termasuk di antara target potensial, yang diduga karena kepentingan badan keamanan Maroko.
Juga pada hari Selasa, Radio France telah melaporkan raja Maroko ada dalam daftar 50.000 nomor, yang juga termasuk sejumlah besar bangsawan Maroko.
Pemerintah Maroko mengatakan akan memilih proses peradilan, di Maroko dan internasional, terhadap pihak mana pun yang mengambil tuduhan palsu ini.
"Penyelidikan yudisial sedang dibuka untuk dugaan tak berdasar dan tuduhan palsu ini untuk mengidentifikasi pihak-pihak yang bertanggung jawab atas publikasi mereka," kata Jaksa Penuntut Umum.
Pegasus adalah alat yang sangat invasif yang dapat mengaktifkan kamera ponsel dan mikrofon target, serta mengakses data pada perangkat, secara efektif mengubah ponsel menjadi mata-mata saku.
Dalam beberapa kasus, perangkat lunak dapat diinstal tanpa perlu mengelabui pengguna untuk memulai unduhan.
Forbidden Stories, sebuah media nirlaba yang berbasis di Paris, dan Amnesty International mendapat akses ke nomor yang bocor, yang kemudian mereka bagikan dengan organisasi media termasuk The Washington Post, The Guardian, dan Le Monde.
NSO membantah menjual perangkat lunak kepada pemerintah otoriter untuk tujuan memata-matai para pembangkang, dan menegaskan itu hanya untuk digunakan sebagai alat kontra-teror dan anti-kejahatan.(Straitstimes/OL-5)