Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Kudeta Perburuk Krisis Ekonomi di Myanmar

Atikah Ishmah Winahyu
17/3/2021 06:53
Kudeta Perburuk Krisis Ekonomi di Myanmar
Demonstran berlindung di balik barikade saat berhadapan dengan polisi dalam aksi demonstrasi di Yangon, Myanmar.(AFP/STR)

PROGRAM Pangan Dunia PBB (WFP) memperingatkan potensi krisis ekonomi yang sangat serius di Myanmar usai kudeta militer pada bulan lalu yang menyebabkan harga pangan dan bahan bakar naik di tengah kekacauan politik.

WFP mengungkapkan harga eceran minyak sawit telah naik 20% sejak awal Februari di sekitar kota utama, Yangon. Sementara harga beras di sana dan di Mandalay telah naik 4% dalam tiga minggu terakhir saja.

Di beberapa kota kecil di negara bagian Kachin, seperti Bhamo dan Putao, harga beras naik hingga 35%. Biaya bahan bakar telah meningkat 15% di seluruh negeri sejak 1 Februari, sementara di Rakhine utara, harga bensin meningkat 33%.

Baca juga: PBB: 149 Orang Tewas Sejak Kudeta di Myanmar

"Jika situasinya berlarut-larut, saya pikir, sisi ekonomi dari krisis ini akan semakin serius," kata perwakilan WFP untuk Myanmar Stephen Anderson.

“Banyak orang yang sudah terguncang akibat dampak covid-19. Sebelum krisis politik ini, sudah ada penutupan pabrik dan banyak dari yang termiskin kehilangan pekerjaan karena pembatasan di lingkungan mereka, dan ada penurunan pengiriman uang dari luar negeri,” imbuhnya.

Sebelum pandemi, enam dari 10 rumah tangga tidak mampu membeli makanan bergizi. Kemiskinan meningkat lebih lanjut sebagai dampak pandemi covid-19 dan pada paruh kedua tahun lalu empat dari lima rumah tangga di seluruh Myanmar melaporkan bahwa mereka telah kehilangan hampir 50% dari pendapatan mereka selama pandemi.

Perebutan kekuasaan oleh militer telah menyebabkan kekacauan ekonomi yang lebih besar. Sejumlah besar pekerja tidak akan bekerja sebagai bagian dari gerakan pembangkangan sipil yang menentang kudeta.

Tentara menanggapi aksi massa dengan kekerasan dan intimidasi yang mematikan, mendorong lebih banyak lagi warga untuk tinggal di rumah karena terlalu berbahaya untuk pergi ke luar. Sektor-sektor utama, seperti perbankan dan transportasi telah didorong ke ambang krisis.

WFP mengatakan sedang memproses makanan senilai sekitar US$12 juta untuk disimpan sebagai stok darurat jika krisis perbankan memburuk.

“WFP sudah memberikan uang tunai dan beberapa transfer makanan untuk orang-orang terlantar di daerah yang terkena dampak konflik di negara itu, termasuk sekitar 360.000 warga Rohingya dan kelompok rentan lainnya. Memproses pembayaran tunai seperti itu sangat sulit selama beberapa minggu terakhir,” tutur Anderson.

Penduduk sebuah distrik di Yangon, yang telah menjadi titik nyala protes, melarikan diri dengan truk dan tuk-tuk pada Selasa (16/3) setelah pasukan keamanan mulai menggunakan kekuatan mematikan terhadap pengunjuk rasa antikudeta, meskipun ada permintaan internasional untuk menahan diri.

Pada Senin (15/3), pasukan keamanan kembali melakukan kekerasan di beberapa kota hingga menewaskan sedikitnya 20 orang, menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP).

Minggu (14/3) menjadi hari paling mematikan sejauh ini dalam enam minggu sejak tentara menggulingkan pemerintahan Aung San Suu Kyi, dengan AAPP melaporkan 74 orang tewas.

Korban tewas banyak berjatuhan di kota miskin Hlaing Tharyar di Yangon, daerah penghasil garmen dengan sebagian besar pabrik milik orang Tiongkok, beberapa di antaranya dihancurkan pada Minggu (14/3).

Outlet media Myanmar, The Irrawaddy, menerbitkan foto-foto penduduk yang melarikan diri dari kotapraja pada Selasa (16/3), berkerumun di bak truk yang terjebak di kolom lalu lintas yang meliuk-liuk. Beberapa membawa hewan peliharaan mereka di belakang sepeda motor, sementara yang lain memasukkan barang-barang mereka ke dalam tas vinil di atas tuk-tuk.

“Kami dapat melihat orang-orang di jalan sejauh mata memandang,” lapor outlet Democratic Voice of Burma.

Seorang penduduk mengonfirmasi eksodus massal mengatakan orang-orang ingin pergi saat fajar dan pengunjuk rasa menyingkirkan barikade darurat agar mereka dapat keluar.

“Setelah jam 9 pagi, warga kembali memblokir jalan dengan pembatas. Mereka mengizinkan orang pergi hanya pada pagi hari,” katanya seraya menambahkan bahwa pasukan keamanan telah dikerahkan di jalan-jalan utama kotapraja.

“Kami tidak berani turun ke jalan,” tandasnya. (The Guardian/OL-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya